Jumat, 11 April 2008

Buya Hamka Tulis Buku Tasawuf untuk Obati Masyarakat Modern

Jakarta-RoL -- Menulis buku mengenai tasawuf bagi Buya Hamka (1908-1981), semata-mata dilakukan untuk mengobati jiwa masyarakat modern yang semakin jauh dari nilai dan ajaran agama.

"Buya Hamka menulis buku yang bertajuk Tasawuf Modern untuk mengobati jiwa masyarakat modern yang mengalami goncangan jiwa dan gangguan ruhani," kata Kepala Kantor Masjid Agung Al Azhar, Amliwazir Saidi, di Jakarta, Jumat (11/4).

Amliwazir menjelaskan, tasawuf yang dimaksud oleh Hamka adalah membicarakan hakikat kebenaran Tuhan dengan cara bahwa manusia harus mengenal hakikat dirinya sendiri.

Amliwazir menuturkan, Hamka mendefinisikan sufi sebagai meninggalkan budi pekerti yang tercela dan memasuki budi pekerti yang terpuji, berakhlak tinggi, sanggup menahan haus dan lapar.

Maka, lanjut Amliwazir, yang dimaksud dengan Tasawuf Modern oleh Hamka adalah mengembalikan akar tasawuf ke asalnya yang semula yaitu ajaran Alquran dan Assunnah.

Ketua PBNU, Dr Said Agil Siraj dalam kesempatan terpisah, Kamis mengatakan, Hamka merupakan sosok yang menjadi pionir dalam penyebaran ilmu tasawuf secara nasional di Tanah Air.

"Melalui buku Tasawuf Modern' Buya Hamka adalah yang pertama mengangkat tema tasawuf di tingkat nasional," kata Said.

Menurut Said, melalui karya tersebut tasawuf tidak lagi dikenal sebagai sekumpulan orang yang kumuh tetapi merupakan suatu pola pikir yang bisa diaplikasikan dalam zaman modern.

Selain itu, ujar dia, banyaknya kutipan dari pemikiran Imam Al Ghazali dalam Tasawuf Modern juga mengindikasikan bahwa tasawuf Buya Hamka mengacu kepada Tasawuf Sunni.

"Tasawufnya Buya Hamka adalah Tasawuf Sunni, bukan Tasawuf Falsafi apalagi Tasawuf Kejawen," kata Said.

Tasawuf atau sufisme itu sejauh ini masih menjadi sesuatu hal yang kontroversial bagi sejumlah umat Islam. Para sufi banyak yang kerap dianggap menyimpang antara lain Ibnu Arabi yang memformulasikan konsep ala pantheisme bernama "Wihdatul Wujud" atau kesatuan wujud yang berisi keyakinan bahwa manusia dapat bersatu dengan Tuhannya.

Masjid Al Azhar pada tahun 2008 menyelenggarakan peringatan 100 Tahun Buya Hamka dengan menggelar berbagai acara antara lain dialog terbuka, festival budaya, dan rencana pembuatan Buya Hamka Center. antara/is

Sumber: http://republika.co.id/online_detail.asp?id=329986&kat_id=23

Gus Dur Diundang Hadiri Ultah ke-60 Israel

Dalam perayaan ulang tahun ke-60 nanti,  Presiden Israel Shimon Peres akan mengundang berbagai tokoh penting, termasuk Gus Dur

ImageHidayatullah.com—Menandai hari ultah tahun Israel ke-60, atau Hari Penjajahan ke wilayah Palestina, Israel akan memperingatinya dengan penuh semarak. Tak kurang, kepala Nagara berpengaruh dari berbagai belahan dunia didatangkan, termasuk mantan presiden RI keempat, Abdurahman Wahid atau kerap dipanggil Gus Dur.

Selain Gus Dur, tokoh-tokoh yang dijadwalkan hadir adalah, Presiden AS, George W.Bush, Barbra Streisand, Tony Blair, Mikhail  Gorbachev dan raja media, Rupert Murdoch.

Sebagaimana diakui Shimon Peres, diperkirakan, 10 orang presiden dari Negara berbeda,  enam orang mantan presiden, menteri,  ilmuwan, filsuf, seniman, akan diundang.

