Senin, 31 Maret 2008

Harus Terukur secara Hukum

Senin, 31 Mar 2008,


Rumusan Capres Tak Tercela di RUU Pilpres Perlu Disempurnakan
JAKARTA - Persyaratan capres tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang diatur UU No 23/2003 tentang Pilpres dinilai terlalu normatif. Akibatnya, aturan yang mengategorikan judi, mabuk, penggunaan narkoba, dan zina sebagai perbuatan tercela itu menjadi kurang aplikatif.

Sejalan dengan perumusan RUU Pilpres yang baru di DPR, kini berkembang wacana di sejumlah fraksi untuk menyempurnakan rumusan tersebut.

"Penggunaan klausul apa pun dalam undang-undang harus definitif dalam terminologi hukum," kata Ketua FPKS Mahfudz Siddiq di Jakarta kemarin (30/03).

Salah satu alternatif rumusan yang ditawarkan FPKS adalah tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang mendapatkan sanksi pidana. Menurut dia, tanpa menggunakan pendekatan hukum, aturan mengenai perbuatan tercela akan terasa samar dan bias. Bahkan, berpotensi memicu munculnya fitnah.

"Perbuatan tercela bukan sekadar tuduhan, tapi harus bisa dibuktikan di hadapan hukum," tegas Mahfudz.

Tapi, apakah tetap harus menggunakan klausul tidak pernah? Bukankah kita hendak memilih presiden, bukan malaikat? "Kalau ingin menjaga posisi presiden betul-betul sakral, kita tetap harus menggunakan klausul tidak pernah," jawabnya. Dengan demikian, imbuh dia, setiap orang, khususnya yang berniat menjadi pemimpin, secara sadar akan menata hidupnya sejak dini.

Secara terpisah, Sekjen PDI Perjuangan Pramono Anung juga meminta syarat itu tetap dipertahankan. Menurut dia, pemimpin harus orang yang benar-benar terpilih. Sebab, persoalan negatif yang melekat pada diri pemimpin pasti akan berimbas kepada negara.

"Tapi, supaya tidak normatif, multitafsir dan memicu fitnah, ukurannya perlu diperjelas," kata Pram, demikian dia akrab disapa.

Untuk itu, Pram mendukung penyempurnaan klausul syarat tersebut dengan memasukkan unsur pembuktian hukum. "Kita memang tidak sedang memilih malaikat. Karena itu, patokannya harus hukum," ujarnya. (pri/mk)

Sumber: http://www.jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=333531

Lahan Siap, Exxon Awali Produksi 20 Ribu Barel

Senin, 31 Mar 2008,
KILANG MINYAK RAKYAT: Seorang penambang tradisional di Desa Wonocolo, Kecamatan Kedewan, Kabupaten Bojonegoro, mengumpulkan minyak mentah segayung demi segayung ke dalam drum-drum.

JAKARTA - Sumur Banyu Urip, lapangan migas dengan deposit terbesar di Blok Cepu, dipastikan mulai berproduksi akhir tahun ini. Kepastian tersebut dicapai setelah pembebasan lahan sumur di Kecamatan Ngasem, Bojonegoro, itu menunjukkan hasil.

Wakil Kepala BP Migas Abdul Muin menyatakan, April mendatang, lahan di sekitar sumur mulai dibebaskan. Kesuksesan tersebut merupakan hasil koordinasi berbagai pihak, mulai pemerintah daerah, Perhutani, hingga kepolisian. "Bahkan, Pak Wapres (Jusuf Kalla) ikut turun tangan," katanya akhir pekan lalu.

Menurut dia, pembebasan lahan Blok Cepu sempat berlarut-larut akibat ulah para spekulan, sehingga memicu kekhawatiran target produksi tak tercapai. "Kali ini, kami tidak mau kecolongan lagi," tegasnya.

Dia menyatakan, tahap awal pembebasan meliputi lahan seluas 20 hektare. Lahan itu digunakan untuk proses konstruksi infrastruktur berupa storage atau tempat penampungan minyak, pipa penyalur, serta beberapa infrastruktur pendukung lain. "Itu infrastruktur primer," katanya.

Muin yakin pembebasan lahan bisa tuntas akhir tahun ini. Rencananya, masih ada 500 hektare yang perlu dibebaskan untuk pembangunan infrastruktur pendukung dan lahan penyangga.

Salah satu kendala utama pembebasan lahan Blok Cepu, kata dia, adalah alotnya negosiasi pembebasan lahan dengan masyarakat. Selain surat-surat tanah yang belum lengkap, kendala lain adalah harga tanah yang melonjak. Harga tanah yang sebelumnya Rp 2.500-Rp 5.000 per meter kini melonjak hingga Rp 150.000-Rp 500.000 per meter. Kebanyakan tanah tersebut dikuasai makelar atau cukong dari luar desa.

