Kamis, 15 Mei 2008

Terpidana Mati Amrozi, Dua Hari setelah Menikah Lagi

Anak Saya Nakal karena Ayah-Ibu Berpisah

Dua hari setelah menikah "jarak jauh" dengan mantan istri pertama, Siti Rohmah, Amrozi, kemarin (14/5) dibesuk Tim Pengacara Muslim (TPM) di Lapas Batu, Nusakambangan. Apa arti perkawinan bagi pelaku bom Bali I yang terancam segera dieksekusi mati itu?


ARI SUDEWO, Nusakambangan


MEMAKAI baju kotak-kotak cokelat lengan panjang, dipadu celana, serta kepala yang ditutupi surban, tak ada kesan sedikit pun bahwa Amrozi sedang berbulan madu. Saat dikeluarkan dari sel untuk bertemu TPM Jawa Tengah, pagi sekitar pukul 09.30, Amrozi malah bertanya tentang koran yang memberitakan pernikahannya.


Dengan senyum dan bicaranya yang ceplas-ceplos, Amrozi mengaku menjadi orang yang beruntung. Sebab, dengan kondisi fisik yang serbaterbatas dia masih bisa menikah lagi. Apalagi, perkawinan itu mendapat restu dari istri tua, Khoiriyana Khususiyati alias Susiana. Dia juga bersyukur Siti Rohmah mau dinikahi terpidana mati seperti dirinya. "Saya sangat kagum," kata Amrozi.


Setelah bercerai dengan Amrozi lebih dari 20 tahun lalu, Rohmah yang dikaruniai seorang anak, Mahendra, menikah lagi dengan laki-laki yang kemudian menjadi anggota DPRD Tuban, Jawa Timur. Namun, perkawinan kedua itu pun berujung pada perceraian. Kondisi inilah yang memungkinkan Amrozi untuk rujuk lagi.


Menurut Amrozi, tidak turunnya izin pernikahan oleh Kanwil Depkum HAM Jateng yang rencananya dilakukan di Lapas Batu itu juga memberikan hikmah. Acara akad nikah yang dilaksanakan di Desa Sugihan, Solokuro, Lamongan, Jatim, desa asal Rohmah, menjadi momen berkumpulnya kembali keluarga yang lebih dari 20 tahun berpisah.


Pria yang mendapat sebutan the Smiling bomber itu menambahkan, ada banyak orang yang ingin mengganjal rencananya berpoligami. Salah satunya, dia menyebut Ibu Negara Ani Yudhoyono yang getol melawan poligami. Namun, lanjut dia, mereka lupa bahwa dalam hukum Islam dikenal adanya pernikahan dengan mempelai pria yang diwakilkan.


Amrozi sendiri, menurut Anis Priya Anshari, salah satu pengacara dari TPM Jateng yang membesuk Amrozi, sudah jauh-jauh hari memprediksi izin pernikahan di Lapas Batu tidak bakal dikabulkan.


Karena itu, pada jadwal besuk keluarga 29 Maret lalu, dia sengaja menitipkan surat wasiat agar Ali Fauzi, adik bungsu, menjadi wakilnya pada acara akad nikah.


"Amrozi berpendapat (tidak turunnya) izin itu adalah propaganda antipoligami," imbuh Anis kepada Radar Solo (Grup Jawa Pos) usai membesuk Amrozi.


Amrozi juga mengakui, baju loreng tentara serta surban putih yang dikenakan Ali Fauzi (mewakili Amrozi pada ijab kabul) itu atas permintaan dirinya. "Baju loreng adalah simbol keberanian mujahidin," katanya.


Alasan pernikahan kembali dengan Rohmah, kata Amrozi, memang untuk menuruti permintaan Mahendra, anak semata wayangnya dengan Rohmah yang kini berusia 24 tahun. Kata dia, Mahendra -punya hobi balap motor yang dulu rambutnya dicat merah- nakalnya bukan main.