Selain itu, Israel akan memeriahkannya dengan sebuah konferensi. Yang disebutnya dengan istilah ‘sumbangan Israel bagi kemanusian’.

Konferensi akan diselenggarakan 13-15 Mei akan menghadirkan George W Bush, sebagai simbol penghormatan sekutu utama Israel. 

"Setelah 60 tahun kita ingin berdiri dan mengatakan 'terimakasih pada Amerika,” ujar Peres dikutip Kantor Berita AP.

Peres juga mengatakan, lebih dari 2000 peserta konferensi akan hadir dalam acara hari jadi Yahudi.

Daftar tamu yang telah ditetapkan termasuk Henry Kissinger, peraih Nobel, Elie Wiesel, mantan Presiden Cekoslovakia Vaclev Havel,  Profesor Harvard Alan Dershowitz, pendiri Google Sergey Brinn, pendiri  Facebook Markus Zuckerman, Ratan Tata, pimpinan Tata Group, India.  Jutawan AS, Sheldon Adelson,  serta  Gus Dur. Gus Dur, ditengarai satu-satunya wakil dari Negara yang tak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel.

Sebagaimana diketahui, Israel menyatakan resmi sebagai negara pada 1948, setelah “mencaplok” Negara Palestina.  Hari jadi Isrel jatuh pada  8 Mei nanti.

Hingga hari ini belum ada konfirmasi dari Gus Dur menyakut kehadirannya. Namun, sejauh ini, orang nomor satu di PKB ini adalah anggota The Shimon Peres Peace Center, dan dikenal amat dekat dengan Shimon Peres.

foto: Gus Dur dengan Mantan Menteri Pertahanan Israel, Ehud Barak

Sumber: http://hidayatullah.com/index.php?option=com_content&task=view&id=6677&Itemid=1 

Eropa akan Izinkan Diskriminasi Agama

Komite Eropa akan memberikan lampu hijau untuk melakukan “mendiskriminasian agama”. Inikah hasil dari demokrasi?

Hidayatullah.com--Dengan alasan untuk menjaga keamanan beberapa negara di eropa, maka komite eropa di bulan Juni mendatang akan mengusulkan penerapan hukum ini.

Diskriminasi tidak diperkenankan dalam beberapa hal, misalnya dalam ruang lingkup pekerjaan dan pelayanan kesehatan bagi para orang cacat berdasarkan ras atau jenis kelamin, sementara pendiskriminasian dalam tataran agama diluar hukum baru yang akan ditetapkan, demikian ujar komisaris eropa Vladimir Spidla yang mana juga bertanggung jawab dalam masalah lapangan kerja, sosial dan persamaan hak.

Bocoran akan adanya rencana hukum baru ini membuat marah kubu kaum liberal dan hijau di parlemen eropa.

Juru bicara dari Spidla menyatakan bahwa beberapa waktu yang lalu dari hasil penelitian yang ada, ternyata sebagian besar masih memprioritaskan perlunya menjaga jarak untuk pendiskriminasian berlandaskan orang cacat, sedangkan untuk agama diluar itu.

Dengan perkembangan ini maka penerapan hukum baru mempunyai kans besar untuk disetujui oleh para anggota negara EU (Uni Europa). Karena hal ini berkaitan dengan realitas politik yang ada.

Sumber: http://hidayatullah.com/index.php?option=com_content&task=view&id=6674&Itemid=1

Geliat Umat Islam di Bumi Papua

Sedikit orang tahu bahwa bumi Papua kental kaitannya dengan Islam. Dalam catatan sejarah, Islam lebih awal masuk sebelum datangnya Kristen

Hidayatullah.com--Tak banyak yang tahu, orang Irian telah memeluk Islam sejak ratusan tahun silam. Namun, sejak masuknya Belanda ke Irian (1824), perkembangan Islam menjadi terhambat. Ketika itu, umat Islam mendapat tekanan dari pemerintah Belanda. Akibatnya, tak sedikit Muslim di kampung-kampung kembali murtad.