Saat dihubungi di tempat terpisah, Public Relation Manager ExxonMobil Oil Indonesia (EMOI) Deva Rachman mengungkapkan, Exxon selaku operator utama di blok tersebut tetap berupaya mencapai target produksi pada akhir 2008. "Dengan perkembangan saat ini, kami optimistis target itu bisa tercapai," ujarnya ketika dihubungi Jawa Pos tadi malam.

Menurut dia, pada tahap awal, akan diproduksi 20.000 barel minyak per hari (bph). Selanjutnya, angka produksi ditingkatkan menjadi 165.000 bph pada periode produksi puncak yang rencananya dimulai 2011.

Saat ini, kata Deva, Exxon bersama Pertamina sebagai partner mengerjakan tahap pengembangan lapangan Banyu Urip. "Sudah ada lima sumur produksi," katanya.

Berdasar uji coba produksi, lima sumur tersebut sudah mampu memproduksi minyak hingga 20.000 bph.

Dia menuturkan, tahap pengembangan lapangan Banyu Urip meliputi pembangunan berbagai infrastruktur pendukung. Misalnya, saluran pipa minyak. Meski demikian, dia mengaku bahwa proses tersebut agak terhambat karena alotnya pembebasan lahan. Karena itu, jelas dia, kini pihaknya terus berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait. "Tentu agar prosesnya bisa berjalan lancar," ujarnya.

Dalam strategi produksi migas nasional, blok itu memang digadang-gadang akan menjadi kontributor utama sektor migas, selain Lapangan Duri di Sumatera milik Chevron. Kandungan migas di blok yang masuk dalam daerah aliran Sungai Bengawan Solo itu diperkirakan mencapai 1 miliar barel minyak ditambah 1,7 triliun kaki kubik gas bumi.

Blok Cepu sebagian besar berada di wilayah Bojonegoro, Jawa Timur. Sumur utamanya adalah Banyu Urip yang memiliki potensi cadangan migas 507 juta barel setara minyak. Lapangan lain yang berlokasi di Bojonegoro, antara lain, Jambaran dan Cendana. Potensi cadangan di tiga lapangan tersebut berturut-turut 227 juta barel dan 61 juta barel. Lapangan lain, Sukowati, yang mempunyai cadangan 42,5 juta barel, kini sudah produksi dan digarap Petrochina.

Di Kabupaten Blora, Jawa Tengah, potensi cadangan migas lapangan Kemuning dan Alas Dara mencapai 7,9 juta barel. Ada pun lapangan gas Kedungtuban memiliki potensi 28 juta barel. Potensi cadangan migas Blok Cepu yang dimiliki Kabupaten Bojonegoro mencapai 95,89 persen dibandingkan yang dimiliki Blora 4,11 persen. (owi/el)

Sumber: http://www.jawapos.com/index.php?act=detail&id=10244

Ibu dan Anak Dibunuh

Senin, 31 Mar 2008,

Mayatnya Tergeletak di Ruang Tamu, Penuh Tusukan
SURABAYA - Kasus pembunuhan kembali terjadi di wilayah hukum Polres Surabaya Selatan. Ibu dan anak, Veronica Madia Indria Tjahjati, 57, dan Devi Puspita Sutedia, 24, tewas mengenaskan di rumahnya, Babatan Pratama Blok N-7, kemarin (30/3).

Tubuh keduanya ditemukan tergeletak bersimbah darah di lantai ruang tamu di depan kamar tidur Devi. Bekas bacokan dan tusukan senjata tajam terlihat di beberapa bagian tubuh kedua korban.

Siku kiri Veronica nyaris putus dan di dadanya terdapat satu tusukan. Di sebelah jasad Veronica yang telentang di lantai, tergolek jasad Devi dengan tujuh luka tusukan di dada serta perut.

Veronica merupakan mantan karyawan sebuah pabrik farmasi yang sehari-hari menjadi ibu rumah tangga. Devi, anaknya, bekerja sebagai operator telepon di Hotel Shangri-La.

Tidak ada tanda-tanda perampokan dalam kejadian tersebut. Dua kamar di rumah itu memang acak-acakan, namun tidak ada barang yang hilang dari rumah tersebut, selain ponsel milik Devi dan Veronica. Pintu serta jendela rumah juga tidak rusak. Karena itu, diduga pelaku masuk rumah dengan cara baik-baik.

Berdasar informasi yang dihimpun Jawa Pos, jasad Veronica dan Devi kali pertama ditemukan pukul 05.30 oleh Denok, wanita 45 tahun yang merupakan tukang antar-jemput Devi. Kepada petugas, Denok mengaku sehari sebelumnya sudah dipesan Devi untuk menjemput pada Minggu pagi.

