Rabu, 14 Mei 2008

Selebaran Bocah Bintang Berusia 13 Tahun yang Berujung Laporan Pidana

Iseng Bikin Tertawa, Malah Bikin Murka Pengelola Sekolah

Hanya karena terlalu kreatif dan kerap berimajinasi saat menulis, seorang bocah 13 tahun yang duduk di kelas dua madrasah tsanawiyah (SMP) kini jadi tersangka. Kasus "jurnalis cilik" yang aktif bikin buletin ini sedang ditangani Polres Malang, Jawa Timur.


MARDI SAMPURNO, Malang


BINTANG sekilas seperti anak-anak pada umumnya. Status tersangka tak membuat dirinya murung. Dia terlihat ceria dan gemar berceloteh tentang apa saja yang diamati.


"Wah, masuk koran. Bisa terkenal dong," ujarnya sambil mengulurkan tangan kepada Radar Malang (Grup Jawa Pos) di rumahnya, Kompleks Perum Persada Bhayangkara, Singosari, Malang, Minggu (11/5) lalu.


Khoirul Abadi, 44, ayah Bintang, yang ikut mendampingi langsung merespons sikap anaknya. "Katanya ingin jadi wartawan. Nah ini ada orangnya," kata bapak tiga anak yang sehari-hari menjadi dosen di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu.


Menurut Khoirul, anak pertamanya itu memang bercita-cita menjadi wartawan. Tak heran jika selama ini banyak karya tulis asal-asalan yang berbau karya jurnalistik.


Lihat saja buletin mini karyanya yang diberi nama Korap Cak! yang merupakan singkatan Korane Wong Sarap (Korannya Orang Gila, Cak). "Entah apa maksudnya. Yang jelas, itu sekadar ungkapan tanpa makna yang menunjukkan kreativitasnya," ujar Khoirul.


Buletin ini sudah dibuat dua edisi. Isinya kumpulan esai dan tempelan guntingan gambar foto yang diambil dari koran atau majalah. Buletin tersebut dibikin bocah yang hobi main sepak bola itu dari kertas sisa milik ayahnya yang tak terpakai.


Dari buletin itu, terlihat Bintang memang superkreatif dan lucu. Halaman depan salah satu buletin menampilkan guntingan foto pejabat sedang berceramah di depan warga. Pada teks foto diberi tulisan HANYA BENGONG: Pakde Yit ngapusi wong-wong. Sedangkan judul berita tersebut adalah Pakde Ngapusi? Inti beritanya, Pakde Yit sedang berpidato di depan warga dan para perangkat desa, karena sebentar lagi mereka bakal mendapat bantuan langsung tunai (BLT) dari pemerintah. Namun, saat itu warga sedang membutuhkan fasilitas mandi cuci kakus (MCK). Karena tak sesuai keinginan warga, Bintang menilai Pakde Yit ngapusi (membohongi, Red) warga.


Di buletin itu juga tak lupa dicantumkan acara stasiun televisi yang diberi nama "Duren TV". Acara favorit pukul 04.00-05.00 adalah kejatuhan durian (ketiban duren). Lalu, pukul 05.00-06.00 dilanjutkan acara makan durian.


Hal serupa ditunjukkan di rubrik olahraga. Dia memasang gambar mobil balap F-1 yang dikendarai Felipe Massa. Dalam gambar itu Felipe Massa membuka sedikit helmnya. Dari gambar itu, teks foto berbunyi mobil Felipe sedang mogok dan pengemudinya mencoba menyembuyikan rasa malu dengan membuka sedikit kaca helmnya.


Dalam isi beritanya, pengemar busana T-shirt itu melakukan wawancara imajiner dengan pembalap asal Brazil tersebut di Australia. Salah satu kutipannya "My car is very bad!" ungkap Felipe, saat ditemui tim Korap Cak di Australia.


Buletin itu juga dibumbui iklan versinya, baik iklan lowongan maupun iklan jasa. Bahkan, dia membuat 10 peribahasa yang dipelesetkan.


Contohnya: Air susu dibalas dengan airmail = Kebaikan sesorang dibalas dengan surat; Ma’lu bertanya ma’gue yang jawab = Ibumu tanya, ibuku menjawab; Nasir sudah menjadi tukang bubur = Nasir sudah dapat kerja; dan serigala berbulu ayam = Serigala terkena kutukan.


