PADA peringatan "Golden Jubilee" (Ulang Tahun Emas) Konferensi Asia Afrika tahun 2005 lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengharapkan agar momentum ini tidak hanya dimaknai sekadar acar seremonial, tetapi dengan menyatukan tekad dan upaya untuk mewujudkan terciptanya kerja sama kemitraan strategis baru Asia Afrika. Pada intinya, Presiden menegaskan pentingnya semangat baru Asia Afrika. Karena kalau kita melakukan perenungan, ternyata penjajahan telah kembali bercokol di muka bumi ini, tidak saja melalui senjata, namun melalui perang budaya. Melalui budaya itu, tanpa kita sadari sudah membelenggu kemerdekaan kita.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah mungkinkah pendekatan budaya dapat meningkatkan kepedulian masyarakat di negara-negara Asia Afrika terhadap arti pentingnya KAA yang dilaksanakan 53 tahun lalu. Atau dengan kata lain, mungkinkah kemitraan strategis baru Asia Afrika dapat dicapai dengan pendekatan budaya?
Dalam kaitan inilah Pemerintah Provinsi Jawa Barat saat ini sedang mengusulkan pembangunan "Kampung Budaya Asia Afrika", suatu daerah wisata yang terdiri atas anjungan negara-negara Asia Afrika yang memiliki kekhasan masing-masing.
Dalam usulan itu disebutkan, tempat wisata tersebut memiliki luas sedikitnya 150 hektare. Masing-masing anjungan kira-kira menempati areal satu hektare. Sisanya antara lain akan dijadikan convention center dan bisa juga dilengkapi dengan hotel dan mal. Pada tahap awal, ide kampung budaya tersebut setidaknya diharapkan dapat didukung oleh 10 negara Asia Afrika.
Akan tetapi, hal yang lebih penting dari ide pembangunan KBAA adalah bukan segi fisik, melainkan roh dari kampung budaya tersebut. Dari tempat itu diharapkan "Semangat Bandung" makin terpancar di antara bangsa-bangsa Asia Afrika. Di tempat itu mereka membicarakan banyak hal, termasuk kerja sama ekonomi dan bisnis dalam upaya memajukan bangsa-bangsa Asia Afrika.
Dari sisi kepentingan nasional, ada aspek lain yang mengemuka, yakni perlunya memanfaatkan brand image Bandung sebagai "ibu kota Asia Afrika". Selama ini seolah-olah nama besar Bandung yang pernah menjadi tempat bersejarah bagi bangsa-bangsa Asia Afrika terabaikan.
Sebagai perbandingan, negara lain di Asia seperti Malaysia telah menghabiskan dana yang sangat besar untuk menciptakan citra baru negara itu sebagai "The Truly Asia". Demikian juga dengan Korea Selatan yang berkeinginan mencitrakan negaranya sebagai pusat kebudayaan Asia.
Pada saatnya nanti, KBAA tentu diharapkan dapat mendatangkan banyak wisatawan asing ke Indonesia. Datangnya wisatawan mancanegara itu akan bermakna sebagai diplomasi kebudayaan, di samping sebagai income generator. Selain juga sangat penting untuk menumbuhkan dinamika pariwisata, khususnya di Jawa Barat. ***
H.I. Budhyana
Penulis, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat.
Sumber: http://www.pikiran-rakyat.com/index.php?mib=beritadetail&id=20218
Link Terkait: http://www.pikiran-rakyat.com/index.php?mib=beritadetail&id=20217