"Setelah saya renungkan, anak saya nakal karena ayah dan ibunya berpisah. Makanya, ketika dia minta saya menikahi ibunya yang saat itu kebetulan bercerai dengan suaminya, saya langsung bersedia," kata Amrozi.


Namun, dari sekian alasan, masalah keluargalah yang menjadi pertimbangan untuk menikahi Rohmah. "Yang paling utama adalah mengislahkan keluarga yang sudah 20 tahun berpisah," katanya.


Amrozi juga mengonsultasikan rencana pernikahan itu kepada Mukhlas, kakak kandungnya yang bersama dia dan Imam Samudera menjadi "trio bomber" terpidana mati. Menurut dia, Mukhlas adalah sosok kakak sekaligus guru dan anutan baginya. "Kakak saya yang mengajarkan banyak hal kepada saya sejak kecil juga setuju," katanya.


Disinggung tentang nafkah lahir batin yang tidak mungkin dia berikan kepada kedua istri dan anak-anak mereka, Amrozi menjawab sambil tersenyum. Menurut dia, jika memang pasangan suami istri ditakdirkan untuk bersama dan sama-sama ikhlas, tidak akan ada masalah dengan nafkah. Dia yakin istri-istrinya tidak kekurangan dalam persoalan rezeki. Sebab, rezeki itu sudah ditakar oleh Yang Mahakuasa.


"Istri pertama saya (Susiana) sampai sekarang tidak pernah merasa kekurangan," katanya.


Saat ditanya apakah yakin kedua istrinya bisa rukun? Pria murah senyum optimistis mereka bakal akur. Sebab, tidak ada hal yang bakal menjadi biang keributan. "Lha yang mau diributkan apa. Wong saya sendiri ada di sini (penjara). Kalau masalah cemburu, saya yakin rasa itu ada di hati istri-istri saya. Tapi, saya yakin mereka bisa mengatasinya," ujarnya.


Amrozi terang-terangan berharap anaknya mengikuti jejaknya menjadi mujahidin. Soal caranya, dia tidak mengharuskan anaknya menjadi martir pengeboman. Dia menyerahkan hal itu sepenuhnya kepada anak-anaknya kelak. Alasannya, saat mereka memutuskan menjadi mujahidin, mungkin saja, ada cara baru dalam berjihad.


Dia juga menegaskan tak mempersoalkan hukuman mati terhadapnya. Meski demikian, dia menolak berbicara panjang lebar mengenai eksekusi mati yang mengancamnya. Menurut Amrozi, percuma membicarakan suatu hal yang belum jelas. Dia yakin pemerintah tidak akan berani mengeksekusinya. Sebab, hukum yang digunakan pemerintah untuk menghukum dirinya, Mukhlas, dan Imam Samudra salah.


"Apa mereka berani, wong dasar hukumnya salah," katanya lalu tertawa terkekeh.


Tentang aktivitasnya di penjara, Amrozi mengaku biasa saja. Dia mengeluh tak diberi kesempatan bersosialisasi dengan penghuni lapas lainnya. Kesempatan berkumpul dengan sesama penghuni penjara hanya datang pada Jumat. Karena itu, dia mengaku tak bisa menyebarkan dakwahnya.


"Biasanya kalau pas Jumatan itu ada yang nanya. Ya saya jawab. Selebihnya, saya berada di sel dan mengaji," katanya.(el)


Sumber: http://www.jawapos.com/index.php?act=detail&id=10468

Gus Dur Raih Medali Perdamaian



Minta AS Tak Berpangku Tangan Hadapi Fundamentalis

JAKARTA - Pengakuan internasional terhadap KH Abdurrahman Wahid sebagai tokoh yang memiliki dedikasi tinggi dalam menyuarakan toleransi dan dialog antaragama kembali diperlihatkan.


