Jumat, 25 April 2008

Angkot Tembus Atap Rumah

LUPA NGEREM: Kondisi angkot jurusan Johar-Banyumanik, Semarang Selatan, yang disopiri Maryadi saat menimpa atap rumah Emi Wongsosudiro, warga Karanganyar Ledok, Candisari, Semarang.

SEMARANG - Mobil angkot yang nangkring di atap rumah di Semarang kemarin bukan iklan sebuah bank yang populer beberapa waktu lalu. Juga bukan atraksi sirkus. Itu peristiwa kecelakaan yang nyaris membawa celaka enam penumpang dan dua pemilik rumah.

Angkot jenis Toyota Kijang dengan rute Johar-Banyumanik tersebut meluncur tanpa kendali di Jalan Karanganyar Ledok pada Kamis kemarin (24/4). Kecelakaan itu diduga disebabkan keteledoran sang sopir.

Peristiwa yang terjadi sekitar pukul 12.30 itu berawal ketika sopir angkot bernama Maryadi, 47, berhenti di jalan menurun. Salah seorang penumpang minta turun. Maryadi menghentikan kendaraannya di jalan pada kemiringan (kondisi jalan menurun) sekitar 30 derajat.

Begitu berhenti, Maryadi membantu menurunkan barang belanjaan penumpang bernama Ny Didik, 45. Sial, sopir warga Kampung Sleko RT 1 RW 11 itu lupa menarik tuas rem tangan angkotnya. Akibatnya, kendaraan itu meluncur deras di jalan menurun itu.

Bisa dibayangkan betapa paniknya enam penumpang angkot tersebut. Mereka menjerit dalam angkot yang meluncur tanpa sopir. Sisi kiri jalan memang lebih rendah ketimbang jalan raya. Bahkan, atap rumah warga di situ lebih rendah daripada bahu jalan.

Setelah meluncur lebih dari seratus meter, angkot oranye itu lompat ke atap rumah Emi Wongsosudiro, 76, di Karanganyar Ledok no 586 RT 4 RW 4, Kelurahan Karanganyar Gunung, Kecamatan Candisari. Posisi rumah tersebut memang lebih rendah dan berjarak hanya sekitar 1,5 meter dari sisi tebing jalan.

Bodi mobil nahas tersebut menjebol atap rumah dan bagian depan menerobos dapur. Reruntuhan kayu dan genting rumah yang ambrol sempat menimpa dua penghuni rumah. Selain itu, enam penumpang dewasa dan seorang anak mengalami luka-luka dalam peristiwa tersebut.

Menurut saksi mata bernama Jubaedah, 50, putri Emi, saat kejadian, dirinya sedang mencuci piring di dapur. Tiba-tiba dia mendengar suara gemuruh di luar.

"Saya kira gempa. Karena penasaran, saya lari keluar, tahu-tahu di dapur terdengar suara lebih keras lagi," kisahnya.

Setelah dilihat, ternyata sebuah mobil angkot menerobos masuk ke dapur melalui atap rumahnya. Jubaedah pun bersyukur karena saat itu langsung lari keluar rumah.

"Kalau saya tetap di dapur, entah bagaimana jadinya. Lihat saja, ruangan dapur rusak semua," katanya, sambil menunjuk angkot yang nangkring di atap rumahnya dengan moncong menembus atap.

Dia lebih kaget lagi karena di angkot tersebut penuh penumpang. "Ada sekitar lima orang dan seorang anak kecil. Mereka berteriak histeris dan segera keluar," ungkapnya.

Dia mengaku tak sempat menolong penumpang karena sibuk mengurusi ayah dan ibunya, Emi dan Sadiyah. Pasangan suami istri itu mengalami luka di tangan dan pungung akibat terkena reruntuhan tembok.

"Saya saat itu sedang duduk di ruang tamu. Saat atap dan tembok ambrol, saya tak sempat menghindar," tutur Emi.

Maryadi pun menuturkan bahwa angkotnya berhenti karena dirinya membantu menurunkan barang belanjaan penumpang. "Saya ikut turun membantu membawakan belanjaan. Penumpang yang lain berada di dalam," kata pria yang masih terlihat shock tersebut. Saat itu, mesin angkot dalam keadaan hidup. "Saya kaget dan mencoba naik untuk mengerem. Namun, mobil terus ngelondor. Apalagi, jalanan menurun," imbuhnya.

Enam penumpang yang terluka adalah Ivana W. Arisokha, 26, warga Gombel Lama; Ny Triyono, 60, dan Djunaedi, 50, keduanya warga Karanganyar Ledok; Ny Suratmin, 60, warga Jangli; Elvianingsih, 34, warga Jatingaleh; serta Ny Nawarti, 24, warga Jalan Durian, yang mengalami luka paling parah di bagian kepala.

Kapolres Semarang Selatan AKBP Imran Yunus melalui Kanitlaka Iptu Agni Wisnu Brata mengatakan, pihaknya menduga kecelakaan terjadi akibat pengemudi lalai. "Dari keterangan para penumpang, sebelum kejadian mesin dibiarkan dalam keadaan hidup," ungkapnya. (ric/jpnn/tof)

Sumber: http://www.jawapos.com/index.php?act=detail&id=10371

Kamis, 24 April 2008

Pendekatan Budaya Negara Asia Afrika

PADA peringatan "Golden Jubilee" (Ulang Tahun Emas) Konferensi Asia Afrika tahun 2005 lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengharapkan agar momentum ini tidak hanya dimaknai sekadar acar seremonial, tetapi dengan menyatukan tekad dan upaya untuk mewujudkan terciptanya kerja sama kemitraan strategis baru Asia Afrika. Pada intinya, Presiden menegaskan pentingnya semangat baru Asia Afrika. Karena kalau kita melakukan perenungan, ternyata penjajahan telah kembali bercokol di muka bumi ini, tidak saja melalui senjata, namun melalui perang budaya. Melalui budaya itu, tanpa kita sadari sudah membelenggu kemerdekaan kita.