Karena kreativitasnya itu, Bintang yang kini kelas II Madrasah Tsanawiyah (MTs) 1 Malang didapuk menjadi pengurus majalah sekolah. "Saya sudah mengisi satu kali tulisan tentang tokoh-tokoh wanita penting di Indonesia. Sedianya bulan depan baru terbit," kata Bintang. Bahkan, karena kepiawaiannya itu pula, dia kerap meraih peringkat 10 besar di kelasnya.


Disinggung tentang ulah usilnya menulis dua selebaran dari kertas kalender yang ditempel di gerbang sekolah Bani Hasyim (lokasinya berdekatan dengan rumahnya di Perum Persada Bhayangkara, Singosari) yang membuat dia jadi tersangka, Bintang mengaku menyesal. "Saya harus banyak mengendalikan diri saya. Saya salah dan minta maaf kepada Pak Aji (Aji Dedi Mulawarman, pengelola sekolah Bani Hasyim)," katanya.


Isi selebaran usilnya adalah pengumuman bahwa gedung sekolah itu dijual. Lalu, di selebaran lain ditulis "Dicari" yang diikuti nama anak Aji Dedi Mulawarman.


Menurut dia, saat membuat selebaran pada siang 24 Februari lalu itu tak ada sedikit pun niat untuk mengejek atau mempermalukan sekolah. Dengan tulisan itu, dia berharap bisa membuat teman-temannya tertawa. "Saya hanya ingin dua teman saya (diajak saat menempelkan selebaran) tersenyum melihat tulisan itu," katanya.


Meski sudah menjadi tersangka, Bintang mengaku tak bersedih. Kata dia, kedua orang tua dan teman-teman sekelasnya membesarkan hatinya kalau sekarang sedang diuji. "Saya harus lulus menghadapi ujian ini," katanya lirih.


Ada satu hal yang ditakutkan jika kelak dia menghadapi persidangan. Dia mengaku grogi saat duduk di kursi pesakitan sebagai terdakwa. "Yang pasti rasanya berbeda ketika duduk di bangku sekolah atau bangku di rumah. Katanya kursinya jika diduduki rasanya panas," katanya.


Sang ayah, Khoirul, mengakui bahwa anak pertamanya itu memang terlihat berbeda dengan beberapa teman sepermainannya. Sejak duduk di bangku madrasah (SD), dia sangat kritis. "Dia selalu bertanya tentang apa yang dilihat," jelasnya.


Jika tak puas, dia mencoba membuktikannya sendiri. "Pokoknya mirip wartawan, banyak tanya dan selalu ngeyel untuk mempertahankan argumennya. Karena itu, kami sempat kewalahan mengarahkannya," kata Khoirul.


Bocah yang gemar membaca novel ini selalu meluangkan sebagian waktunya untuk membuka internet. "Kemungkinan dari situlah dia banyak tahu tentang informasi terkini. Termasuk kemampuan berimprovisasi yang membuat dia jauh dari anak-anak seusianya," tambahnya.


Khoirul menyadari peristiwa yang menimpa anaknya kali ini cukup berat. Namun, dia mencoba mengambil hikmah dari semuanya. Khoirul berjanji mengawasi serta mengarahkan anaknya agar tidak mengulangi perbuatannya.


Kasus Bintang yang dilaporkan Aji Dedi Mulawarman dengan pasal pencemaran nama baik itu kini ditangani Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Malang. Dalam waktu dekat kasusnya dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Kepanjen, Malang.


Berbagai upaya damai sudah dilakukan keluarga Bintang. Namun, Aji Dedi dan Sekolah Bani Hasyim tetap melanjutkan proses hukum ke kepolisian. Mengapa tega memerkarakan anak kecil? Maskur SH, penasihat hukum pelapor, mengatakan, kasus itu tak bisa dianggap sepele. Sebab, hal itu sudah dilakukan beberapa kali.


Kata dia, tersangka harus diberi pembelajaran agar tak mengulangi perbuatannya. "Langkah hukum adalah langkah yang tepat untuk memberi pembelajaran," katanya. (el)


Sumber: http://www.jawapos.com/index.php?act=detail&id=10463

Sabtu, 10 Mei 2008

Eksekusi Amrozi Cs Pulau Nusakambangan

Ritonga: Persiapan Sudah 90 Persen

JAKARTA - Persiapan eksekusi tiga terpidana mati kasus bom Bali, Amrozi, Imam Samudra, dan Ali Ghufron alias Muklas, terus dimatangkan. Kejaksaan telah meminta penetapan Departemen Hukum dan HAM (Depkum HAM) soal lokasi eksekusi di luar Pulau Bali, yakni Pulau Nusakambangan yang merupakan wilayah Kejari Cilacap.