Minggu lalu, misalnya, kiai yang biasa disapa Gus Dur itu menerima medal of valor atau medali kesatria dari Yayasan Simon Weisenthal di Amerika Serikat atas komitmen perdamaiannya itu.


"Penghargaan itu diberikan atas jasa Gus Dur memperjuangkan pesan perdamaian dan toleransi di dunia," kata Ali Masykur Musa, ketua umum DPP PKB versi MLB Parung, di Kantor DPP PKB, Jalan Kalibata, Jakarta Selatan, kemarin (14/05). Gus Dur berada di AS sejak 4 Mei lalu dan baru kembali ke tanah air Rabu kemarin.


Acara penyerahan penghargaan di Los Angeles itu berlangsung meriah dan dihadiri lebih dari seribu orang. Tak terkecuali sejumlah tokoh papan atas Hollywood, seperti sutradara film The Da Vinci Code Ron Howard, penguasa studio film DreamWorks Jeffrey Katzenberg, dan aktor Will Smith.


"Pidato Gus Dur mendapatkan standing ovation (aplaus sambil berdiri, Red) dan banyak orang menitikkan air mata," jelas Ali Masykur.


Selain menerima medali perdamaian, Gus Dur sempat mengadakan pertemuan dengan sejumlah senator terkemuka di Amerika Serikat. Misalnya, anggota senior Komite Hubungan Internasional Kongres AS Robert Wexler yang pernah mengusulkan agar Presiden SBY mendapatkan hadiah Nobel Perdamaian tahun 2006 dan Ketua Kaukus Anti Terorisme Kongres AS Sue Myrick.


Ada juga Joe Rockefeller dan Christopher Bond, dua senator yang sangat berpengaruh menentukan kebijakan luar negeri Amerika Serikat. "Mereka ikut menentang invansi negaranya ke Iran," imbuh Sekjen DPP PKB Yenny Wahid.


Gus Dur menyampaikan, dirinya juga sempat berdialog dengan Wakil Presiden AS Dick Cheney di Gedung Putih, Washington DC. Seperti ketika berbicara dengan para senator, dia juga berusaha meyakinkan para pengambil keputusan di AS agar tidak berpangku tangan menyikapi gejala menguatnya kelompok fundamentalis.


"Saya minta AS jangan kayak sekarang. Mereka harus lebih jelas sikapnya," ujarnya. Tentu penyikapan itu tidak diterjemahkan sebagai aksi kekerasan atau invasi. Menurut Gus Dur, kelompok fundamentalis cenderung mengajak umat untuk menghadap-hadapkan Islam dengan kelompok yang lain. "Saya termasuk yang menginginkan terjadinya dialog antaragama," tegasnya. (pri/mk)


Sumber: http://www.jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=341648

Manusia Terbang Tak Lagi Mimpi

Bila Anda sudah bosan menghadapi kemacetan di jalanan, mesin-mesin ini patut dipertimbangkan. Mesin pertama adalah ciptaan Yves Rossy, 47. Mantan pilot pesawat tempur asal Swiss itu selama lima tahun terakhir bekerja keras tak kenal lelah untuk menciptakan alat yang mendekatkan manusia kepada mimpi terbesarnya mendekati langit dan terbang bebas seperti burung.


Sedangkan mesin kedua adalah helikopter GEN H-4 produksi Genn Corporation asal Jepang. "Mainan" mahal yang diklaim sebagai helikopter terkecil di dunia ini bermesin dua silinder berkapasitas 125 cc. Dengan kapasitas satu penumpang, GEN H-4 bisa terbang hingga ketinggian 1.000 meter dengan kecepatan maksimum 90 kilometer per jam.


Kebetulan, kedua mesin itu diuji coba secara terpisah pekan lalu. Rossy dengan hanya menggunakan pelindung kepala (helm), sepasang sayap fiber elastis, dan empat mesin jet portabel yang disebut Jet-man di punggung sukses terbang melintasi pegunungan Alpen dengan kecepatan 70 kilometer per jam.