"Imej atau sudut pandang kebanyakan orang dalam memandang masyarakat Irian cenderung salah kaprah. Dikiranya, Islam tak pernah tersentuh, bahkan ada di bumi Irian. Padahal sebelum agama Kristen masuk, Islam sudah lama ada," kata Bupati Fakfak H Wahidin Puarada, kemarin.

Ia mengatakan hal itu usai menyampaikan rencana menggelar MTQ tingkat provinsi di Kabupaten Fakpak, Papua Barat, seminar sehari bertema 'Geliat Muslim Irian: Antara Sejarah, Kiprah dan Tantangan Dakwah', serta Karnaval Mushaf Al-Quran Tertua di Fakfak. Kegiatan yang berlangsung pada 11-24 April 2008 ini hasil kerja sama Al Fatih Kaffah Nusantara (AFKN) dengan Pemda Kabupaten Fakfak.

Wahidin Puarada menambahkan, sejumlah kegiatan yang diadakan itu, untuk membuka mata dunia bahwa Irian tak identik dengan nonMuslim.

"Kita juga ingin masyarakat Irian mengetahui sejarah masuknya Islam ke sini. Dengan begitu, mereka juga tidak salah dalam menilai Islam," paparnya.

Menurutnya, geliat Muslim Irian beberapa tahun terakhir ini begitu menggebu. Terlihat ketika kegiatan serupa diadakan tahun lalu. Banyak yang amat antusias mempelajari Islam. Atau berbisnis yang halal. Ada juga yang rajin mencari sejarah mushaf Al-Quran, meski beragama non Muslim.

"Ini pertanda Islam di Irian tidak identik dengan hal-hal negatif seperti yang digembar-gemborkan musuh Islam," katanya.

Diungkapkan, Islam masuk ke Irian pada abad ke-13. Keberadaan Islam di Fakfak dimulai pada 1214 dengan pendaratan Syeikh Fuad bin Syaur atau Syekh Puar, saudagar asal Hadramaut, Yaman.

Versi lain, Islam masuk ke wilayah ini diperkenalkan oleh Kerajaan Samudera Pasai, yakni melalui Syeikh Iskandar Syah. Perjalanan dakwah selanjutnya disusul oleh Kesultanan Ternate dan Tidore, setelah Belanda datang ke Irian.

Dari Fakfak, Islam berkembang hingga Kabupaten Raja Ampat, Babo, Bintuni, dan Kaimana. Kerajaan Patuanan Patipi (Ismailah Ibah) adalah kerajaan pertama yang memeluk agama Islam. Disusul kerajaan-kerajaan lainnya.

Pengkaburan Sejarah

Sebelum ini, seorang wartawan Majalah Suara Hidayatullah, Ali Atwa, menulis sebuah buku sejarah masuknya Islam di bumi Papua. Buku berjudul,  Islam Atau Kristen Agama Orang Irian (Papua)” menyebutkan, ada upaya-upaya pengkaburan dan penghapusan sejarah dakwah Islam berlangsung dengan cara sistematis di Papua.

Sebelum ini, banyak diklaim bahwa di propinsi itu milik salah satu agama tertentu. Namun hasil penelusuran jurnalistik Ali Atwa, sesunguhnya Islam di Papua memiliki sejarah tersendiri.

Bila ditinjau dari catatan sejarah, Islam masuk ke Papua terjadi pada awal abad ke XVII, atau dua abad lebih awal dari masuknya agama Kristen Protestan yang masuk pertama kali di daerah Manokwari pada tahun 1855, yang dibawah dua orang missionaris Jerman bernama C.W. Ottow dan G.J. Geissler.

Sumber: http://hidayatullah.com/index.php?option=com_content&task=view&id=6673&Itemid=1

Permainan Baru Membenci Arab Dipopulerkan di Inggris

Sebuah permainan game rasis muncul di Inggris. Game berjudul “Die Arab” (Matilah Arab) berisi kebencian terhadap orang-orang Arab. Dimaksudkan untuk Islam?

