Aku teringat kembali masa laluku ketika masih kerja sebagai operator warnet. Hari itu aku dapat bagian kerja pada waktu sore sampai malam harinya. Setiap orang dapat bagian delapan jam kerja per harinya. Buka selama 24 jam. Jadi terdapat 3 bagian jam kerja.
Seperti biasa aku melayani konsumen yang datang untuk memakai internet. Tidak terlalu banyak yang datang. Hanya beberapa pelanggan tetap saja. Bahkan ketika waktu hampir tengah malam kira-kira jam sebelas-an, konsumen sudah mulai pulang satu persatu. Maklumlah warnet tempat aku bekerja berada di lokasi yang kurang strategis. Jalan yang dilalui kendaraan hanya satu jalur dan banyak sekali warnet lainnya di sekitar itu yang menjadi saingan.
Setelah beberapa saat tidak ada konsumen sama sekali, tiba-tiba datang sekelompok orang. Aku kira mereka mau memakai internet. Ternyata mereka ingin mengedit suatu proposal event organizer. Mereka menyerahkan disket dan lembaran proposal yang telah mereka tandai untuk dikoreksi. Kemudian mereka menunggu di depan warnet yang terdapat beberapa kursi dan sebuah meja. Kulihat salah seorang dari mereka memesan nasi goreng ke pedagang yang lewat.
Mataku tertuju pada judul proposal tersebut. Terdapat kata-kata yang membuatku "alergi" semenjak dulu: Valentine's Day. Wah bagaimana aku bisa menolak mereka. Masalahku bertambah ketika bosku datang. Tambah gawat. Aku tidak mungkin menolak mereka di hadapan bosku. Untungnya dia hanya mampir sebentar untuk mengecek pendapatan dari teman yang jaga sebelum aku. Alhamdulillah. Setelah kepergiannya aku mencari jalan untuk menolak mereka secara halus.
Aku lalu memanggil salah seorang dari mereka. Dia masuk menghampiriku.
"Maaf mas saya tidak bisa melanjutkan pekerjaan ini." kataku dengan sedikit panik. Aku khawatir menyinggung perasaan orang itu.
"Kenapa ya?" tanyanya.
"Barusan saya diingatkan bos untuk menyelesaikan perkerjaan sebelumnya. Ada ketikan yang mesti saya selesaikan." kataku.
"Oh ya? Wah bagaimana nih. Saat ini mana ada rental komputer yang masih buka. Kami sudah mencari ke warnet-warnet. Mereka hanya menyediakan jasa internet. Proposal mesti kami serahkan besok pagi."
"Maaf mas, dengan terpaksa saya tidak bisa membantu."
Lalu aku menyerahkan kembali sebuah disket dan lembaran proposal itu. Orang itu keluar dengan wajah kecewa lalu menjelaskan kepada teman-temannya. Mereka berlalu. Aku merasa bersalah karena telah membohongi mereka. Mau bagaimana lagi? Dari dulu aku tidak suka dengan perayaan Valentine's Day.
Banyak sekali kenyataan bahwa perayaan tersebut bertentangan dengan ajaran Islam. Valentine’s Day digunakan sebagai sarana untuk melegitimasi pola kehidupan hedonisme. Dengan dalih kasih sayang, kaum hedonistik mengeksploitasi momentum hari Valentine untuk memanjakan kepuasan diri secara maksimal dengan menghalalkan segala cara.
Memang tidak dapat disangkal bahwa kasih sayang merupakan salah satu pranata sosial yang paling penting dalam kehidupan modern. Sebab dengan berkasih sayang manusia dalam melakukan interaksi sosial, akan melahirkan peradaban maju yang bertumpu pada nilai-nilai perdamaian abadi. Namun tidak sedikit karena faktor kasih sayang yang diekspresikan secara berlebihan dan non-prosedural dalam konteks moral dan religi bahkan norma, maka manusia dengan segala bentuk peradaban yang diwujudkannya, akan terpuruk dan binasa di lembah kehinaan, sebagaimana yang telah menimpa beberapa kaum di masa lampau.
Beberapa pekan kemudian. Tepatnya tanggal 14 Februari. Aku pulang dari tempat kerjaku setelah shalat Mahgrib. Hari itu aku dapat bagian kerja dari jam 10 pagi sampai jam 6 sore. Seperti biasa aku pulang menggunakan sepedaku. Lumayanlah bisa hemat uang. Tak perlu bayar ongkos. Aku melewati sepanjang jalan utama Dago yang setiap harinya ramai dengan kendaraan. Kulihat penjual bunga di sekitar lampu merah. Ada anak-anak kecil, sampai ibu-ibu tua yang menawarkan bunga-bunga itu. Aku heran, biasanya mereka berjualan pada malam Ahad saja. Dan saat itu lebih banyak penjual. Oh iya hari ini tanggal empat belas Februari, pikirku.
Lampu merah di depanku memberhentikanku. Aku melihat seorang ibu tua yang berkerudung menawarkan bunganya kepada mobil yang berhenti karena lampu merah. "Mas-mas... Beli dong bunga ini! Hari ini kan hari spesial Valentine. Buat pacar mas." katanya. Lalu seorang pemuda itu mengeluarkan sejumlah uang untuk membeli bunga itu.
Aku perihatin sekali melihat ibu itu. Keadaan ekonomi memaksanya untuk berprofesi seperti itu. Mungkin dia tak tahu apa itu arti Valentine's Day sebenarnya. Dia hanya mencari nafkah untuk keluarganya. Dia adalah korban. Ya, dia salah satu korban dari budaya hedonisme yang telah menjadi trend penduduk dunia. Seandainya ibu itu tahu akan dampak buruk dari Valentine's Day, mungkin dia tidak akan mau berprofesi seperti itu. Seandainya ada seseorang yang memberikannya modal usaha, dia tidak perlu membahayakan dirinya dengan berjualan bunga di sepanjang jalan.
Bunyi klakson mobil membuyarkan lamunanku. Aku melanjutkan perjalanan. Melewati sepanjang jalan dengan membawa segenap harapan.
Kutipan: http://hidayatullah.com/index.php?option=com_content&task=view&id=6340&Itemid=1