Pertanyaan yang kemudian muncul adalah mungkinkah pendekatan budaya dapat meningkatkan kepedulian masyarakat di negara-negara Asia Afrika terhadap arti pentingnya KAA yang dilaksanakan 53 tahun lalu. Atau dengan kata lain, mungkinkah kemitraan strategis baru Asia Afrika dapat dicapai dengan pendekatan budaya?


Dalam kaitan inilah Pemerintah Provinsi Jawa Barat saat ini sedang mengusulkan pembangunan "Kampung Budaya Asia Afrika", suatu daerah wisata yang terdiri atas anjungan negara-negara Asia Afrika yang memiliki kekhasan masing-masing.


Dalam usulan itu disebutkan, tempat wisata tersebut memiliki luas sedikitnya 150 hektare. Masing-masing anjungan kira-kira menempati areal satu hektare. Sisanya antara lain akan dijadikan convention center dan bisa juga dilengkapi dengan hotel dan mal. Pada tahap awal, ide kampung budaya tersebut setidaknya diharapkan dapat didukung oleh 10 negara Asia Afrika.


Akan tetapi, hal yang lebih penting dari ide pembangunan KBAA adalah bukan segi fisik, melainkan roh dari kampung budaya tersebut. Dari tempat itu diharapkan "Semangat Bandung" makin terpancar di antara bangsa-bangsa Asia Afrika. Di tempat itu mereka membicarakan banyak hal, termasuk kerja sama ekonomi dan bisnis dalam upaya memajukan bangsa-bangsa Asia Afrika.


Dari sisi kepentingan nasional, ada aspek lain yang mengemuka, yakni perlunya memanfaatkan brand image Bandung sebagai "ibu kota Asia Afrika". Selama ini seolah-olah nama besar Bandung yang pernah menjadi tempat bersejarah bagi bangsa-bangsa Asia Afrika terabaikan.


Sebagai perbandingan, negara lain di Asia seperti Malaysia telah menghabiskan dana yang sangat besar untuk menciptakan citra baru negara itu sebagai "The Truly Asia". Demikian juga dengan Korea Selatan yang berkeinginan mencitrakan negaranya sebagai pusat kebudayaan Asia.


Pada saatnya nanti, KBAA tentu diharapkan dapat mendatangkan banyak wisatawan asing ke Indonesia. Datangnya wisatawan mancanegara itu akan bermakna sebagai diplomasi kebudayaan, di samping sebagai income generator. Selain juga sangat penting untuk menumbuhkan dinamika pariwisata, khususnya di Jawa Barat. ***


H.I. Budhyana

Penulis, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat.


Sumber: http://www.pikiran-rakyat.com/index.php?mib=beritadetail&id=20218


Link Terkait: http://www.pikiran-rakyat.com/index.php?mib=beritadetail&id=20217

Menggagas Dialog Islam-Barat

Belakangan ini, berbagai bentuk pelecehan dan penodaan terhadap Islam datang silih berganti. Mulai dari kasus Salman Rushdie dengan bukunya The Satanic Verses, sampai ke tindakan seorang warga Denmark yang membuat karikatur Nabi Muhammad. Setelah itu, ulah politikus Belanda Geert Wilders yang memojokkan Islam dengan tayangan film hasil besutannya "Fitna".


Peristiwa tersebut telah mencoreng hubungan mesra antara Islam dan Barat, baik dalam tataran kerukunan hidup antarumat beragama atau hubungan diplomatik antara negara-negara Islam dan Barat.


Paradigma Barat


Kalau dicermati, rentetan peristiwa yang terjadi muncul akibat kesalahpahaman antara Islam dan Barat. Barat selama ini tidak mendapatkan deskripsi yang utuh tentang Islam sebagaimana disinyalir oleh seorang orientalis barat William Montgomery Watt dalam bukunya Der Islam. Ia menyatakan, "Riset objektif yang telah berlangsung sejak 150 tahun, belum mampu menampilkan wajah Islam yang benar di hadapan barat."


Hampir sebagian masyarakat Barat selama ini mengidentikkan Islam dengan kekerasan dan kebiadaban. Mereka menuduh Islam sebagai biang keterbelakangan dan kemunduran. Pengidentikan ini diopinikan terus oleh Barat melalui media massa, industri perfilman, dan institusi pendidikan.


Atas dasar ini, maka dialog peradaban adalah satu-satunya solusi untuk menjembatani perbedaan paradigma Barat terhadap Islam. Hal itu akan terlaksana jika masing-masing pihak mau untuk sama-sama saling menghormati dan mengakui hak asasi manusia tanpa membedakan warna kulit, ras, dan agama.


Tesis Samuel P. Huntington dalam bukunya The Clash of Civilizations yang memprediksi pertarungan peradaban antara Islam dan Barat menjadi terbantahkan. Karena tidak semua pertarungan melibatkan dua peradaban tetapi terkadang muncul dari intern satu peradaban seperti yang terjadi pada Perang Dunia I dan II. Faktor penyebabnya lebih pada kepentingan politik dan ketamakan untuk menguasai sumber daya alam suatu bangsa.


Kadangkala, pertarungan juga muncul karena sikap segelintir orang yang memahami agama secara parsial sehingga menimbulkan aksi teror dan kekerasan.


Titik temu


Dialog merupakan cara damai dan terbaik untuk menyelesaikan krisis peradaban. Peluang untuk melakukannya masih terbuka lebar, karena terdapat titik temu yang bisa dijadikan landasan untuk saling menghormati dan memahami.