Hidayatullah.com—Kalangan Muslim Inggris marah setelah beredar jenis permainan perang-perangan yang baru yang disebut Die Arab (Matilah Orang Arab). Dalam game itu, para pria yang berpakaian militer berperang melawan musuh yang hanya dikenali melalui shemagh, hiasan kepala yang biasa dipakai orang Arab.

"Segala macam permainan yang berhubungan dengan senjata dan kekerasan pada kebudayaan tertentu jelas merupakan hal yang salah. Penggunaan pakaian Arab, khususnya pada iklim saat ini, merupakan hal bodoh dan berpandangan dangkal," ujar Mokhtar Badri, seorang anggota eksekutif Asosiasi Muslim Inggris (MAB).

Untuk menandai peluncuran game baru ini pada Senin kemarin, pihak penyelenggara merencanakan berbagai pertempuran di dalam hutan, parit dan bangunan-bangunan yang tak terpakai. Seratus dua puluh peserta, bahkan ada yang usianya baru 16 tahun, akan dibagi-bagi menjadi beberapa tim dan beberapa tim harus memakai shemagh untuk mengidentifikasi musuh. Sejauh ini sudah 40 orang yang bersedia ikut dalam perang pembukaan di mana setiap pemain dikenakan biaya 30 poundsterling.

Mereka akan menggunakan berbagai macam senjata yang semuanya hanyalah tiruan seperti senapan mesin, pistol, bedil yang biasa dipakai penembak jitu, granat tangan, granat asap, kacamata khusus malam hari dan alat pembungkam.

Pencipta game ini, Peter Jenkins dan Darren Howells mempertahankan argumentasi mereka untuk menggunakan hiasan kepala tradisi Arab sebagai 'cara termudah untuk mengenali musuh'.

"Kami hanya menggunakan shemagh untuk membedakan antara satu tim dengan tim lain. Bila ada teroris yang menggunakannya, itu tidak berarti rasis," sanggah Jenkins.

Namun pendapat ini ditentang Badri, yang juga pemimpin umat Islam.

"Mereka dapat saja menggunakan jenis warna atau pakaian lain untuk membedakan antara satu tim dan tim lain yang tidak akan melukai perasaan orang lain," tegasnya.

Badri juga memperingatkan bahwa permainan seperti itu penuh dengan aksi kekerasan. "Anak-anak muda semestinya tidak diberi peluang untuk bermain di lingkungan yang mengagungkan penggunaan senjata," tambahnya.

Kabar terakhir yang beredar di Inggris menyebutkan, Kementerian Pertahanan Inggris sengaja mengagungkan perang untuk merekrut anak muda agar bergabung dalam militer. Anak-anak berusia tujuh tahun menjadi sasaran perekrutan militer dengan berbagai metode, termasuk kunjungan ke sekolah, literatur, dan pasukan kadet local.

Sumber: http://hidayatullah.com/index.php?option=com_content&task=view&id=6672&Itemid=1

Kubah yang “Menakutkan” Warga Eropa

Selama 40 tahun warga Muslim Jerman berusaha memiliki tempat ibadah. Namun, diprediksi,  dari menara masjid ini, masyarakat Eropa cemas

ImageHidayatullah.com--Puncak menara kembar di dekat gereja Katedral Gothic Jerman akan segera memiliki teman. Sebuah pencakar langit baru akan menghias di langit Cologne. Menara ini, dalam waktu dekat akan bersanding dengan menara Katedral Gothik yang dianggap terbesar di Jerman. Itulah, menara masjid besar Ehrenfeld. Masjid raksasa dengan anggaran sebesar 23 juta dolar AS  atau setara Rp 211,6 miliar.

Masjid yang akan dimulai pembangunannya mulai Juni mendatang dan dijadwalkan akan rampung dua tahun mendatang itu kelak tak hanya akan membawa 120.000 orang Muslim Cologne menunjukkan identitas dirinya. Bahkan, boleh jadi akan membawa warna baru di Eropa.

Tentusaja, ini bukan pekerjaan sederhana tanpa keringat. Perjuangan mereka agar rencana pembangunan masjid di kota itu bisa tegak berdiri telah menyita waktu dan perhatian yang boleh dibilang tidak sedikit.