Namun, sukses menerbangkan mesin terbang ciptaannya tak membuat Rossy bebas dari masalah. Pria yang oleh rekan-rekannya disebut The Birdman (si manusia burung) itu harus berurusan dengan pemerintah Swiss atas prestasinya itu. Otoritas penerbangan Swiss menyamakan Rossy dengan pesawat yang tidak terdaftar dan mewajibkan dia harus memiliki izin sebelum terbang. Dasar keras kepala, Rossy mengabaikan perintah itu.
"Tidak. Untuk terbang, kamu tak butuh izin. Yang kamu butuhkan adalah sayap," ujar Rossy.


Beruntung, Gennai Yanagisawa, 75, pemimpin proyek helikopter GEN H-4 di Genn Corporation tak menghadapi pemerintah serewel pemerintah Swiss. Profesor Universitas Tokyo itu mengaku puas dengan uji cobanya menerbangkan GEN H-4 mengarungi udara kota Matsumoto pekan lalu.


"Mesin GEN H-4 ini memang belum merupakan produk akhir dan masih terbuka kemungkinan untuk dikembangkan menjadi lebih baik lagi," ujarnya
Ambisi terbesar Yanagisawa ialah mewujudkan imajinasi ilmuwan genius asal Italia, Leonardo da Vinci. Pada 1485, da Vinci mendesain ornithopter, pesawat terbang dengan sayap berkepak yang oleh tenaga manusia. Imajinasi tanpa implementasi itu akan dituntaskan Yanagisawa pada Minggu (25/5).


Pada hari bersejarah tersebut, Yanagisawa akan menerbangkan heli seberat 75 kilogram di Kota Vinci, tempat kelahiran Leonardo da Vinci. "Sejak saya menemukan konsep heli ini tahun lalu, saya tak pernah berhenti berharap bisa menerbangkan di tempat kelahiran da Vinci. Saya pikir dia akan bahagia," katanya.


Bagi yang berminat, kedua mesin terbang itu siap-siap diluncurkan untuk pasar komersial tahun ini. Rossy dan Yanagisawa memberikan ancar-ancar harga jual mesin "Gatotkaca" ciptaan mereka diperkirakan setara dengan harga mobil kelas menengah. (AFP/AP/kim)


Sumber: http://www.jawapos.com/index.php?act=detail&id=10470

Rabu, 14 Mei 2008

Selebaran Bocah Bintang Berusia 13 Tahun yang Berujung Laporan Pidana

Iseng Bikin Tertawa, Malah Bikin Murka Pengelola Sekolah

Hanya karena terlalu kreatif dan kerap berimajinasi saat menulis, seorang bocah 13 tahun yang duduk di kelas dua madrasah tsanawiyah (SMP) kini jadi tersangka. Kasus "jurnalis cilik" yang aktif bikin buletin ini sedang ditangani Polres Malang, Jawa Timur.


MARDI SAMPURNO, Malang


BINTANG sekilas seperti anak-anak pada umumnya. Status tersangka tak membuat dirinya murung. Dia terlihat ceria dan gemar berceloteh tentang apa saja yang diamati.


"Wah, masuk koran. Bisa terkenal dong," ujarnya sambil mengulurkan tangan kepada Radar Malang (Grup Jawa Pos) di rumahnya, Kompleks Perum Persada Bhayangkara, Singosari, Malang, Minggu (11/5) lalu.


Khoirul Abadi, 44, ayah Bintang, yang ikut mendampingi langsung merespons sikap anaknya. "Katanya ingin jadi wartawan. Nah ini ada orangnya," kata bapak tiga anak yang sehari-hari menjadi dosen di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu.


Menurut Khoirul, anak pertamanya itu memang bercita-cita menjadi wartawan. Tak heran jika selama ini banyak karya tulis asal-asalan yang berbau karya jurnalistik.