"Kejati Bali minta (eksekusi) dilaksanakan Kejati Jawa Tengah, tepatnya di (wilayah Kejari) Cilacap," kata JAM Pidana Umum Abdul Hakim Ritonga usai salat Jumat di Masjid Baitul ’Adli, Kejaksaan Agung (Kejagung), kemarin (9/5).


Menurut Ritonga, permintaan tersebut dilayangkan beberapa waktu lalu. Namun, hingga kemarin, Menkum HAM Andi Mattalatta belum memberikan jawaban. "Kami masih menunggu," ujar mantan kepala Kejati (Kajati) Sulsel itu.


Ritonga menegaskan, kejaksaan sengaja tidak memilih Pulau Dewata sebagai lokasi eksekusi Amrozi dkk dengan banyak pertimbangan. Salah satu di antaranya, pertimbangan keamanan. "Yang lain, saya nggak bisa jelaskan. Bukan aku tidak tahu, aku tahu. Tetapi, tidak semua (pertanyaan) perlu dijawab," jelas Ritonga.


Menurut Ritonga, kejaksaan kali ini serius menyiapkan eksekusi. "Rasanya sudah hampir, ya 90 persen lah," terang jaksa bintang dua itu.


Dia menambahkan, kejaksaan hanya tinggal menunggu penetapan Depkum HAM soal lokasi eksekusi. "Selain itu, kami perlu penetapan MA (Mahkamah Agung) atas pencabutan PK (peninjauan kembali) kedua oleh tim pengacara (Amrozi dkk)," bebernya.


Soal izin menikah Amrozi dkk, dia enggan menjawab. Dia khawatir pernyataannya menimbulkan berbagai kontroversi. "Nggak, lah. Aku nggak mau ngomong," ujarnya.


Sumber koran ini menyebutkan, kejaksaan tidak keberatan atas keinginan Amrozi untuk melangsungkan nikah siri dengan mantan istrinya, Siti Romlah, 12 Mei. "Dia boleh-boleh saja menikah," ujar sumber koran ini kemarin. Itu sekaligus menguatkan pernyataan Wakil Jaksa Agung Muchtar Arifin yang menyatakan, pernikahan Amrozi merupakan haknya sehingga tidak boleh dihalang-halangi.


Sebelumnya, anggota pengacara TPM (Tim Pembela Muslim) Achmad Michdan mengatakan kesulitan mendapatkan izin menikah kliennya. Kadiv Pemasyarakatan Depkum HAM Jawa Tengah ternyata tidak memberikan lampu hijau untuk rencana pernikahan tersebut. Alasannya, pernikahan itu dikhawatirkan mengganggu keamanan. (agm/tof)


Sumber: http://www.jawapos.com/index.php?act=detail&id=10445

Minggu, 04 Mei 2008

Ketiadaanku

Sekarang ini aku tidak bisa aktif online seperti dulu. Selain sibuk karena perkerjaan, juga tidak ada lagi koneksi gratis.

Makasih buat semua teman-teman yang telah banyak memberikan inspirasi buat hidupku. Dari kalian aku bisa belajar lebih banyak tentang arti hidup ini. Cieee...

OK. Maafin atas segala kesalahanku, candaan yang berlebihan. Maafin ya... (maksa ceritanya).

Take care all and keep fight!

Rabu, 30 April 2008

MK Tolak Permohonan Uji Materiil UU Perfilman

Pro kontra mengenai keberdaaan lembaga sensor film yang dianggap pelaku perfilman mengekang kebebasan berekspresi akhirnya selesai. Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak permohonan uji materiil terhadap pasal 1 angka 4 Bab V, pasal 33 ayat 1 sampai 7, pasal 34 ayat 1 sampai 3, pasal 40 ayat 1 sampai 3, dan pasal 41 ayat 1 huruf B UU No.8/1992 tentang Perfilman, mengenai ketentuan penyensoran bertentangan dengan pasal 28C ayat 1 dan pasal 28F UUD 1945.