Ajaran masing-masing agama meyakini keberadaan Allah sebagai zat yang menciptakan segala sesuatu. Allah menyeru manusia untuk beriman, berbuat baik, dan meyakini adanya surga dan neraka. Itu menjadi spirit bagi umat beragama untuk melakukan kebaikan dan menghindari kejahatan.


Juga seruan masing-masing agama untuk mewujudkan nilai-nilai universal seperti keadilan, toleransi, dan persamaan hak sudah menjadi ajaran yang wajib dipatuhi oleh setiap pemeluk agama tanpa terkecuali.


Di samping itu, ajaran masing-masing agama menyeru untuk terciptanya perdamaian dan terwujudnya keadilan untuk seluruh umat manusia. Kesemuanya sama-sama mengecam segala bentuk tindak kekerasan dalam mewujudkan tujuan.


Sarana


Dialog dengan sendirinya tidak akan mencapai hasil maksimal kecuali didasarkan pada kemauan dan keseriusan kedua belah pihak untuk sama-sama saling menghormati budaya dan mengakui hak asasi manusia secara sama. Terdapat sarana-sarana penting yang bisa menciptakan kondisi tersebut.


Pertama, pendidikan. Pendidikan berperan penting dalam mengubah stigma masyarakat terhadap suatu problematika. Kekeliruan cara pandang Barat terhadap Islam muncul disebabkan oleh ketidaktahuan atau kesengajaan pihak-pihak tertentu yang tidak menginginkan adanya hubungan harmonis antara Islam dan Barat.


Oleh karena itu, dibutuhkan sistem pendidikan yang bertujuan untuk menciptakan iklim saling memahami dan menghormati peradaban lain. Rancangan kurikulum pendidikan semestinya bukan bertujuan sebatas pengenalan terhadap peradaban dan kebudayaan masing-masing tetapi lebih jauh untuk menanamkan kesadaran pentingnya nilai-nilai kesamaan. Peradaban boleh berbeda tetapi kerja sama dan penghormatan kepada budaya lain harus dikembangkan.


Menghormati peradaban lain bukan berarti menerima atau menolak, tetapi mengenal dan memahami sikap, tujuan, dan kondisi pembentuknya, karena pada akhirnya peradaban adalah hasil karya manusia yang bertujuan untuk memperbaiki kehidupan dengan cara dan sarana yang berbeda-beda. Nilai-nilai seperti ini yang mesti ditanamkan pada semua level pendidikan.


Kedua, media (baik cetak atau elektronik). Arus globalisasi telah membuat dunia menjadi kecil. Semua peristiwa yang terjadi di berbagai belahan bumi dengan mudah bisa diakses. Media mampu menembus batas-batas ruang dan waktu. Pengaruhnya dalam membentuk opini umum sangat dahsyat. Bukti sederhana adalah isu Islamphobia yang selalu diembuskan media barat untuk memutarbalikkan fakta dan sejarah Islam.


Pendeskripsian Islam secara sepihak tentu bertentangan dengan budaya saling menghormati dan pengakuan terhadap HAM. Sudah sepatutnya Barat menata ulang sistem pemberitaannya terhadap Islam. Dan itu akan berjalan sesuai dengan tujuannya jika dikontrol dengan baik.


Ketiga, organisasi internasional. Peran organisasi internasional seperti PBB sangat dibutuhkan untuk menciptakan budaya saling menghormati antarperadaban. PBB bisa lebih mengefektifkan semua badan-badan di bawahnya seperti UNESCO untuk mempromosikan peran dan kontribusi berbagai peradaban dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat dunia. Sehingga, setiap peradaban layak dihormati dan pada waktu yang sama dijadikan sebagai sarana untuk menyebarkan perdamaian dunia.


Dialog antarperadaban bukan sekadar basa basi atau retorika formal. Tetapi bisa efektif apabila dibangun atas kemauan serius dari kedua belah pihak untuk mencapai perdamaian, keadilan, dan kesepahaman. Hal itu menuntut sikap kemanusian untuk menembus tembok-tembok fanatisme, kebencian, kekerasan, luka sejarah, dan kekeliruan persepsi.


Semua itu akan terealisasi dengan niat tulus dan kemauan serius dari kedua peradaban untuk bersama-sama saling memanfaatkan titik temu agar tercapai tujuan dan sasarannya. Keberhasilan dialog akan menentukan masa depan peradaban dunia. Jaminan perdamaian, stabilitas internasional, dan kerja sama yang erat terletak di pundak para pemimpin dan rakyat. Pada akhirnya, dialog diharapkan menjadi solusi dari krisis multidimensi yang mengganggu hubungan antarkedua peradaban.***


L. Supriadi

Penulis, mahasiswa program doktoral di Univ. Islam Omdurman Sudan. Sekarang berdomisili di Kairo Mesir.


Sumber: http://www.pikiran-rakyat.com/index.php?mib=beritadetail&id=20256

Rabu, 23 April 2008

Batu-Batu Bercahaya

Sabar adalah manusia got, begitu orang-orang menjulukinya. Sabar telah menyusuri semua sungai di kota ini,sungai yang mengalir dari hulu hingga sungai dan kalikali mati yang menyempit di balik gedung-gedung jangkung dan rumahrumah toko yang berjejal membuang segala kotoran.


Air dari sungai itu mengalir lambat pada tempat yang dangkal di selangkangan kakinya setiap hari, bau anyir dari lumpur menjadi makanannya paling bergizi.


Hari-hari Sabar menelusuri kali kecil dimulai dari belakang sebuah rumah sakit tua yang airnya berwarna hitam kehijauan, sampah kotoran rumah sakit itu dilempar sembarangan, jarum suntik berkarat pernah beberapa kali menghunjam kakinya,kapas dan perban penuh darah terkadang mengambang di permukaan kali, tapi di sinilah pertama dia mendapatkan rezekinya ketika ayakannya menjaring sepotong gigi palsu tua dari perak.


