Waktu terus berpacu dengan cepat. itulah yang aku inginkan. Ketika bulan mulai tersenyum, aku pun sangat gembira. Saat itulah aku mendapatkan upah dari majikanku. Jika aku melihat ke belakang, waktu terasa cepat. Namun jika aku melihat ke depan, waktu terasa lambat. Sebenarnya waktu tidak lebih cepat ataupun lebih lambat. Hanya pikiran dan perasaan kita saja yang membuat waktu terasa berbeda.
Pikiran dan perasaan kita dipengaruhi oleh kondisi. Ketika kita dihadapkan dengan pekerjaan yang deadline, waktu terasa cepat berlalu. Kita seperti dikejar-kejar waktu. Padahal bukan waktu yang mengejar kita melainkan orang lain yang berkepentingan (bos atau konsumen). Namun ketika kita menantikan saat-saat yang diharapkan datang (misal penerimaan upah), waktu terasa berjalan sangat lambat. Apalagi ketika kita terhimpit dengan masalah ekonomi.
Negeri ini tempat aku bekerja seharusnya menggunakan sang rembulan untuk dijadikan patokan sebagai pemberian upah. Karena negeri ini memang menggunakan sistem kalender hijriyah dalam penanggalannya. Tapi tidak semua majikan yang sadar akan hal itu. Banyak sekali majikan yang enggan memberikan upah kepada pekerjanya dengan sistem kalender hijriyah. Mereka lebih memilih sistem kalender masehi. Alasannya karena hijriyah dengan masehi berbeda satu bulan dalam setiap tahunnya. Jadi mereka bisa mengirit biaya upah untuk pekerjaanya.
Setelah aku hitung ternyata kalender Hijriyah dan Masehi hanya terpaut 11 hari perbedaannya. Contohnya saja tanggal 1 Muharram 1430 Hijriyah bertepatan dengan tanggal 29 Desember 2008. Dan tanggal 1 Muharram 1431 Hijriyah bertepatan dengan tanggal 18 Desember 2009.
Sekarang ini banyak sekali orang-orang di negeri ini yang mengirit uangnya. Bahkan untuk hal sekecil apa pun. Misalnya saja seseorang lebih memilih untuk membeli barang dari tempat yang jauh dengan harga yang lebih murah. Walau dengan selisih harga 1 riyal dibandingkan dengan tempat yang lebih dekat. Apakah karena bensin di negeri ini sangat murah sehingga ada orang yang seperti demikian?
Dalam pemberian hadiah pun mereka semakin mengurangi. Hal itu dirasakan oleh teman-teman seperjuangan yang bekerja di negeri ini. Di tahun-tahun sebelumnya sang majikan memberikan hadiah uang THR (Tunjangan Hari Raya) dengan jumlah yang lumayan besar. Semakin tahun semakin berkurang saja pemberian hadiah itu. Apa penduduk disini mulai bangkrut? Jadi mereka mulai mengirit segala pengeluaran?
Dulu barang-barang yang sudah rusak dibuang begitu saja oleh mereka. Namun sekarang penduduk disini kebanyakan pergi ke tempat service untuk memperbaikinya. Segala sesuatu pasti ada perubahan. Setiap manusia tidak akan selamanya berjaya. Akan selalu ada masanya kekurangan dan akhirnya kehilangan akan sesuatu yang dimiliki oleh setiap manusia.
Sudahkah kita (terutama aku) pandai bersyukur terhadap nikmat yang Allah SWT berikan? Sudah siapkah kita (terutama aku) kekurangan dan kehilangan segala nikmat yang ada?
1.13.2009
* Ditulis di saat tidak ada pekerjaan di kantor.
semoga kita termasuk orang yg pandai syukur nikmat :)
BalasHapusAMIN.
BalasHapus