IOL
Minimnya kebebasan berekspresi tanpa rasa takut, pesan dan kritik pun dituliskan di toilet-toilet umum
KAIRO — Warga Mesir sepertinya menemukan fungsi baru terhadap toilet umum. Mereka mengubah fasilitas umum itu menjadi tempat di mana mereka mengekspresikan diri mereka lebih bebas dalam isu politik dan sosial tanpa ketakutan.
Kini tak ada satupun toilet umum di negara tersebut, terutama masjid yang luput dari penggunaan baru itu.
Salah satu contoh, di pintu belakang sebuah toilet dalam Masjid Omar Makram--sejauh ini menjadi rumah ibadah paling terkenal di mana para elit, pejabat makmur dan pegawai pemerintah menggelar acara--seorang pengunjung menyerang Presiden Hosni Mubarak, putranya Gamal dan seputar rumor mereka tentang rencana suksesi politik.
Pesan politik detail lain mengutarakan krisis terbesar yang telah menjatuhkan Mesir selama beberapa tahun terakhir termasuk tragedi kapal fery yang membunuh lebih dari seribu kelas menengah di Mesir, serta bukit longsor di Kota Shanti, selatan Kairo, dimana ratusan warga miskin Mesir terkubur di bawah longsoran.
"Saya tak bisa mencegah apa yang dituliskan orang-orang di toilet sini," ujar Sayed Awad, salah satu penjaga masjid. "Saya mencuci mereka dari waktu-kewaktu, tapi tak ada gunanya. Ada banyak dan lebih banyak pesan lagi setiap hari," imbuhnya.
Terpisah dari pengungkapan kekecewaan yang menggunung terhadap rezim dan pemerintahan Partai Demokratik Nasional, beberapa pesan membawa konotasi pan-Arabia.
"Saya benci Israel" bunyi salah satu pesan di belakang Masjid Al Twaheed di Attaba, area terdapat pasar pakaian yang kerap didatangi warga miskin Mesir.
Pesan lain mengekspresikan kegagalan pemerintah Arab untuk datang dan menyelamatkan Palestina melawan agresi Israel yang keras kepala.
Para ahli mengaitkan praktek tersebut dengan minimnya kebebasan bagi rakyat untuk mengekspresikan opini mereka tanpa takut. Yang menjadi sorotan adalah sebagian besar pesan tulisan dapat ditemukan di dalam masjid-masjid besar, terletak di alun-alun terkenal atau area komersil.
Tempat-tempat tersebut kerap didatangi, tidak hanya oleh penduduk ibu kota yang berjumlah hampir 12 juta, tapi juga beberapa juta lain yang tingga di pinggir Kairo dan datang setiap hari untuk urusan bisnis atau menyelesaikan pekerjaan di kantor pemerintahan atau swasta lain.
Para pengamat mengataan peningkatan praktek aneh tersebut merupakan tanda keputusasaan yang memuncak dengan rezim Mubarak yang telah memerintah negara itu sejak 1981.
Sementara pengamat lain, Mohamed Tharwat mengacu pada kebebasan yang makin menyusut, sehingga membuat orang mencari tempat lain yang aman untuk mengungkapkan diri mereka dari pandangan dan tangan besi pihak keamanan negara.
Analis politik itu bahkan memberi julukan fenomena tersebut dengan "politik kamar mandi,"
Ia mengatakan fenomena itu cerminan dari kemarahan ekstrim di dalam negara yang masih jauh dari demokrasi, di mana orang bebas berekspresi tanpa rasa takut. "Jika toh ada, praktek semacam itu membuat gerah negara opresif tersebut dan warga negara menderita selama bertahun-tahun," ujar Tharwat
"Orang-orang di negara ini takut untuk berbicara," ujarnya.
Mesir memang tak luput dari serangan beberapa organisasi hak asasi Internasional atas kegagalannya menoleransi kelompok oposisi jurnalis maupun para blogger.
"Orang-orang tersebut tidak akan melakukan di tempat-tempat macam ini jika mereka mampu mengekspresikan pendapat dengan bebas," ujar Tharwat meyakini./iol/itz
Sumber: http://republika.co.id/berita/37997/Politik_Toilet_Umum_Ala_Mesir