"Waktu saya antar pulang Sabtu (30/3) siang, Devi minta dijemput karena keesokannya (kemarin, Red) harus kerja," katanya kepada petugas.

Karena sudah berjanjian, Denok datang sesuai permintaan Devi. "Awalnya, saya curiga karena melihat pagar rumah sudah tak terkunci," ungkapnya.

Selain itu, Denok melihat jendela rumah dalam keadaan terbuka. Kecurigaan dia bertambah ketika ponsel Devi mailbox. "Tak seperti biasanya," katanya.

Khawatir terjadi apa-apa, Denok menghubungi Budi, satpam perumahan setempat. Kecurigaan tersebut terbukti. Denok dan Budi melihat ibu serta anak itu tergeletak dengan kondisi mengenaskan. Budi lalu melapor ke polisi.

Polisi langsung melakukan olah TKP (tempat kejadian perkara). Tak lama kemudian, mereka menemukan sebilah pisau dapur sepanjang setengah meter penuh darah yang dibungkus kain. Pisau itu ditemukan di belakang rumah yang sehari-hari berfungsi sebagai tempat jemuran.

Awalnya, polisi menyangka bahwa yang dibunuh kali pertama adalah Devi. "Dalam pembunuhan, kami selalu mencari motif," ujar seorang penyidik.

Sekilas, Devi jelas punya alasan lebih banyak untuk dibunuh daripada Veronica. "Logikanya, siapa sih yang mau membunuh nenek-nenek yang sudah tak berdaya," ungkap seorang petugas yang ikut menangani kasus tersebut setengah bercanda.

Namun, hasil otopsi tim dokter RSU dr Soetomo menunjukkan hal lain. Ternyata yang dibunuh lebih dulu adalah Veronica. "Tim dokter menemukan, yang mati lebih dulu Veronica. Berarti, sasaran utamanya adalah Veronica," tegasnya.

Hasil otopsi itu juga menunjukkan senjata yang digunakan untuk membunuh. "Tampaknya, ada dua senjata. Yang pertama adalah pisau dapur yang ditemukan di tempat jemuran. Satunya lagi adalah parang yang hingga kini belum ditemukan," jelasnya.

Hal itu diketahui setelah tim dokter menyimpulkan bahwa nyaris putusnya siku kiri Veronica tak mungkin disebabkan oleh pisau dapur. "Luka itu terjadi dalam satu sabetan. Dan hanya paranglah yang bisa membuat luka seperti itu dalam satu sabetan," katanya.

Kasatreskrim Polres Surabaya Selatan AKP Yimmi Kurniawan menuturkan, pihaknya belum bisa menyimpulkan kasus pembunuhan tersebut. "Kami masih meraba-raba. Yang jelas, kami telah memeriksa sejumlah teman dekat kedua korban itu," ungkapnya. Di antaranya, Jefri, seorang pria yang disebut-sebut sebagai pacar Devi. (ano/nw)

Sumber: http://www.jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=333636

Minggu, 30 Maret 2008

Kado Paling Istimewa untuk Bapak


Oleh: Fathul Abas

Hari ini terasa panas sekali. Apalagi kalau sedang berdesak-desakan di pasar tradisional seperti ini. Panasnya bahkan terasa berkali lipat. Hari ini aku sedang mencari sesuatu buat ayah. Sesuatu yang spesial buatnya. Besok lusa, bapak berulang tahun. Sudah lama aku tidak merayakan ulang tahunnya. Bahkan, ketemu saja aku tidak pernah. Semua ini karena aku merantau ke kota lain.

Ah, aku jadi teringat peristiwa itu…

"Buat apa tho kuliah iku? Bapak yo ora duwe dhuwit, Le, buat bayar. Toh, di rumah ada sawah. Sawah itu aja kamu rawat."

"Bapak, aku ora minta Bapak buat bayarin kuliahnya Arman. Arman cuma minta doa restu Bapak. Arman mau kuliah sambil kerja di sana, Pak."

"Kerja apa? Lha wong ijazah kamu cuma lulusan SMA."

"Ya wis, Bapak juga tau toh kalau ijazah SMA itu tidak ada apa-apanya. Makanya, Bapak izinkan Arman kuliah."

"Pokoknya, Bapak ora ngijinin kamu kuliah. Kamu harus tetep di rumah bantu Bapak di sawah."

Aku langsung pergi ke kamar setelah mendengar perkataan bapak. Entah apa yang kurasakan saat itu. Bingung? Mungkin juga. Benar kata bapak, mencari kerja dengan ijazah SMA sangat sulit. Yang punya ijazah sarjana saja masih sulit nyari kerja, apalagi aku.