Lihat saja buletin mini karyanya yang diberi nama Korap Cak! yang merupakan singkatan Korane Wong Sarap (Korannya Orang Gila, Cak). "Entah apa maksudnya. Yang jelas, itu sekadar ungkapan tanpa makna yang menunjukkan kreativitasnya," ujar Khoirul.


Buletin ini sudah dibuat dua edisi. Isinya kumpulan esai dan tempelan guntingan gambar foto yang diambil dari koran atau majalah. Buletin tersebut dibikin bocah yang hobi main sepak bola itu dari kertas sisa milik ayahnya yang tak terpakai.


Dari buletin itu, terlihat Bintang memang superkreatif dan lucu. Halaman depan salah satu buletin menampilkan guntingan foto pejabat sedang berceramah di depan warga. Pada teks foto diberi tulisan HANYA BENGONG: Pakde Yit ngapusi wong-wong. Sedangkan judul berita tersebut adalah Pakde Ngapusi? Inti beritanya, Pakde Yit sedang berpidato di depan warga dan para perangkat desa, karena sebentar lagi mereka bakal mendapat bantuan langsung tunai (BLT) dari pemerintah. Namun, saat itu warga sedang membutuhkan fasilitas mandi cuci kakus (MCK). Karena tak sesuai keinginan warga, Bintang menilai Pakde Yit ngapusi (membohongi, Red) warga.


Di buletin itu juga tak lupa dicantumkan acara stasiun televisi yang diberi nama "Duren TV". Acara favorit pukul 04.00-05.00 adalah kejatuhan durian (ketiban duren). Lalu, pukul 05.00-06.00 dilanjutkan acara makan durian.


Hal serupa ditunjukkan di rubrik olahraga. Dia memasang gambar mobil balap F-1 yang dikendarai Felipe Massa. Dalam gambar itu Felipe Massa membuka sedikit helmnya. Dari gambar itu, teks foto berbunyi mobil Felipe sedang mogok dan pengemudinya mencoba menyembuyikan rasa malu dengan membuka sedikit kaca helmnya.


Dalam isi beritanya, pengemar busana T-shirt itu melakukan wawancara imajiner dengan pembalap asal Brazil tersebut di Australia. Salah satu kutipannya "My car is very bad!" ungkap Felipe, saat ditemui tim Korap Cak di Australia.


Buletin itu juga dibumbui iklan versinya, baik iklan lowongan maupun iklan jasa. Bahkan, dia membuat 10 peribahasa yang dipelesetkan.


Contohnya: Air susu dibalas dengan airmail = Kebaikan sesorang dibalas dengan surat; Ma’lu bertanya ma’gue yang jawab = Ibumu tanya, ibuku menjawab; Nasir sudah menjadi tukang bubur = Nasir sudah dapat kerja; dan serigala berbulu ayam = Serigala terkena kutukan.


Karena kreativitasnya itu, Bintang yang kini kelas II Madrasah Tsanawiyah (MTs) 1 Malang didapuk menjadi pengurus majalah sekolah. "Saya sudah mengisi satu kali tulisan tentang tokoh-tokoh wanita penting di Indonesia. Sedianya bulan depan baru terbit," kata Bintang. Bahkan, karena kepiawaiannya itu pula, dia kerap meraih peringkat 10 besar di kelasnya.


Disinggung tentang ulah usilnya menulis dua selebaran dari kertas kalender yang ditempel di gerbang sekolah Bani Hasyim (lokasinya berdekatan dengan rumahnya di Perum Persada Bhayangkara, Singosari) yang membuat dia jadi tersangka, Bintang mengaku menyesal. "Saya harus banyak mengendalikan diri saya. Saya salah dan minta maaf kepada Pak Aji (Aji Dedi Mulawarman, pengelola sekolah Bani Hasyim)," katanya.


Isi selebaran usilnya adalah pengumuman bahwa gedung sekolah itu dijual. Lalu, di selebaran lain ditulis "Dicari" yang diikuti nama anak Aji Dedi Mulawarman.