Hari demi hari ayakan Sabar yang berkarat meraup pasir bercampur batu, beling, dan sesekali potongan kuningan atau alumunium, yang lalu dikumpulkannya di karung. Sedikit demi sedikit benda-benda itu terkumpul hingga layak untuk ditukar menjadi rupiah ke pengepul besi bekas. Sabar senantiasa berharap mendapatkan barang berharga dari pekerjaannya, cincin atau giwang yang terbuat dari emas.


Tapi sampai kini dia tak pernah menemukan, kecuali pernah dulu dia mendapat anting-anting kecil yang biasa dipakai balita,terbuat dari emas muda,yang lalu dijualnya ke toko mas di sebuah pasar yang dihargai beberapa puluh ribu rupiah,itu adalah penghasilan terbesarnya sejak dia menjadi manusia got selain gigi palsu yang dia temukan saat pertama kali terjun di kali.


Lalu bertahun-tahun dia tak ingin berhenti membawa ayakannya turun ke kali,di bawah permukaan air hitam itu dia seperti melihat sesuatu yang bening bernama harapan bahwa suatu saat dia akan mendapat barang yang berharga selain potongan-potongan besi atau kuningan. Karena baginya, jika Allah menakdirkan untuknya rezeki, maka tak ada yang bisa menghalanginya.


Lagi pula yang diharapkan Sabar tak berlebihan,cukup untuk bisa pulang kampung membawa sekadar oleh-oleh dan beristirahat seminggu dua minggu tidak turun ke kali. Tapi adakah yang begitu ceroboh hingga benda berharga miliknya terjatuh, lalu dibawa air ke kali? Sungai-sungai atau yang biasa disebut kali yang merayap di tengah kepadatan penghuni kota terasa mengalir sabar seperti hidup yang dijalaninya, Sabar si pengayak got yang tekun dan teliti hingga sebiji peniti pun tak luput dari matanya.Apa yang sudah dia dapat memang tak ada artinya.


Potongan- potongan besi tanpa harga, sempalan benda-benda elektronik, barang- barang berkarat yang malah sangat berbahaya bila menusuk kakinya karena bisa menyebabkan tetanus. Tapi kesadaran menjadi orang yang sia-sia di rimba kota perlahan berhasil disingkirkannya jika tidak mendapatkan benda berharga seperti dalam angan-angannya. Kini dia sudah merasa cukup dengan potongan-potongan kuningan atau alumunium saja untuk dikumpulkan.


Dan menjadikan dirinya tawakal menjalani kehidupan. Hal yang selalu disukuri Sabar pula adalah inayah Allah yang selalu membimbingnya untuk tak pernah berhenti bersujud. Bila sudah terdengar azan,Sabar pasti akan menghentikan pekerjaannya itu,dia akan mencari tempat salat untuk berjamaah.Sabar tak pernah berani meninggalkan salat walau satu waktu pun.


Sebelumnya dia akan berwudu sesempurna mungkin, dia sadar seharian dirinya berkubang di aliran limbah pekat, dibenamkan oleh najis. Air yang mengalir di kali bisa jadi air bekas mencuci daging babi, atau bekas mandi dua orang penzina di losmen tempat pelacur murahan menanti lelaki hidung belang, sedangkan air kali itu saja sudah jelas-jelas adalah kotor dan najis.


Orang-orang menjulukinya manusia got, bahkan ketika dia sudah berada di dalam masjid. Satu dua orang yang mengenal siapa dirinya berbisikbisik seolah dia tak pantas berada di antara orang-orang di masjid.Memang rasanya aneh,kokmanusia yang keluar dari got bisa menjalankan salat.


Ketika dia salat menghadap Tuhannya, dia pasrah akan dirinya sebagai hamba, dia berdoa demi akhirat dan memohon suatu hari nanti bisa pulang kampung membawa oleh-oleh untuk anak dan istrinya yang sudah hampir sepuluh tahun tak pernah di-jenguknya, benda-benda yang didapatnya selama ini pun hanya untuk makan demi menyambung hidupnya sendiri,tak bisa dibelikan tiket kereta api pulang ke kampungnya,konon pula membeli oleh-oleh.


Sabar merasa dirinya begitu dekat dengan-Nya, hidayah yang mungkin tidak dimiliki banyak orang yang selalu berada di tempat yang bersih dan nyaman. Allah menuntunnya ke jalan yang dibentangkan-Nya, jalan yang penuh cahaya. Dia bersujud,memuji dan menyebut nama-Nya dengan ikhlas dan sabar.


Orang-orang yang mengenal dirinya boleh saja risi melihatnya berada di masjid, walau dia selalu menyembunyikan dirinya di pojok belakang,di balik tiang-tiang selasar atau di samping rak sepatu agar tak terlihat oleh orang yang mengenali dirinya. Sabar selalu ingat akan sebuah khotbah Jumat suatu hari di masjid besar di pinggiran kota, bahwa salatlah yang membedakan orang-orang mukmin dan orang-orang kafir.Orang yang tidak salat lebih hina dari seekor anjing.


Siapa yang mendirikan salat berarti dia menegakkan agama Allah. Amal wudu dan salat orang-orang yang beriman akan naik ke langit berupa cahaya-cahaya mahaindah,kemudian para malaikat yang melihat cahaya itu bertanya-tanya heran. “Cahaya indah apakah itu?” “Hai para malaikat berbarislah! Ini adalah cahaya seorang mukmin yang sedang salat menghadap-Ku! Muliakanlah dia!” Sabar sangat yakin dia memiliki cahaya-cahaya mahaindah itu.