Pemohon yang terdiri dari artis dan sutradara film itu, menilai selama ini tidak ada parameter atau ukuran yang jelas tentang penyensoran dan LSF tidak pernah mendasarkan kerjanya pada PP No 7 Tahun 1994 tentang LSF dan Peraturan Menbudpar No PM/31/UM.001/MKP/05 tentang Tata Kerja LSF dan Tata Laksana Penyensoran.


Mereka menyatakan penyensoran yang dilakukan LSF dengan cara menolak secara utuh film karena alasan tematis atau meniadakan dengan cara memotong bagian-bagian berupa judul, tema, dialog, gambar, atau suara tertentu telah merugikan hak konstitusional pemohon selaku pelaku perfilman Indonesia.


Namun, Mahkamah konstitusi berkesimpulan bahwa UU Perfilman yang berlaku saat ini beserta dengan ketentuan tentang sensor dan lembaga sensor film dapat dipertahankan keberlakukannya, sepanjang dalam pelaksanaannya dimaknai dengan semangat baru untuk menjunjung demokrasi dan HAM.


"Dengan kata lain UU Perfilman a quo beserta semua ketentuan mengenai sensor yang dimuat didalamnya bersifat conditionally constitutional (konstitusional bersyarat), oleh karena itu keberadaan sensor dan lembaga sensor (LSF) yang tercantum dalam UU perfilman sepanjang memenuhi syarat-syarat tersebut di atas tetap konstitusional, " jelas Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshidiqqie dalam sidang putusan uji materiil UU Perfilman, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (30/4).


Jimly mengatakan, melihat berbagai alasan yang terkait dengan konteks kekinian yang berhubungan dengan semangat reformasi untuk membangun suatu masyarakat madani dengan mengurangi dominasi negara dan membangun prinsip keseimbangan antara peranan negara dan masyarakat. Maka Mahkamah berkesimpulan, sangat mendesak untuk dibentuk UU Perfilman yang baru, yang lebih sesuai dengan semangat demokratisasi dan penghromatan terhadap HAM, namun untuk menghindari kekosongan hukum yang berakibat terjadinya ketidakpastian hukum, keberadaan UU Perfilman itu dapat diberlakukan.


Di awal pembacaan putusan, Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie mengatakan persoalan ini adalah persoalan serius. Sehingga tidak heran terjadi perdebatan sengit di antara para majelis hakim sebelum mengambil putusan.


"Ini perkara serius. Di majelis hakim, perdebatan juga serius, " ujar Jimly yang saat ini didampingi delapan anggota majelis lainnya antara lain I Dewa Gede Palguna, Moh. Mahfud MD, H A S Natabaya, H M Laica Marzuki.


Ia juga mengatakan putusan perkara ini sangat penting bagi masyarakat Indonesia dalam menentukan sikap dan menjadi landasan hukum dalam dunia perfilman Indonesia ke depannya.


Dari sembilan hakim konstitusi, Hakim Konstitusi HM. Laica Marzuki menyampaikan pndapat berbeda (dessenting opinion) menyatakan bahwa penyensoran film yang yang dilakukan oleh Lembaga sensor Film (LSF) merupakan sensor preventif, yang dapat menghambat, bahkan meniadakan hasil karya cipta film.


"Pasal-pasal a quo jelas bertentangan dengan hak konstitusi par pemohon, sebagaimana termaktub dalam pasal 28 C ayat 1 UUD 1945, yakni hak setiap orang untuk mengembangkan diri melalui pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni budaya, demi meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia, " jelasnya.


Sidang kali ini menarik perhatian banyak orang. Barisan kursi pengunjung sidang yang pada sidang-sidang sebelumnya terlihat sepi, namun di atas balkon tampak padat. Sekitar 40 orang dari ormas Front Pembela Islam (FPI) memenuhi deretan kursi tersebut, pada saat Majelis Hakim Konstitusi membacakan amar putusan yang menolak seluruhnya permohonan tersebut, serentak mereka bertakbir.(novel)


Sumber: http://www.eramuslim.com/berita/nas/8430133215-mk-tolak-permohonan-uji-materiil-uu-perfilman.htm

'Ketika Cinta Bertasbih' Siap Kalahkan 'AAC'

Jakarta, Setelah 'Ayat-ayat Cinta' (AAC), Habiburrahman El Shirazy memfilmkan satu novelnya lagi Ketika Cinta Bertasbih (KCB). Chaerul Umam yang didapuk menjadi sutradara KCB sesumbar filmnya siap mengalahkan AAC.