Menurut dia, saat membuat selebaran pada siang 24 Februari lalu itu tak ada sedikit pun niat untuk mengejek atau mempermalukan sekolah. Dengan tulisan itu, dia berharap bisa membuat teman-temannya tertawa. "Saya hanya ingin dua teman saya (diajak saat menempelkan selebaran) tersenyum melihat tulisan itu," katanya.


Meski sudah menjadi tersangka, Bintang mengaku tak bersedih. Kata dia, kedua orang tua dan teman-teman sekelasnya membesarkan hatinya kalau sekarang sedang diuji. "Saya harus lulus menghadapi ujian ini," katanya lirih.


Ada satu hal yang ditakutkan jika kelak dia menghadapi persidangan. Dia mengaku grogi saat duduk di kursi pesakitan sebagai terdakwa. "Yang pasti rasanya berbeda ketika duduk di bangku sekolah atau bangku di rumah. Katanya kursinya jika diduduki rasanya panas," katanya.


Sang ayah, Khoirul, mengakui bahwa anak pertamanya itu memang terlihat berbeda dengan beberapa teman sepermainannya. Sejak duduk di bangku madrasah (SD), dia sangat kritis. "Dia selalu bertanya tentang apa yang dilihat," jelasnya.


Jika tak puas, dia mencoba membuktikannya sendiri. "Pokoknya mirip wartawan, banyak tanya dan selalu ngeyel untuk mempertahankan argumennya. Karena itu, kami sempat kewalahan mengarahkannya," kata Khoirul.


Bocah yang gemar membaca novel ini selalu meluangkan sebagian waktunya untuk membuka internet. "Kemungkinan dari situlah dia banyak tahu tentang informasi terkini. Termasuk kemampuan berimprovisasi yang membuat dia jauh dari anak-anak seusianya," tambahnya.


Khoirul menyadari peristiwa yang menimpa anaknya kali ini cukup berat. Namun, dia mencoba mengambil hikmah dari semuanya. Khoirul berjanji mengawasi serta mengarahkan anaknya agar tidak mengulangi perbuatannya.


Kasus Bintang yang dilaporkan Aji Dedi Mulawarman dengan pasal pencemaran nama baik itu kini ditangani Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Malang. Dalam waktu dekat kasusnya dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Kepanjen, Malang.


Berbagai upaya damai sudah dilakukan keluarga Bintang. Namun, Aji Dedi dan Sekolah Bani Hasyim tetap melanjutkan proses hukum ke kepolisian. Mengapa tega memerkarakan anak kecil? Maskur SH, penasihat hukum pelapor, mengatakan, kasus itu tak bisa dianggap sepele. Sebab, hal itu sudah dilakukan beberapa kali.


Kata dia, tersangka harus diberi pembelajaran agar tak mengulangi perbuatannya. "Langkah hukum adalah langkah yang tepat untuk memberi pembelajaran," katanya. (el)


Sumber: http://www.jawapos.com/index.php?act=detail&id=10463

Sabtu, 10 Mei 2008

Eksekusi Amrozi Cs Pulau Nusakambangan

Ritonga: Persiapan Sudah 90 Persen

JAKARTA - Persiapan eksekusi tiga terpidana mati kasus bom Bali, Amrozi, Imam Samudra, dan Ali Ghufron alias Muklas, terus dimatangkan. Kejaksaan telah meminta penetapan Departemen Hukum dan HAM (Depkum HAM) soal lokasi eksekusi di luar Pulau Bali, yakni Pulau Nusakambangan yang merupakan wilayah Kejari Cilacap.


"Kejati Bali minta (eksekusi) dilaksanakan Kejati Jawa Tengah, tepatnya di (wilayah Kejari) Cilacap," kata JAM Pidana Umum Abdul Hakim Ritonga usai salat Jumat di Masjid Baitul ’Adli, Kejaksaan Agung (Kejagung), kemarin (9/5).