Warga Muslim Jerman yang berharap kehadiran masjid sebagai bisa jembatan dan medium integrasi dengan masyarakat setempat telah berjuang ‘berdarah-darah’ untuk mendapatkan identitasnya diri.

“Dengan adanya masjid ini, warga Muslim tidak akan berpikir lagi tentang negara asal mereka sebagai rumah mereka tapi memikirkan Jerman, ” kata Seyda Can dari DITIB suatu ketika. DITIB adalah singkatan dari Turkish-Islamic Union for Religius Affairs.

Menurut Seyda,  warga Muslim sudah menetap di Cologne sejak 40 tahun yang lalu, tapi mereka masih saja shalat di ruangan-ruangan paling belakang. Ada 120 ribu Muslim di Cologne atau sekitar 12 persen dari jumlah populasi. Kami tidak seharusnya bersembunyi, ” papar Seyda suatu hari dikuti Koran Jerman.

Tentu,  upaya kaum Muslim tak berjalan mulus. Ada banyak liku-liku. Rencana pendirian masjid yang dilengkapi dengan kubah serta dua menara setinggi 55 meter itu banyak melahirkan penolakan.

ImageDiantara kelompok yang amat gencar melakukan penolakan adalah kelompok kiri di Cologne. Melalui wadah Pro Cologne, mereka berusaha mendapat dukungan dari kalangan kiri di Austria dan Belgium. Kampanye Pro Cologne memandang langkah pembangunan masjid sebagai upaya “Islamisasi Eropa”.

Sejak dua tahun lalu mereka gencar mengampanyekan dan mengedarkan petisi penolakan pembangunan masjid. Jajak pendapat yang digelar harian cetak terbesar Cologne, Koelner Stadt-Anzeiger, menunjukkan 60 persen warga kota menolak berdirinya masjid lengkap dengan menara.

''Masjid itu akan memudahkan warga Turki menyusup ke dalam sebuah komunitas yang paralel di mana mereka tidak ingin berbahasa Jerman,'' kata Manfred Rouhs. ''Masjid itu juga simbol “islamisasi” di Eropa dan kegagalan intergrasi di mana 120 ribu Muslim Cologne, sebagian besar berdarah Turki, enggan membaur dengan kehidupan khas Jerman. Ini adalah sebuah bahaya bagi Eropa,'' lanjutnya.

Tak sekedar perasaan ketakutan akan hadirnya Islam. Penolakan juga diarahkan dengan bentuk tuduhan yang sangat tak layak.

Seorang pengemudi taksi Laszlu Reischl, memandang kehadiran masjid yang hanya berjarak dua mil dari katedral sebagai bukti kuat kehadiran Islam ekstremis, tak hanya di Jerman tetapi juga di benua Eropa. 

''Saya selalu beribadah di sebuah kapel kecil tak jauh dari Katedral Cologne dan saya merasa ibadah saya tidak menjadi lebih bermakna ketika saya beribadah di katedral,'' ujar Laszlu Reischl (56).  “Saya heran mengapa mereka ngotot membangun sebuah masjid, yang besar lagi,'' tegas Reischl sebagaimana dikutip situs www.bloomberg.com.

ImageTapi asumi itu ditolak kaum Muslim dan Walikota Cologne, Fritz Schramma. Sekretaris Jenderal Islamic Union, Mehmet Yildirim mengatakan, ''Susahnya mendirikan masjid merefleksikan ketakutan Jerman pada Islamofobia, rasisme, dan xenophobia.'' ''Masyarakat Jerman adalah sebuah masyarakat yang di masa lalu tidak banyak mempunyai relasi dengan komunitas yang berbeda agama dan kebudayaan. Oleh karena itu mereka menjadi mudah curiga dan khawatir,'' lanjut Yildirim.

Sementara itu, Walikota Cologne mengatakan, bagaimanapun, keberadaan masjid di Cologne sangat dibutuhkan. Cologne yang menjadi rumah bagi komunitas Muslim terbesar Jerman -- 12 persen dari total populasi -- tentu sangat aneh jika tidak mempunyai masjid. Selain itu, tegas Schramma, masjid akan meredam pengaruh kelompok radikal dan justru akan membantu penerimaan dan kepercayaan publik kepada Islam.