Tapi, kalau aku tidak kuliah dan cuma jaga sawah, aku juga tidak bisa meraih cita-citaku sebagai guru. Pikiranku terus berputar. Lama kelamaan, aku tambah puyeng.

Tok, tok, tok...
Kudengar suara ketukan pintu dari luar.
"Man, ini Ibu, Nak..."

Aku langsung membukakan pintu buat ibu. Saat itu, aku melihat wajahnya nan lembut. Rasa bingungku jadi hilang tak terbekas seketika itu juga. Namun, kulihat mata ibu yang memerah bekas tangisan. Mungkin, tadi ibu mendengar semua pembicaraanku dengan bapak tadi.

"Man, kamu ora usah ngelawan bapakmu tho, Nak. Bapakmu itu wataknya keras, ora bakal bisa berubah."

Mendengar apa yang ibu katakan, aku langsung kecewa. Padahal, selama ini ibu selalu membela dan memberi motivasi dalam segala keadaanku. Sekarang, ibu bahkan tidak memberiku semangat, malah menyuruhku menuruti kemauan bapak.

"Ibu kok gitu, tho. Ibu juga tau hidup di zaman sekarang tidaklah gampang. Yang bodoh akan menjadi buruh dan pembantu bagi yang pintar serta bermartabat tinggi. Ibu mau Arman jadi seorang petani selamanya?" ungkapku pada Ibu.

"Ibu tidak ingin punya anak lulusan sarjana, punya titel seorang sarjana pendidikan yang menjadi guru, yang punya mobil, atau yang bisa ngajak ibu jalan-jalan ke mana pun Ibu inginkan?" Kulihat ibu meneteskan air mata. Aku pun sebenarnya tidak tega mengatakan semua ini. Tapi, aku harus melakukannya.

"Ibu ingin, Nak. Ingin sekali. Tapi, kamu nanti bayar kuliahmu pakai uang apa? Bapak dan Ibu di sini ora bisa biayain kamu kuliah. Buat makan sehari-hari aja susah," kata ibuku sambil menangis.

"Bu, Arman bakal cari kerjaan supaya bisa biayain kuliah Arman sendiri. Walau berbekal ijazah SMA, Arman yakin, Bu."

"Man, kamu anak laki-laki Ibu satu-satunya. Kamu adalah anak yang paling Ibu sayangi. Mbak kamu udah berkeluarga, tinggal kamu yang kami punya."

"Justru karena Arman anak laki-laki satu-satunya, Bu, Arman merasa punya kewajiban. Arman pengin buat Ibu dan bapak bahagia, juga bisa memberangkatkan Bapak sama ibu untuk pergi haji," kataku meyakinkan ibu.

Ibu mengusap air matanya, "Kamu memang sama seperti bapakmu. Keras kepala." Ibu mengelus kepalaku sambil tersenyum tipis. Aku bahagia melihatnya. Ibu lalu keluar.

Aku bingung sekarang. Aku sangat menyayangi ibu. Sangat sulit untuk berpisah dengannya. Tapi, apa yang harus kulakukan sekarang? Tiba-tiba aku punya pikiran untuk kabur dari rumah. Mungkin, itu cara satu-satunya untuk membuktikan pada bapak dan ibu kalau aku bisa meraih cita-citaku.

Aku segera merapikan baju-bajuku dan mengambil semua uang simpananku selama ini. Aku hitung semua. "Alhamdulillah, ada tujuh juta. Tidak percuma aku menabung dan menyisihkan uang jajanku selama ini."

Lantas, kutulis sepucuk surat untuk ibu dan bapak.


Untuk Bapak dan Ibuku tercinta
Bapak dan Ibu... Arman menulis surat ini dengan linangan air mata. Dengan rasa sesal dan rasa sedih, Arman meninggalkan surat ini untuk Bapak dan Ibu. Bapak dan Ibuku tercinta, Arman sebenarnya tidak ingin meninggalkan Bapak dan Ibu dengan cara seperti ini. Tapi, Bapak dan Ibu tidak bisa mengerti apa yang Arman inginkan.

Arman hanya ingin meraih cita-cita dan bisa membahagiakan Bapak dan Ibu. Kelak, Arman janji akan pulang dengan membawa undangan wisuda Arman. Arman hanya meminta doa dan restu Bapak dan Ibu agar apa yang Arman lakukan dan cita-citakan dapat berhasil.

Maafkan Arman, ya, Pak. Ini semua demi masa depan Arman. Sekali lagi doakanlah Arman selalu agar bisa meraih cita-cita.