"Saya inginnya film Ketika Cinta Bertasbih bisa mengalahkan film Ayat-ayat Cinta. Mengingat penjualan novelnya sudah dalam cetakan 18 ribu gitu. Padahal waktunya belum mencapai satu tahun. Sedangkan Ayat-Ayat cinta hebohnya setelah 2 - 3 tahun. Kalau pembacanya lebih, biasanya penontonnya juga akan lebih," urainya saat ditemui detikhot di Gedung Perintis Kemerdekaan, Jl. Menteng Raya, Jakarta, belum lama ini.


Bagi Anda yang belum membaca novelnya, 'Ketika Cinta Bertasbih' berkisah soal Azzam, seorang mahasiswa yang kuliah selama tujuh tahun di Al Azhar, Cairo, Mesir. Azzam yang miskin, tapi ulet dan teguh beragama, harus mengalami sejumlah persoalan hidup yang menderanya mulai harus dengan berjualan bakso dan tempe sampai masalah cinta dengan sejumlah perempuan cantik.


Jika di 'AAC' ada tiga tokoh utama yaitu Fachri, Maria dan Aisyah, di 'KCB', dicari lima pemain untuk menjadi bintang utama. Kelima tokoh tersebut menurut Chaerul harus memenuhi syarat yang sudah ditetapkan yaitu taat beribadah, berakhlak baik, dan berusia dewasa.


Pemain-pemain tersebut harus lolos seleksi. Mereka yang akan menjadi juri untuk casting pemain 'KCB' adalah Neno Warisman, Didi Petet, Dedy Mizwar dan sang penulis novel, Kang Abik, demikian sapaan akrab Habiburrahman.


'KCB' akan mulai syuting setelah Lebaran. Syuting dilakukan di dalam negeri dan di luar negeri. Untuk luar negeri di Mesir dan Tunisia sedangkan dalam negeri di beberapa daerah di Jawa Tengah seperti Klaten, Solo dan Semarang.
(eny/eny)


Sumber: http://www.detikhot.com/index.php/detik.read/tahun/2008/bulan/04/tgl/30/time/112308/idnews/931882/idkanal/229

Selasa, 29 April 2008

Di Balik Pesta Pernikahan Spektakuler Prajna Murdaya-Irene Tedja

Siapkan 100 Koki, Layani Beragam Selera Tamu

Murdaya Poo, pengusaha sukses yang juga orang terkaya ke-13 di Indonesia versi majalah Forbes, Minggu (27/4) malam mengadakan resepsi pernikahan putranya, Prajna Murdaya, dengan Irene Tedja, putri kedua pemilik Grup Pakuwon Alexander Tedja. Untuk mempersiapkan pesta pernikahan yang disebut-sebut terbesar pada 2008 itu, butuh waktu panjang dan melelahkan. Seperti apa?


SUGENG-TOMY, Jakarta


Minggu malam itu, Jawa Pos berkesempatan masuk ke tempat resepsi, yakni di gedung hall B-1 arena Jakarta International Expo Pekan Raya, Jakarta. Di gedung itulah Prajna-Irene duduk di pelaminan. Tak henti-henti mereka menyunggingkan senyum kepada setiap tamu yang menyalami.


Pengantin yang sedang berbahagia tersebut diapit orang tua mereka. Di sebelah kanan pasangan Murdaya Poo-Siti Hartati Murdaya. Di sebelah kiri pasangan Alexander-Melinda Tedja. Nama-nama itu termasuk pengusaha papan atas tanah air.


Wajar tamu yang datang bukan orang sembarangan. Presiden SBY dan Ibu Negara Ny Ani Yudhoyono menyempatkan hadir. Tak ketinggalan mantan Presiden Megawati Soekarnoputri yang juga ketua umum DPP PDIP. Di partai itu, Murdaya menjadi salah seorang ketua.


Hampir setiap tamu yang naik ke panggung pelaminan untuk mengucapkan selamat kepada pengantin menyempatkan berdiri lebih lama. Mereka menatap dekorasi di belakang pelaminan, yakni berupa miniatur Candi Borobudur.