Schramma juga menggarisbawahi, pembangunan ini disetejui setelah kesediaan Islamic Union yang mau bernegosiasi dan menyetujui sejumlah perubahan. Diantara perubahan yang disepakati itu adalah; kaum Muslim menyetujui mengurangi ketinggian menara, ruang ibadah, dan menggemakan adzan hanya di lingkungan masjid melalui pengeras suara dalam ruangan. Dan yang patut diingat, tegasnya, mereka juga bersedia memberikan separo dari pertokoan bagi pemilik usaha warga Jerman.

Integrasi Muslim

ImageMasjid yang pembangunannya menelan biaya sebesar 15 juta dollar ini, ditangani  arsitek Jerman, Paulus Boehm. Boehm sudah bekerja di gereja-gereja local dan memenangkan kontes mendisain masjid. Bangunan megah ini akan terdiri dari dinding beton yang dibengkokkan lalu sambungkan ke suatu kubah kaca untuk menyampaikan keterbukaan.

Masjid itu nantinya akan menjadi masjid terbesar di Jerman, yang bisa menampung sekitar 2.000 jamaah. Rencana pembangunan masjid ini mendapat dukungan dari semua partai politik, persatuan-persatuan dagang dan banyak asosiasi.

Jerman adalah negara kedua di Eropa setelah Perancis yang jumlah warga Muslimnya paling banyak. Jumlah warga Muslim di Jerman saat ini diperkirakan mencapai 3, 2 juta orang dan hampir setengahnya berasal dari Turki.

Warga keturunan Turki pertama kali datang di Jerman sekitar tahun 1960-an. Mereka didatangkan guna membantu banyaknya kekurangan tenaga kerja pasca perang.  Tapi kini, jumlah mereka sudah berkembang dan berintegrasi hampir mencapai 3 juta orang. Suatu perkembangan yang tak sedikit.

Di jalan utama Ehrenfeld, beberapa toko milik warga Turki menawarkan layanan istimewa, seperti hairdresser dengan kamar pribadi bagi wanita dengan jilbab.

Seorang pemangkas rambut menyediakan teh segar Turki dari cerek logam Rusia (kendi) yang secara tradisional biasa digunakan untuk memanaskan air.

Claus Moskopp (52) seorang tukang bunga di Ehrenfeld mengatakan, ia tak begitu khawatir dengan menara yang diributkan itu.

“Tidak mengganggu saya karena menara akan cocok dengan pemandangan kota, ujarnya.

Terkait adanya kelompok-kelompok yang tidak setuju dengan pendirian masjid, Seyda membandingkannya dengan penganut Protestan yang begitu mudah mendapatkan izin pembangunan tempat ibadahnya.

“Dua ratus tahun yang lalu, gereja Protestan pertama dibangun di Cologne. Ada proses panjang bagi penganut protestan agar bisa diterima, tapi hari ini, tentu saja mereka diterima di sini. Mengapa kita tidak sama seperti itu?", kata Seyda.

Sumber: http://hidayatullah.com/index.php?option=com_content&task=view&id=6670&Itemid=1

Kamis, 10 April 2008

Kisah Tragis Sepanjang Masa

Ini adalah sepenggal kisah tentang seorang anak manusia. Kisah yang tak akan terlupakan. Seorang pemuda yang memiliki nasib yang tragis. Berakhir dengan lautan kesedihan. Sosoknya sangat dikenal seantero nusantara. Menjadi perbincangan media massa di negeri ini. Meskipun dia bukanlah seorang artis, namun semua stasiun televisi memberitakannya. Koran-koran, tabloid-tabloid, majalah-majalah pun tak mau kalah dengan menghadirkan berita tentangnya dalam headline. Bukan berpekan-pekan, tapi berbulan-bulan lamanya. Negeri ini memang sangat kehilangan sosoknya.

Siapakah pemuda itu? Bagaimanakah latar belakang kehidupannya sehingga menjadi perbincangan orang-orang?

===== Bersambung =====

Ceritanya silakan diteruskan menurut pendapat masing-masing.

:D