Ananda Tercinta Arman


Peristiwa itu selalu menjadi kenangan. Tapi, kali ini aku benar-benar membawa apa yang aku janjikan. Undangan untuk pelaksanaan wisuda yang akan dilaksanakan satu minggu lagi.

Lima jam lagi, aku akan tiba di terminal. Aku udah tak sabar ingin bertemu bapak dan ibu. Sudah lama sekali rasanya. Bagaimana ya ekspresi mereka nanti? Aku tersenyum-senyum sendiri. Hingga kemudian, aku tertidur.

***

Tak terasa, aku sudah sampai di terminal. Dari terminal ini, aku harus naik angkot untuk menuju desaku. Desaku memang agak terpencil, jaraknya lumayan jauh dari terminal. Sepanjang perjalanan, kuamati setiap jalan dan pemandangan di sekitar. Sudah banyak berubah dari saat kutinggalkan dulu.

Akhirnya, aku sampai di gerbang desaku. Saat itu, matahari berada tepat di atasku. Biasanya, orang-orang sedang pergi ke sawah sekarang. Aku segera melangkahkan kaki menuju rumah.

Rumahku tidak berubah. Catnya masih sama seperti dulu, hijau. Warna favorit Ibu. Halamannya juga tidak berubah. Hanya pohon mangga besar yang dulu sering kupanjat yang tidak ada.

"Assalamualaikum," aku tak sabar mendengar jawaban salamku.

"Waalaikumsalam," kulihat seorang perempuan berumur lima puluh tahunan keluar dari dalam rumah. Aku segera berlari dan bersujud di kakinya. Air mataku tak terbendung lagi. Akhirnya, aku bisa bertemu dengan ibu.

"Ibu…" segera kupanggil namanya. Ibu pun langsung menuntunku berdiri. Kupandangi wajahnya. Ibu menangis. Walau sudah tua, wajahnya masih kelihatan segar dan kecantikannya pun masih terlihat.

"Bu, Arman kangen Ibu… Bapak mana, Bu?" Aku berlari ke dalam rumah dan mencari bapak. "Pasti bapak lagi di sawah, ya, Bu?"

"Bu, ini Arman bawakan apa yang Arman janjikan pada Ibu dan Bapak, undangan wisuda. Selasa depan Arman diwisuda, Bu... Arman juga bawa pakaian untuk dipakai Ibu dan Bapak di wisuda nanti." Saat itu, kupandang wajah ibu. Dia menangis.

"Ibu ... kok menangis?" tanyaku.
"Bapakmu, Man...." Ibu bicara sambil menangis.
"Ada apa dengan bapak, Bu? Bapak masih marah sama Arman, ya?" tanyaku lagi.
"Bapakmu, bapakmu.... Bapakmu meninggal satu tahun yang lalu, Nak."

Aku kaget mendengar apa yang ibu katakan. Bungkusan plastik berisi pakaian Ibu dan Bapak langsung jatuh. Air mataku tumpah.

"Bapak....meninggal, Bu? Bapak telah meninggal? Nggak mungkin, Bu..." Aku segera memeluk Ibu. Aku merasa menjadi anak durhaka, tangisku pun semakin jadi.

***

"Man, makan dulu, Nak," kata ibu malam itu.
"Arman ndak lapar, Bu." Ibu menghampiriku.
"Man, bapakmu bahagia sekali ketika kamu berangkat. Setiap malam dia bangun dan mendoakanmu. Dia bangga punya anak seperti kamu, Man." Aku memandang wajah ibu.

Mendengar perkataan ibu, aku semakin bahagia. Apalagi, ketika hari wisuda tiba, gelar mahasiswa terbaik berhasil kuperoleh. Saat berjalan ke arah panggung, aku ingat bapak. Ribuan tepuk tangan kudengar. Di sebelah sana, kulihat ibu tersenyum bangga padaku.

"Bapak, semua ini kupersembahkan untukmu. Semua yang kuraih sekarang semoga menjadi kado yang membahagiakanmu di alam sana." batinku sambil menarik napas, menerima penghargaan dari rektor.

Penulis adalah pelajar Unair

Sumber: http://www.jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=332338

Andy F. Noya Lulusan Tehnik yang Cinta Jurnalistik

Minggu, 30 Mar 2008,



Sering Bikin Guru Takjub
Berkat acara Kick Andy, nama Andy Flores Noya, 47, melejit bak selebriti. Namun, pria yang khas dengan rambut kribo dan kacamata minus itu tetap lebih senang disebut jurnalis saja.

Orang hebat biasanya memiliki masa kecil yang tidak biasa. Itu bisa dibuktikan pada kehidupan seorang Andy F. Noya. Andy mengaku, saat kecil dirinya adalah seorang yang nyentrik. Penampilannya tidak karua-karuan. Ketika sekolah, dandanannya selalu lain daripada yang lain.