Menurut Ritonga, permintaan tersebut dilayangkan beberapa waktu lalu. Namun, hingga kemarin, Menkum HAM Andi Mattalatta belum memberikan jawaban. "Kami masih menunggu," ujar mantan kepala Kejati (Kajati) Sulsel itu.


Ritonga menegaskan, kejaksaan sengaja tidak memilih Pulau Dewata sebagai lokasi eksekusi Amrozi dkk dengan banyak pertimbangan. Salah satu di antaranya, pertimbangan keamanan. "Yang lain, saya nggak bisa jelaskan. Bukan aku tidak tahu, aku tahu. Tetapi, tidak semua (pertanyaan) perlu dijawab," jelas Ritonga.


Menurut Ritonga, kejaksaan kali ini serius menyiapkan eksekusi. "Rasanya sudah hampir, ya 90 persen lah," terang jaksa bintang dua itu.


Dia menambahkan, kejaksaan hanya tinggal menunggu penetapan Depkum HAM soal lokasi eksekusi. "Selain itu, kami perlu penetapan MA (Mahkamah Agung) atas pencabutan PK (peninjauan kembali) kedua oleh tim pengacara (Amrozi dkk)," bebernya.


Soal izin menikah Amrozi dkk, dia enggan menjawab. Dia khawatir pernyataannya menimbulkan berbagai kontroversi. "Nggak, lah. Aku nggak mau ngomong," ujarnya.


Sumber koran ini menyebutkan, kejaksaan tidak keberatan atas keinginan Amrozi untuk melangsungkan nikah siri dengan mantan istrinya, Siti Romlah, 12 Mei. "Dia boleh-boleh saja menikah," ujar sumber koran ini kemarin. Itu sekaligus menguatkan pernyataan Wakil Jaksa Agung Muchtar Arifin yang menyatakan, pernikahan Amrozi merupakan haknya sehingga tidak boleh dihalang-halangi.


Sebelumnya, anggota pengacara TPM (Tim Pembela Muslim) Achmad Michdan mengatakan kesulitan mendapatkan izin menikah kliennya. Kadiv Pemasyarakatan Depkum HAM Jawa Tengah ternyata tidak memberikan lampu hijau untuk rencana pernikahan tersebut. Alasannya, pernikahan itu dikhawatirkan mengganggu keamanan. (agm/tof)


Sumber: http://www.jawapos.com/index.php?act=detail&id=10445

Minggu, 04 Mei 2008

Ketiadaanku

Sekarang ini aku tidak bisa aktif online seperti dulu. Selain sibuk karena perkerjaan, juga tidak ada lagi koneksi gratis.

Makasih buat semua teman-teman yang telah banyak memberikan inspirasi buat hidupku. Dari kalian aku bisa belajar lebih banyak tentang arti hidup ini. Cieee...

OK. Maafin atas segala kesalahanku, candaan yang berlebihan. Maafin ya... (maksa ceritanya).

Take care all and keep fight!

Rabu, 30 April 2008

MK Tolak Permohonan Uji Materiil UU Perfilman

Pro kontra mengenai keberdaaan lembaga sensor film yang dianggap pelaku perfilman mengekang kebebasan berekspresi akhirnya selesai. Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak permohonan uji materiil terhadap pasal 1 angka 4 Bab V, pasal 33 ayat 1 sampai 7, pasal 34 ayat 1 sampai 3, pasal 40 ayat 1 sampai 3, dan pasal 41 ayat 1 huruf B UU No.8/1992 tentang Perfilman, mengenai ketentuan penyensoran bertentangan dengan pasal 28C ayat 1 dan pasal 28F UUD 1945.


Pemohon yang terdiri dari artis dan sutradara film itu, menilai selama ini tidak ada parameter atau ukuran yang jelas tentang penyensoran dan LSF tidak pernah mendasarkan kerjanya pada PP No 7 Tahun 1994 tentang LSF dan Peraturan Menbudpar No PM/31/UM.001/MKP/05 tentang Tata Kerja LSF dan Tata Laksana Penyensoran.