Sabar adalah manusia berkubang najis, terik matahari memanggang tubuhnya setiap hari. Allah dan bala tentara malaikatnya telah lama melihat Sabar tersaruk-saruk melata di arus kali hitam yang berkelok-kelok merayapi tubuh kota demi mempertahankan hidup dan salatnya, dia tidak memakan uang yang haram. Tubuhnya makin menua dan lelah, tak satu hari pun dia berhenti sujud dengan memuji selalu nama-nama-Nya yang maha agung dan indah.


*** Di sebuah kali yang dangkal dengan air kecokelatan, sehabis banjir yang cukup besar melanda kota menjadikan hari ini kali sedikit bersih dari sampah. Sabar berharap mendapatkan banyak rezeki yang dibawa arus dari hulu.


Dia terus mengayak sejak pagi hari,beberapa potongan alumunium dan tembaga didapatkannya. Sendok, garpu dan potongan-potongan kabel seperti biasa bermunculan.Hingga dia kelelahan dan harus beristirahat. Sabar yang menua sangat cepat lelah kini. Dia tertidur di bawah sebuah pohon di pinggir sebuah got yang melintangi hiruk-pikuk kota.


Tubuhnya teronggok dibuai mimpi…. Tiba-tiba muncul sesosok makhluk dari atas pohon yang melindungi Sabar dari terik matahari, makhluk itu tersenyum membangunkan Sabar dan berkata: “Hai Sabar… aku diperintahkan Allah mengangkat sebuah tempat air bekas tentara kompeni yang lama terpendam di lumpur. Di dalam tempat air itu banyak permata dan mutiara berharga yang disembunyikan pemiliknya, dia seorang tentara Belanda yang licik dan serakah.


Dia sudah lama mengumpulkan benda-benda berharga yang didapatnya dari sultan-sultan dan orang-orang bermata sipit, dia ingin membawanya jika dia pulang ke negerinya, tapi pecah perang hebat. Kapten itu terluka di jalan dan membuang tempat air itu ke sungai untuk suatu saat akan diambilnya kembali, tapi dia keburu mati.Tempat air itu kemudian kami kuasai dan kami sembunyikan dari pandangan manusia… Hingga Allah mengizinkannya untukmu….” Sabar tetap tertidur…. “Hai Sabar… nyenyak sekali tidurmu.


Kini kau begitu tua dan kurus, Allah mengizinkan benda itu untuk kau miliki….” Lalu makhluk yang membisikkan itu mengguncang guncang tubuh sabar hingga sabar terbangun.Sabar tersentak, dia merasa malaikat baru saja berkata dengan marah dan meniupkan angin kencang ke telinganya bahkan sampai mengguncang-guncang tubuhnya.


Sabar langsung istigfar berkali-kali.Rupanya bayangan matahari sudah memanjang bertanda waktu zuhur telah lama lewat. Sabar bersyukur malaikat telah berbaik hati membangunkannya walau dengan cara yang kasar dan marah-marah. Sabar bergegas ke masjid dan sepanjang jalan masih terus istigfar mohon ampun karena menyesal telah keenakan tidur hingga telinganya tak menangkap lantunan azan.


*** Beberapa hari kemudian, dalam bimbingan malaikat, ayakan Sabar menyentuh benda yang keras dan berat, dia berusaha mengayak lebih dalam mengangkat benda itu,setelah diangkat ke permukaan, tampaklah sebuah tempat air yang biasa dipakai tentara, tempat air itu bertuliskan bahasa asing yang tidak dia mengerti, kecuali tahun dan tanggal yang sudah tertinggal begitu jauh di belakang.


Entah kenapa kali ini Sabar merasa jantungnya berdebar kencang memerhatikan benda yang didapatnya, segera dimasukkannya tempat air yang berat itu ke dalam karungnya,lalu dia cepat meninggalkan kali dan pulang. Di gubuk liar sewaannya, terus dengan dada berdebar dia membuka tutup tempat air tentara yang sudah berkarat itu dengan susah payah, dia harus memukul dan memalu benda itu berkali kali dengan martil hingga tetangga-tetangga di kiri kanan gubuknya berteriak-teriak agar Sabar menghentikan pekerjaannya itu.


Sabar tak peduli, dia sungguh tak sabar ingin mengetahui benda apa yang ada di dalam tempat air itu. Dan ketika tutup itu akhirnya terbuka, Sabar segera mengeluarkan isinya, suaranya bagaikan pasir dan kerikil yang dicurahkan. Sabar tercengang tak percaya, permata dan mutiara berkilauan beraneka cahaya terhampar di tangannya.


Dia teringat tentang khotbah Jumat yang pernah didengarnya bahwa amal wudu dan salat orang-orang beriman akan naik ke langit berupa cahaya- cahaya maha indah. Mungkinkah cahaya amal wudu dan salatnya telah berubah menjadi batu-batu bercahaya…?


GANDA PEKASIH

gandapekasih@yahoo.com

Menulis cerpen, novel, dan skenario. Bukunya yang best seller berjudul Cinta Wanita Berhati Cahaya. Saat ini tinggal di Jakarta.


Sumber: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/cerpen-puisi/batu-batu-bercahaya-3.html

Aku Menyerah pada Kelemahanku

cintaku kandas diterpa badai

sisakan puing-puing harapan

bergetar dalam labirin hatiku

semaikan benih-benih keikhlasan

mengakar di taman jiwaku


kini aku tahu

aku bukanlah pangeran untukmu

aku hanyalah hamba-Nya yang lemah

tak memiliki apapun kecuali segenggam harapan

yang kusimpan dalam ruang batinku


namun harapan itu telah sirna

terbawa angin kepastian

menumbuhkan keikhlasan yang telah mengakar

aku menyerah pada kelemahanku

Selasa, 22 April 2008

Ke Makkah, Ketika Hotel-Hotel di Sekitar Masjidilharam Dibongkar (2-Habis)

Para Jamaah pun Kehilangan Tempat Belanja Lebih dari Separo

Banyaknya hotel yang dibongkar di sekitar Masjidilharam membuat hotel yang masih berdiri jual mahal. Mereka memasang tarif hingga dua kali lipat daripada harga biasanya kepada para jamaah. Berikut lanjutan laporan wartawan senior Jawa Pos ANAS SADARUWAN.