Kadang-kadang rambut kribonya itu dicat kuning, merah, atau warna apa saja asalkan keren. Sepatu yang biasa dipakainya model lars kulit yang dipilox warna-warni. Andy juga sering memakai kalung dengan liontin dot bayi. "Jadi, kalau sedang iseng, dotnya aku empeng. Mungkin, itu karena jiwa seni saya yang terlalu besar," katanya saat berbincang dengan Jawa Pos di kantornya, Jumat (28/3) lalu.

Tak ayal, kelakuannya itu kerap membuat gurunya takjub. "Beberapa guru malah bilang, mau diapakan ya anak ini? Tapi, guruku juga bingung karena aku berprestasi. Aku selalu jadi juara, bahkan juara umum satu sekolah," kenang pria kelahiran Surabaya, 6 November 1960 itu.

Meski prestasi sekolahnya nyaris tanpa "cacat", pendidikan sempat membuat hidup Andy terombang-ambing dalam kebingungan. Setamat SD Sang Timur, Malang, pada 1973, sang ayah, Ade Wilhelmus Noya, memasukannya ke Sekolah Teknik (ST) Negeri Jayapura.

Tamat ST pada 1976, Andy melanjutkan ke Sekolah Teknik Menengah (STM) di Jayapura untuk jurusan mesin. Pada 1979, ayahnya meninggal dunia. Sejak itu, Andy pindah ke Jakarta dan tinggal bersama salah seorang kakaknya. Sekolahnya ikut pindah ke STM Negeri 6 Jakarta.

"Masuk sekolah teknik karena orang tua. Waktu itu kan belum diberi kesempatan memilih. Lagipula, aku belum paham. Saat itu, masuk sekolah teknik supaya cepat kerja dan nggak dibiayai lagi," tuturnya.

Menurut Andy, kondisi ekonomi keluarganya memang tidak terlalu berkecukupan. Ayahnya bekerja sebagai tukang reparasi mesin tik. Ibunda, Mady Klaarwater, bekerja menjahit pakaian.

"Aku pernah merasa ketika remaja dulu, ’iya ya bapakku ini kok cuma betulkan mesin tik, nggak ada bangga-bangganya’. Sementara orang lain bilang bapaknya jadi inilah jadi itulah," kisahnya.

Tapi, lanjut Andy, belakangan dia mulai menyadari bahwa profesi itu tidak membatasi seseorang untuk memberikan nilai dalam kehidupan ini. "Karena aku merasa banyak sekali nilai hidup yang berguna dari orang tua, terutama ayah," ungkapnya.

Enam tahun sekolah teknik ternyata tidak menempa Andy untuk menjadi teknisi. Sebaliknya, bakat terpendam yang tidak dipelajari secara formal semakin terasah. Bakat itu adalah menulis dan menggambar.

Ketika SD, gambar Pangeran Diponegoro dan RA Kartini buatannya sampai dipajang di ruang kesusteran (istilah ruang kepala sekolah, Red.). Guru bahasa ketika itu juga mengatakan Andy pintar mengarang sehingga cocok jadi wartawan.

"Ada dua guru yang mengatakan seperti itu. Guru SD dan ketika ST. Waktu itu suka mengarang dan bikin puisi, katanya aku sebaiknya jadi wartawan. Pikirku waktu itu, wartawan itu apa? Kerjaannya apa?" ujarnya.

Setamat STM, anjuran dua guru itu ternyata makin kuat di pikirannya. Sebenarnya Andy dapat beasiswa jika mau kuliah jurusan teknik mesin karena dia menjadi juara umum di sekolah. Namun, hatinya tidak ke sana.

"Tanpa disengaja aku baca majalah ada tulisan bahwa jika Anda ingin jadi wartawan di Sekolah Tinggi Publisistik (sekarang Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Red). Nah! Ini sekolah saya. Sebenarnya nyaris tidak diterima karena dari sekolah teknik. Dengan segala cara akhirnya rektornya mengizinkan. Bahkan, masuk semester dua disuruh siap-siap jadi asisten dosen," ungkapnya.

Bakat menulis dan menggambar Andy semakin tersalurkan setelah dia menyandang status mahasiswa. Andy sering kirim artikel, karikatur, dan kartun ke beberapa media dan dimuat.

"Dulu itu kartun dimuat bayarannya Rp 4 ribu, karikatur Rp 15 ribu, dan cerpen Rp 15 ribu. Aku ambil setiap bulan. Kadang juga jual kartu ucapan dari karton aku lukis pakai cat air jual Rp 3 ribu. Lumayan, untuk tambahan karena aku juga dikasih ongkos sama kakak walau tidak banyak," ulas Andy yang bisa melukis karena keturunan ayahnya itu.