Dari jauh, miniatur yang panjangnya mencapai 30 meter dan tingginya hampir menyentuh atap gedung tersebut memang mirip asli. Baik dari sisi bentuk maupun konfigurasi warna. Yang menarik, ada sejumlah tamu yang menunggu sampai acara resepsi selesai. Ternyata, mereka hanya ingin berfoto dengan latar belakang miniatur Borobudur itu.


"Karena ingin foto di depan Borobudur, harus menunggu resepsi selesai," kata salah seorang tamu dari Surabaya lalu tersenyum.


Butuh waktu dua minggu untuk membangun candi Borobudur mini itu. Bangunan megah berwarna abu-abu terbuat dari busa itu dibikin oleh seniman Suyanto dari Event Organizer (EO) Multi Kreasi Enterprise. "Biayanya lebih dari Rp 1 miliar-lah," kata Engelbertus Emil Eriyanto dari EO tersebut.


Ide membuat miniatur candi Borobudur berasal dari Siti Hartati Murdaya. Ini karena Hartati Murdaya adalah ketua umum Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi). Selain itu, Prajna dan Irene juga menikah secara Buddha di Vihara Buddha Metta Arama, Jalan Terusan Lembang, Jakarta Pusat, 23 April lalu.


Hartati memang mewanti-wanti agar miniatur Borobudur dibuat semirip mungkin aslinya. Hartati dan suaminya Murdaya Poo beberapa kali mengecek langsung proses pembuatan miniatur candi Borobudur tersebut. "Beliau ingin memastikan candi itu selesai tepat waktu," katanya.


Persiapan acara pernikahan juga memakan waktu sekitar tiga bulan. Hartati Murdaya menduduki jabatan tertinggi di kepanitiaan, yakni sebagai penasihat sekaligus decision maker alias pembuat keputusan. Toto Lestio ditunjuk sebagai direktur utama. Di bawahnya ada 10 direktur, di antaranya direktur konsumsi, direktur keamanan, dan direktur protokol. "Masing-masing direktur membawahi 30-an orang. Jadi ada 300-an panitia," kata salah seorang panitia yang menolak disebut namanya.


Para angota panitia ini berasal dari pihak kedua mempelai. Yakni dari Pakuwon dan dari JI Expo. Jumlahnya berimbang.


Khusus protokol, panitia melibatkan staf Departemen Luar Negeri (Deplu) dan sekretariat negara (Setneg). Ini karena ada tamu para menteri dan duta besar negara sahabat. Sebelum hari H, panitia rapat setiap Senin. Biasanya rapat dimulai pukul 17.00 dan berakhir pukul 22.00. Namun, dua minggu menjelang hari-H, rapat digelar sampai pagi."Yang paling ribet memang soal undangan," katanya.


Undangan dibagi dalam beberapa kelompok. Mulai kelompok menteri, kelompok pengusaha, kelompok artis, dan sebagainya. "Tempat duduknya jangan sampai salah. Kalau menteri kan ada protokolernya sendiri. Makanya kita mengajak setneg dan deplu," katanya.


Memang wajar kalau banyak orang penting yang diundang. Sebab yang punya gawe adalah Murdaya Poo, orang terkaya ke-13 di Indonesia versi Forbes dengan kekayaan USD 900 juta. Istrinya, Hartai Murdaya juga merupakan presiden direktur JI Expo. Besannya, Alexander Tedja dan Melinda Tedja, merupakan bos Pakuwon Group, salah satu perusahaan properti terbesar di Indonesia. Alex juga merupakan orang terkaya ke-40 di Indonesia versi majalah Asia Globe.


Persoalan krusial lainnya adalah katering. Panitia harus memikirkan makanan yang cocok bagi semua tamu. "Untuk ribuan orang pasti kan ada yang vegetarian, tidak mau pedas, tidak mau santan, dan sebagainya. Itu harus kita pikirkan," katanya.


Untuk masakan, panitia mendatangkan 100 koki dari Hotel Sultan, Hotel Grand Melia, dan Puspa Katering. "Ada juga koki khusus dari Thailand. Mereka khusus mamasak masakan Thailand," kata perempuan berusia sekitar 45 tahun itu. "Sebanyak 70 koki khusus untuk memasak hidangan bagi presiden dan menteri," katanya.