Ketika berjalan-jalan menyaksikan sejumlah hotel yang sudah dirobohkan di sekitar Masjidilharam, saya menuju ke Hotel Sofitel. Musim haji tahun lalu, hotel ini berganti nama menjadi Makkah Royal.


Hotel bintang empat itu terletak di ujung tempat sai, yakni di Marwa. Bahkan, hotel itu dihubungkan dengan jembatan yang terletak di tempat sai lantai dua.


Kamar-kamar Makkah Royal cukup bagus. Restorannya di lantai 10 juga cukup luas. Sambil makan di sana, kita bisa melihat Kakbah dari atas. Banyak penyelenggara umrah dan haji khusus yang memakai hotel tersebut.


Manajemen hotel itu sebenarnya masih menawarkan kamar untuk musim haji tahun depan. Tapi, pemerintah keburu memutus aliran listriknya. Ini tanda bahwa hotel tersebut juga bakal dihancurkan.


Di sekitar Makkah Royal, masih banyak hotel kecil. Misalnya, Hotel Huda. Semua bernasib sama.


Di depan Makkah Royal, ada jalan bernama Ghararah. Di jalan itu banyak terdapat hotel besar. Misalnya Buruj Elaf, Hotel Marwa, dan Golden Palace.


Ketika saya ke sana, listriknya juga sudah diputus. Termasuk puluhan hotel kecil dan toko-toko di sekitarnya. Saya terus berjalan ke utara, menjumpai hotel bernama Sofwah Palace. Ternyata, listriknya masih menyala, juga masih menerima tamu. Dari Masjidilharam ke hotel ini, jaraknya sekitar 600 meter.


Dengan dibongkarnya kawasan Jabal Kakbah, Subaikah, Syamiah, Ghararah, dan Pasar Seng, para jamaah kehilangan tempat belanja lebih dari separo.


Hotel Daruttauhid Intercont, Hilton Tower, Hotel Hilton, hotel baru Zam Zam Tower memang masih berdiri kukuh. Termasuk ratusan hotel ke arah selatan dan timur.


Hotel-hotel dan toko-toko di daerah itu saat ini ketiban rezeki nomplok karena para penyelenggara umrah dan haji khusus kelabakan mencari hotel setelah pembongkaran. Hotel-hotel kecil yang dulu tidak pernah ditempati jamaah umrah Indonesia kini jual mahal. Mereka merasa dibutuhkan. Sebelumnya, harga per kamar di hotel-hotel kecil itu rata-rata 100 real per hari. Kini, melonjak menjadi 150 real. Bahkan, ada yang menaikkan harga sampai dua kali lipat.


Para pedagang yang kawasannya dibongkar tidak bisa begitu saja pindah ke tempat lain. Mereka terpaksa berhenti berdagang. Begitu juga karyawan atau pegawai ratusan hotel yang dibongkar. Di balik itu semua, tampaknya, Pemerintah Kerajaan Arab Saudi mempunyai rencana besar jangka panjang.


Di sekitar Masjidilharam mungkin akan dijadikan kawasan yang bersih dan luas. Kalau toh ada bangunan, barangkali bangunan itu akan ditata rapi dan terencana, seperti kawasan di sekitar Masjid Nabawi, Madinah, sekarang.


Masjid Nabawi sebelum diperluas dulu banyak pedagang yang jualan di sekitarnya. Ada kesan kumuh. Pada masa Raja Fahd, Masjid Nabawi disulap menjadi masjid yang tercantik di seluruh dunia.


Dibatasi halaman masjid yang luas, barulah ada bangunan hotel-hotel besar yang tertata rapi. Banyak jamaah yang saya dampingi kerasan di Masjid Nabawi karena sangat indah dan cantik. "Saya jatuh cinta," kata salah seorang di antara mereka.


Kawasan Masjidilharam bukan hanya sekarang saja diperluas. Pada zaman Raja Fahd, Masjidilharam sudah diperluas dengan menambah dua menara dan pintunya dinamakan Pintu Malik Fahd. Tempat ini dulu adalah terminal bus. Sekarang menjadi kawasan Masjidilharam yang ber-AC.


Raja Abdullah bin Abdul Aziz al-Saud, pengganti Raja Fahd, tampaknya, mempunyai rencana besar jangka panjang.


Barangkali karena jamaah haji dan umrah dari seluruh dunia setiap tahun terus bertambah, fasilitas pelayanan juga harus diperbesar dan diperluas. Lokasi pelemparan jumrah misalnya. Tempat yang dulu hanya dua tingkat dan sering terjadi kecelakaan itu langsung dibongkar habis, kemudian dibangun kembali dan direncanakan menjadi empat tingkat.


Tiang jumrah, yang dulu kecil, sekarang diganti lebih besar dan lebar sehingga para jamaah haji tidak perlu berjubel di satu titik yang sempit. Dua tahun ini, pembangunan tempat jumrah terus berjalan dan belum selesai.


Banyak orang bilang, manajemen tempat pelemparan jumrah pada musim haji tahun lalu paling sukses. Karena jamaah bisa melempar dengan aman, diatur rapi sedemikian rupa, sehingga yang pergi dan yang pulang tidak berpapasan.


Tempat sai juga berubah. Di samping tempat sai yang lama, secara berdampingan dibangun tempat sai baru tiga tingkat.


Tempat sai yang lama sekarang dibongkar. Di tempat sai yang lama, di Safa dan Marwa, ada bukit kecil atau gundukan batu yang dimelamin sebagai tanda bahwa tempat itu adalah Bukit Safa dan Marwa.