Pada 1985, majalah Tempo membuka lamaran bagi para calon reporter untuk proyek pembuatan buku Apa Siapa Orang Orang Indonesia. Andy ikut serta dan sejak saat itu dia kenal lingkungan media tersebut.

"Tiba-tiba waktu di toilet ketemu orang Tempo, namanya Rahman Toleng. Katanya, aku siap-siap jadi wartawan majalah Tempo, Pak Goenawan Muhammad tertarik. Saat itu aku memang produktif dan katanya tulisannya paling bagus," kisahnya.

Tapi, Andy akhirnya memilih jadi wartawan harain Bisnis Indonesia yang baru saja didirikan oleh orang Tempo, Lukman Setiawan. Satu setengah tahun kemudian, dia diajak pindah ke majalah Matra oleh Fikri Jufri sampai 1992. Lalu, di Media Group sampai 16 tahun lamanya. "Kuliah saya nggak tamat. Sejak masuk proyek Tempo, kakak saya sudah nggak mampu lagi biayain," ceritanya.

Terhitung sudah lebih dari dua puluh tahun Andy menjadi seorang jurnalis. Lewat acara Kick Andy, namanya kini makin dikenal. "Tapi, aku terganggu dengan stigma jadi selebriti. Aku tetap jurnalis. Selebriti itu kesannya artis, orang terkenal yang kerja di dunia hiburan," katanya. (sugeng sulaksono/ayi)

Sumber: http://www.jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=333389

Sabtu, 29 Maret 2008

Obama ”Ancam” keluar Gereja

Sabtu, 29 Mar 2008,

NEW YORK - Bakal calon presiden Amerika Serikat dari Partai Demokrat Barack Obama "mengancam" akan keluar dari gereja, tempat dia beribadah sejak lama, jika Pastur Jeremiah A. Wright, tidak mundur atau meminta maaf. "Saat ini saya merasa tidak nyaman lagi berada di gereja tersebut," katanya dalam acara talk show di stasiun televisi ABC 25 Maret lalu.

Rasa tidak nyaman dan "ancaman" Obama itu muncul menyusul komentar pedas Wright kepada pemerintah AS. Dalam sebuah ceramahnya, pastur itu mencela AS dengan ungkapan God damn America (Sialan kamu, Amerika).

Pastur yang dikenal anti-AS itu juga menyebut kebijakan luar negeri negeri itulah yang membuat berkembangnya terorisme internasional. Selain itu, dia juga menuding AS sengaja menyebarkan AIDS untuk menghancurkan bangsa kulit berwarna di dunia. Komentar pedas Wright itu dimanfaatkan kubu Hillary Clinton - rival Obama - untuk menyerangnya.

Meski saling serang, Obama dan Hillary sepakat untuk saling dukung setelah calon terpilih ditentukan lewat konvensi nasional Partai Demokrat 25-28 Agustus mendatang. "Ketika persaingan ini berakhir dan kita memiliki calon kuat, kita akan menutup pertempuran ini dan kembali bersatu," ujar Hillary.

Hal senada juga dikatakan Obama, kepada salah stasiun televise berita ABC News. Kekalahan dalam pertarungan menuju pilpres bagaimana pun juga adalah kekalahan yang memalukan karena masing-masing dari mereka memiliki pendukung yang kuat, "Harus ada sebuah kerja sama untuk yang terpilih agar membawa partai bersama kembali," ujar Obama. (AFP/AP/tik/ruk)

Sumber: http://www.jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=333272

Mahasiswa Balas Serang Balai Kota

Sabtu, 29 Mar 2008,

BENTROK: Mahasiswa memasuki Kantor Wali Kota Kendari kemarin. Mereka saling serang dengan pegawai pemkot.

Buntut Penyerbuan Polisi kee Kampus Unhalu
KENDARI - Hanya sehari setelah aksi penyerbuan polisi ke kampus Universitas Haluoleo (Unhalu) Kamis (27/3), Kota Kendari kemarin (28/3) kembali panas. Ribuan mahasiswa turun ke jalan. Aksi yang tak terkendali itu mengakibatkan mereka bentrok dengan pegawai pemkot. Akibatnya, kantor wali kota rusak.

Sebelum bentrok terjadi, sejak pagi para mahasiswa Unhalu mengadakan orasi di depan pintu kampus Tridharma Andounuhu. Dalam pernyataannya, mereka tegas mengutuk dan meminta pertanggungjawaban Kapolda Sultra Brigjen (Pol) Djoko Satriyo atas tindakan anggotanya yang masuk dan menyerang kampus mereka.