Sebelum gala dinner dimulai, para koki malam itu berbaris memberi hormat kepada Presiden SBY. Setelah itu langsung kembali ke tempat kerjanya menyiapkan menu-menu gala dinner.


Prajna dan Irene juga sangat menyukai fotografi. Untuk mendokumentasikan acara pernikahan, panitia mengerahkan 38 fotografer. "Termasuk satu fotografer dari Amerika Serikat. Itu fotografer mereka waktu pre-wedding di Amerika," ungkapnya.


Bagaimana dengan artis-artisnya? Yang memilih artis-artisnya adalah Hartati sendiri. Artis yang didatangkan yakni Tantowi Yahya sebagai MC. Kemudian ada Krisdayanti, Titi DJ, Baim, Titik Puspa, Dorce Gamalama, Ada Band, dan Dian HP Orchestra. "Masing-masing dibayar normal, mulai Rp 60 juta-an," katanya.


Usai acara Minggu malam itu, panitia tetap rapat evaluasi lebih dulu. Sehingga mereka harus pulang pagi. Ini semua dilakukan agar tidak ada tanggungan setelah acara resepsi selesai.(kum)


Sumber: http://www.jawapos.com/index.php?act=detail&id=10387

Sabtu, 26 April 2008

KPPU Denda Perusahaan Rekaman EMI Rp1 Miliar

JAKARTA (SINDO) – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mendenda Rp1 miliar kepada perusahaan rekaman EMI Music South East Asia dan EMI Indonesia.


Sanksi tersebut terkait temuan pelanggaran Pasal 23 Undang-Undang (UU) No 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang diungkap KPPU kemarin.


Anggota tim pemeriksa KPPU untuk kasus ini Sukarmi mengatakan, perpindahan grup musik Dewa 19 ke EMI Music South East Asia yang melibatkan EMI Indonesia pada 2004 telah merugikan bisnis PT Aquarius Musikindo.


”Perhitungan kami kerugiannya mencapai Rp3.814.749.520 (sekitar Rp3,8 miliar),” tutur dia. Kerugian tersebut harus dibayar EMI Music South East Asia dan EMI Indonesia kepada PT Aquarius Musikindo, selain denda Rp1 miliar yang akan masuk kas negara.


Kerugian PT Aquarius Musikindo dihitung KPPU dari jumlah penjualan kaset yang hilang akibat Dewa 19 menghentikan kontrak dengan Aquarius. Sukarmi menjelaskan, seluruh sanksi denda tersebut wajib dilunasi setelah keputusan KPPU mempunyai kekuatan hukum tetap.


EMI South East Asia dan EMI Indonesia, tuturnya, diberi waktu 14 hari terhitung sejak Senin (28/4) untuk mengajukan keberatan atas putusan KPPU ke pengadilan negeri di Jakarta. ”Lewat 14 hari kami menganggap keduanya menyetujui sanksi yang ditetapkan,” imbuh dia.


Dalam pembacaan putusan KPPU kemarin, Dewa 19 dan dua terlapor perorangan terbukti bersekongkol dengan EMI South East Asia dan EMI Indonesia untuk membocorkan rahasia PT Aquarius Musikindo.


Persekongkolan oleh pelaku usaha dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya dilarang dalam Pasal 23 UU No 5/1999. Meski begitu, kemarin sanksi hanya diberikan kepada EMI South East Asia dan EMI Indonesia, sedangkan Dewa 19 dan dua terlapor perorangan hanya diperingatkan agar tidak mengulangi perbuatannya.


Kuasa Hukum EMI South East Asia dan EMI Indonesia Andi F Simangunsong seusai pembacaan putusan menegaskan akan mengajukan banding ke pengadilan negeri di Jakarta. ”Kami kecewa dengan keputusan ini,” ujarnya.


Kasus ini bermula dari pindahnya Dewa 19 ke EMI South East Asia, padahal kontraknya dengan PT Aquarius Musikindo belum selesai. Pihak Aquarius yang merasa ada kejanggalan atas perpindahan Dewa 19 akhirnya melaporkan kasus ini kepada KPPU pada 2006 lalu. Oleh KPPU, proses pemeriksaan baru dimulai pada 10 September 2007 dan berakhir 19 Maret 2008. (meutia rahmi)


Sumber: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/berita-utama/kppu-denda-perusahaan-rekaman-emi-rp1-m.html