Tapi, di tempat sai yang baru, bukit batu itu tidak ada lagi. Dibongkar dan dibangunnya kembali tempat sai yang lama, boleh jadi, akan digabung dengan tempat sai yang baru, sehingga perluasan tempat sai itu bermakna sebagai antisipasi bertambahnya jamaah haji dan umrah dari seluruh dunia.


Mungkin saja tempat sai yang lama dan yang baru masing-masing menjadi satu arah.


Dengan perubahan tempat sai itu, mungkin akan timbul pertanyaan, apakah sah bersai di tempat yang baru itu? Apakah masih bisa dikatakan bersai di antara Bukit Safa dan Marwa? Barangkali, pemerintah Arab Saudi sudah mempunyai alasan yang kuat untuk itu.


Masjidilharam yang di tengahnya ada Kabah memang terletak di sebuah lembah yang diapit oleh gunung batu.


Dalam perkembangannya, untuk menampung jamaah yang terus bertambah, orang kemudian membangun hotel di bibir-bibir gunung batu itu. Bertambah tahun, bertambah berjubel.


Lima tahun lalu, ratusan hotel di bibir Jabal Umar di sebelah kiri Hotel Daruttauhit Intercont, arah ke Misfalah, sudah dirobohkan. Dengan demikian, Jabal Umar, yakni gunung batu yang besar itu, terus digempur untuk diratakan dengan tanah.


Karena besar dan luasnya Jabal Umar, sampai saat ini penggempuran terus berjalan dan belum selesai. Dengan dibongkarnya hotel-hotel di bibir Jabal Umar, sekarang ditambah lagi dengan dirobohkannya hotel-hotel di kawasan Subaikah, Syamiah, Ghararah, dan Pasar Seng, maka jumlah hotel di Makkah berkurang drastis.


Pembangunan kembali kawasan tersebut, kabarnya, menunggu gunung-gunung batu itu digempur dan diratakan dengan tanah. Nanti kawasan sekitar Masjidilharam akan tampak sangat luas dengan gedung-gedung yang besar, indah, dan tertata dengan sempurna. Masjidilharam berada di tengah-tengahnya.


Dengan demikian, rencana besar Raja Abdullah sebagai Khadimul Haramain (pelayan dua Tanah Suci, Makkah dan Madinah) akan terealisasi dengan sempurna.


Makkah benar-benar berubah secara fisik. Besar-besaran dan radikal. Selamat tinggal kekumuhan. Selamat datang kebersihan dan ketertiban.


Tinggal para jamaah haji yang harus menyesuaikan diri. Dengan begitu, upaya pembersihan dan penertiban tersebut tidak bertepuk sebelah tangan hanya karena sikap jamaah haji yang kurang rapi dan kurang tertib. (kum)


Sumber: http://www.jawapos.com/index.php?act=detail&id=10351

Ke Makkah, Ketika Hotel-Hotel di Sekitar Masjidilharam Dibongkar (1)

Tak Berbekas, Restoran Sate di Kawasan Syamiah

Pemerintah Kerajaan Arab Saudi dalam bulan ini kembali melakukan pembongkaran besar-besaran di sekitar Masjidilharam, Makkah. Sejumlah hotel dirobohkan. Tak kecuali Pasar Seng yang sangat terkenal itu. Berikut laporan wartawan senior Jawa Pos Anas Sadaruwan yang baru saja mendampingi jamaah umrah dari sana.


Bagi jamaah asal Indonesia, nama Pasar Seng sangatlah populer. Lokasinya di ujung tempat sai. Dari Marwah, belok kanan sedikit. Pasar Seng sebenarnya sebuah gang panjang yang di atasnya dipasangi atap seng.


Di tempat inilah dijual berbagai macam oleh-oleh jamaah haji, mulai kurma, tasbih, kacang Arab, surban, minyak wangi, kopiah, minyak zaitun, kerudung, perhiasan emas, hingga barang-barang elektronik.


Tapi, sekarang pasar yang sangat terkenal itu sudah tak ada lagi alias sudah rata dengan tanah. Seluruh bangunannya sudah dirobohkan. Bukan hanya pertokoan dan pasar yang dibongkar. Bangunan lain di sekitarnya, baik hotel kecil maupun hotel sebesar Sheraton, dalam proses dihancurkan.


Ketika saya umrah 10 April lalu, Hotel Sheraton masih utuh. Namun, sudah mulai berbenah. Tampak kesibukan luar biasa di hotel itu. Banyak pekerja mengangkuti barang-barang yang masih dianggap berharga.


Masjid Kucing dan Hotel Soraya, yang juga berdekatan dengan Pasar Seng, masih terlihat menyala lampunya dan masih digunakan. "Di musim haji tahun ini, masih bisa dipakai, setelah itu wallahu alam," kata manajer Hotel Soraya, yang keberatan menyebutkan namanya.


Pasar Seng bagi jamaah haji Indonesia memang penuh kenangan. Di sinilah banyak berdiri warung sederhana masakan Indonesia. Mulai gule kambing, soto, dan rawon yang rata-rata enak. "Di atas wilayah itu terdapat kamar-kamar yang disewakan untuk jamaah. Saya pernah menyewa di situ ketika umrah pada Ramadhan," cerita Munif Basuni, salah satu jamaah umrah asal Indonesia.


Jamaah haji atau umrah yang mendapat penginapan di kawasan tersebut, ketika menuju Masjidilharam memang harus melewati Pasar Seng dan melintasi tempat sai.


Tempat sai sekarang juga berubah. Saat ini sudah dibangun tempat sai yang baru lagi, yakni tiga tingkat di samping tempat sai lama. Sedangkan tempat sai yang lama sudah dibongkar dan akan dibangun kembali tiga tingkat. Kabarnya, dua tempat sai tersebut akan digabung, masing-masing menjadi satu arah.