Mereka menyatakan penyensoran yang dilakukan LSF dengan cara menolak secara utuh film karena alasan tematis atau meniadakan dengan cara memotong bagian-bagian berupa judul, tema, dialog, gambar, atau suara tertentu telah merugikan hak konstitusional pemohon selaku pelaku perfilman Indonesia.


Namun, Mahkamah konstitusi berkesimpulan bahwa UU Perfilman yang berlaku saat ini beserta dengan ketentuan tentang sensor dan lembaga sensor film dapat dipertahankan keberlakukannya, sepanjang dalam pelaksanaannya dimaknai dengan semangat baru untuk menjunjung demokrasi dan HAM.


"Dengan kata lain UU Perfilman a quo beserta semua ketentuan mengenai sensor yang dimuat didalamnya bersifat conditionally constitutional (konstitusional bersyarat), oleh karena itu keberadaan sensor dan lembaga sensor (LSF) yang tercantum dalam UU perfilman sepanjang memenuhi syarat-syarat tersebut di atas tetap konstitusional, " jelas Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshidiqqie dalam sidang putusan uji materiil UU Perfilman, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (30/4).


Jimly mengatakan, melihat berbagai alasan yang terkait dengan konteks kekinian yang berhubungan dengan semangat reformasi untuk membangun suatu masyarakat madani dengan mengurangi dominasi negara dan membangun prinsip keseimbangan antara peranan negara dan masyarakat. Maka Mahkamah berkesimpulan, sangat mendesak untuk dibentuk UU Perfilman yang baru, yang lebih sesuai dengan semangat demokratisasi dan penghromatan terhadap HAM, namun untuk menghindari kekosongan hukum yang berakibat terjadinya ketidakpastian hukum, keberadaan UU Perfilman itu dapat diberlakukan.


Di awal pembacaan putusan, Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie mengatakan persoalan ini adalah persoalan serius. Sehingga tidak heran terjadi perdebatan sengit di antara para majelis hakim sebelum mengambil putusan.


"Ini perkara serius. Di majelis hakim, perdebatan juga serius, " ujar Jimly yang saat ini didampingi delapan anggota majelis lainnya antara lain I Dewa Gede Palguna, Moh. Mahfud MD, H A S Natabaya, H M Laica Marzuki.


Ia juga mengatakan putusan perkara ini sangat penting bagi masyarakat Indonesia dalam menentukan sikap dan menjadi landasan hukum dalam dunia perfilman Indonesia ke depannya.


Dari sembilan hakim konstitusi, Hakim Konstitusi HM. Laica Marzuki menyampaikan pndapat berbeda (dessenting opinion) menyatakan bahwa penyensoran film yang yang dilakukan oleh Lembaga sensor Film (LSF) merupakan sensor preventif, yang dapat menghambat, bahkan meniadakan hasil karya cipta film.


"Pasal-pasal a quo jelas bertentangan dengan hak konstitusi par pemohon, sebagaimana termaktub dalam pasal 28 C ayat 1 UUD 1945, yakni hak setiap orang untuk mengembangkan diri melalui pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni budaya, demi meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia, " jelasnya.


Sidang kali ini menarik perhatian banyak orang. Barisan kursi pengunjung sidang yang pada sidang-sidang sebelumnya terlihat sepi, namun di atas balkon tampak padat. Sekitar 40 orang dari ormas Front Pembela Islam (FPI) memenuhi deretan kursi tersebut, pada saat Majelis Hakim Konstitusi membacakan amar putusan yang menolak seluruhnya permohonan tersebut, serentak mereka bertakbir.(novel)


Sumber: http://www.eramuslim.com/berita/nas/8430133215-mk-tolak-permohonan-uji-materiil-uu-perfilman.htm