"Otoritas kampus ternoda. Provokasi yang menyebutkan adanya anggota polisi yang meninggal dan kemudian menjadi alasan melakukan penyerangan di rektorat itu hanya taktik," kata Wahid, ketua MPM Unhalu, membakar semangat rekan-rekannya.

Mereka menuntut Kapolda dicopot dari jabatannya. Bahkan, Wali Kota Kendari Asrun yang dianggap biang kekisruhan akibat kengototannya menggusur PKL juga diminta bertanggung jawab. "Ini revolusi kedua kami setelah 1998. Asrun harus diturunkan. Dia telah membuat kota ini menjadi berdarah. Asrun membenturkan sesama masyarakat dan preman. Asrun harus turun," kata Andi Safri, pengurus BEM Unhalu.

Rektor Unhalu Prof Mahmud Hamundu juga menyempatkan diri memimpin orasi mahasiswa di pelataran Rektorat Unhalu. Dia menyerukan bahwa yang dilakukan mahasiswa kemarin adalah upaya solidaritas atas saudaranya yang menerima tindakan tidak adil.

"Silakan sampaikan aspirasi anak-anakku ke DPRD. Tapi, jangan anarkis. Bedakan Anda seorang intelektual, bukan preman yang memorak-porandakan kampus kita," kata mantan ketua KNPI Sultra itu.

Mahmud juga menyampaikan hasil pertemuannya dengan Kapolda Brigjen (Pol) Djoko Satriyo Kamis (27/3) malam. Menurut dia, delapan mahasiswa sudah dibebaskan tanpa syarat. Kerusakan fasilitas Unhalu sepenuhnya menjadi tanggung jawab universitas, begitu pula sebaliknya.

Menurut rektor, Kapolda siap meminta maaf kepada civitas akademika Unhalu di media massa lokal. "Yang terpenting, semua menempuh langkah persuasif," katanya.

Setelah memberikan orasi, Mahmud melepas mahasiswa dengan warning. Silakan unjuk rasa ke DPRD, tapi jangan anarkis. Ribuan mahasiswa pun menuju DPRD Sultra tepat pukul 10.00 Wita. Di perjalanan, tak henti-hentinya masyarakat meneriakkan dukungan atas penolakan penggusuran PKL yang dilakukan Asrun.

Hari itu semula mahasiswa ingin menyampaikan aspirasinya ke DPRD Sultra. Namun, saat melintasi kantor wali kota, mahasiswa terpancing dengan ejekan sejumlah CPNS Pemkot. Mereka baru mengikuti orientasi, lengkap dengan alat kerja bakti.

Para CPNS yang tersisa itu kemudian melempari mahasiswa dengan batu dan lainnya. Mendapat respons, mahasiswa kian bersemangat. Terjadilah aksi saling lempar. Para pegawai pemkot terpukul mundur sehingga mahasiswa Unhalu leluasa melempari kaca-kaca kantor wali kota dan truk Satpol PP. Belasan motor yang parkir juga dirusak.


Propam Turun Tangan

Kasus penyerbuan polisi ke Kampus Universitas Haluoleo (Unhalu) Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis (27/3), berbuntut panjang. Kendati tidak sampai mengirimkan tim khusus ke sana, Mabes Polri memberikan perhatian khusus pada kasus yang bisa memalukan korps baju cokelat itu.

"Tidak ada yang kebal hukum, (baik) aparatnya, mahasiswanya, atau orang pemda-nya," tegas Kabidpenum Polri Kombes Pol Bambang Kuncoko di Mabes Polri kemarin (28/3).

Menurut perwira menengah tersebut, Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Sultra telah meminta keterangan komandan yang saat itu mengendalikan aparat di lapangan. "Ini baru 1 x 24 jam. Kami belum tahu hasilnya. Dari pihak mahasiswa juga belum ada yang ditahan," katanya.

Apakah pertanggungjawaban sampai di level Kapolda? "Yang jelas, semua yang terlibat," ujarnya.

Namun, lulusan Akpol 1974 tersebut membantah soal penggunaan senjata api dalam penyerbuan polisi itu. Bambang mengungkapkan, yang ada hanyalah senjata pelontar gas air mata. "Itu senjata pelontar gas. Tidak untuk membinasakan, tapi melumpuhkan," ungkapnya.

Dalam Protap Dalmas (pengendalian massa) dan PHH (pasukan hura-hara) Standar Polri 2006 diatur, polisi tidak menggunakan peluru tajam untuk mengatasi unjuk rasa. Dalam status terburuk, yakni merah, saat massa sudah merusak hingga berbagai bentuk penganiayaan berat, yang bertanggung jawab adalah Kapolda. Dalam tingkat itu, PHH Brimob Polri yang mengambil alih pengamanan.(naz/el)

Sumber: http://www.jawapos.com/index.php?act=detail&id=10234