Bagaimana Hotel Makkah yang terkenal itu? Tiga tahun lalu hotel ini direnovasi dan berganti nama menjadi Grand Makkah.


Dulu, sebelum hotel-hotel baru yang berbintang empat dan lima muncul, Hotel Makkah menjadi rebutan penyelenggara Haji Plus. Meski kelasnya bintang satu, karena tempatnya persis di sebelah Masjidilharam, lokasi hotel tersebut sangat strategis. Sebentar lagi hotel yang sudah direnovasi itu pun harus roboh. Ketika saya ke sana, terlihat kaca-kaca jendela sudah dicopoti dan barang-barang yang dianggap masih berharga sudah diambili.


Begitu strategisnya hotel tersebut, sehingga jamaah yang menginap di sana, sering baru mau keluar dari kamar kalau mulai mendengar azan. Bahkan, banyak jamaah yang baru turun untuk ikut salat di Masjidilharam setelah iqomah dilantunkan. Jaraknya memang dekat, hanya 50 meter.


Malah ada juga jamaah yang "berani" ikut salat jamaah cukup di kamar. Kebetulan kamar mereka menghadap Masjidilharam dan dari dalam kamar bisa melihat Masjidilharam.


Ada satu hotel lagi yang posisinya seperti Hotel Makkah. Yakni, Hotel Qurtuba, yang jaraknya hanya 20 meter dari Masjidilharam. Saya punya kenangan menarik dengan hotel tersebut. Di hotel itulah saya untuk kali pertama menempatkan enam jamaah haji plus pada 1995. Hotel itu pun pasti akan dirobohkan juga.


Di deretan tak jauh dari Qurtuba, masih ada Hotel Zahret, Hotel Darkum, Hotel Talal, Hotel Firdaus Umrah, Hotel Firdaus Makkah, dan banyak lagi. Saya melihat sendiri, 12 April lalu, sebuah alat berat mulai membongkar Hotel Firdaus Makkah. Hotel-hotel lain, seperti yang saya saksikan, juga mulai dikosongkan dan listriknya juga sudah dipadamkan.


Saya kemudian masuk Jl Subaikah, yakni dari Hotel Makkah arah ke kanan sekitar 100 meter. Di jalan ini biasanya ramai orang berjualan berbagai oleh-oleh, makanan, dan beberapa tempat penukaran uang. Juga ada puluhan hotel di jalan ini, mulai yang kecil sampai yang besar.


Namun, ketika saya ke sana, toko-toko dan kios-kios makanan sudah kosong melompong. Demikian juga hotel-hotel itu banyak yang dirobohkan. Debu-debu pun beterbangan.


Salah satu yang sudah dirobohkan adalah Hotel Ibadur Rahman. Pemiliknya asal Sumbawa yang sudah menjadi warga negara Arab Saudi. Saya pernah menempati hotel itu ketika berhaji pada 1995. Hotel Sahah Karim yang baru setahun direnovasi, juga berada di Jl Subaikah. Hotel ini berbintang empat, dan sebenarnya juga baru saja direnovasi. Hotel ini pun, ketika saya ke sana, juga sudah dikosongkan dan segera dirobohkan.


Mungkin di antara para jamaah Indonesia juga tahu di mana letak Hotel New Safa. Jaraknya relatif dekat dengan Masjidilharam, sekitar 60 meter. Hotel ini berada di Jl Syamiah. Kalau dari arah Hotel Makkah, berjalan ke kiri sekitar 80 meter, ada jalan arah ke barat. Inilah Jalan Syamiah. Ratusan hotel berada di jalan itu. Mulai Hotel Asia, Hotel Rawabi, dan yang paling ujung adalah Hotel Al-Safa. Kini hotel-hotel itu sudah rata dengan tanah.


Sebelumnya, ketika kita berjalan di jalan itu, suasananya dingin karena sinar matahari terhalang oleh bangunan hotel yang tinggi-tinggi. Sekarang di kanan-kiri jalan tampak tumpukan puing-puing reruntuhan hotel. Debu-debu pun beterbangan karena alat-alat besar sedang membongkar puing-puing dan mengangkut keluar dengan truk-truk besar.


Saya teringat pada 1997, jamaah yang saya dampingi menempati Hotel Al- Safa. Hotel ini jaraknya sekitar 600 meter dari Masjidilharam. Hotel ini cukup besar meski kamarnya biasa-biasa saja. Tapi, liftnya banyak.


Di hotel inilah seorang jamaah saya meninggal dunia dan dimakamkan di Makkah. Hotel ini memang belum dibongkar, tapi listrik sudah mati dan sudah dikosongkan, siap dirobohkan. Ternyata batas pembongkaran bukan di Hotel Al Safa saja. Di sebelah baratnya hotel-hotel yang lain sudah mati listriknya. Diperkirakan pembongkaran sampai jarak 900 meter dari Masjidilharam.


Saya punya langganan tempat makan sate, namanya Restoran Buyung. Sate daging sapi di tempat itu rasanya sangat enak. Apalagi ada kuah panas, dicampur daun bawang. Yang paling mengesankan adalah sambalnya, sangat pedas. Ketika umrah 12 April lalu, saya kehilangan tempat itu karena berada di kawasan Syamiah.


Ayam panggang, misalnya, di mana-mana ada. Tapi, ayam panggang di Jalan Syamiah itu rasanya beda. Bumbunya merasuk ke dalam, agak pedas. Belum lagi ausolnya yang empuk. Ausol adalah sate kambing yang dagingnya besar-besar dan tusuknya dari besi. Semua itu juga tidak ada lagi. Jalan Syamiah, selamat tinggal. (bersambung/kum)


Sumber: http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_c&id=337477