Kantor kami sudah ditutup waktu itu dan kami menunggu seorang teman Sudan yang kerja di toko HP, berdampingan dengan kantorku. Masih ada konsumen sehingga tokonya belum tutup. Ya kami memang selalu pulang bersamanya. Rekan kerjaku agak jengkel menunggunya. Ada banner yang mesti diberikan kepada seseorang yang sudah menunggu di tempat lain. Klakson mobil dibunyikan berkali-kali tetapi teman itu santai saja orangnya. Aku sedikit jengkel dan lucu juga dibuatnya. Kenapa dia masih bisa bersantai di saat orang lain sedang terburu-buru.
Setelah kami berikan banner itu kepada orangnya, rekan kerjaku itu mengajak kami makan-makan. Kami bertiga (orang Indonesia) juga satu orang Sudan lainnya di bawa ke restoran yang sudah terkenal. Aku tanya rekan kerjaku: "Siapa yang mau bayar? Kamu ya?" Lalu dia jawab: "Ya. Ayo cepat keluar dari mobil," katanya sambil berlalu. Kami diam saja di mobil karena mungkin dia hanya bercanda. Dia lalu mendekati kami lagi dan meminta kami supaya keluar. Wah sepertinya serius. Kami akhirnya masuk ke restaurant yang cukup terkenal yaitu Romansia. Kebanyakan yang makan disana orang-orang pribumi. Kami lalu memilih tempat lesehan. Orang arab memang kebanyakan lebih suka makan sambil lesehan.
Aku dengan salah satu temanku pergi ke belakang untuk cuci tangan. Kulihat dua orang pegawai disana. Aku memutar keran tapi airnya belum keluar. Lalu seorang pegawai memberi tahu bahwa keran air itu otomatis. Mengalir dengan sensor. Begitu tangan kita di letakan di bawah keran, air mengalir begitu saja. "Ini restaurant Romansia, bukan seperti tempat lain" katanya. Aku dan temanku sedikit malu. Aku tahu juga bahwa ada jenis keran yang seperti itu, tapi aku baru pertama kali makan di restaurant itu. Makanya belum tahu bahwa kerannya pakai sensor. Kami berdua kembali ke tempat lesehan
Rekan kerjaku memesan menu. Nasi Kabsah dan Fahm (ayam bakar) yang dipesan. Setelah beberapa lama, datanglah seorang pelayan dengan membawa pesanan. Makanan pun digelar. Setelah baca do'a, kami pun menyantap dengan lahap hidangan itu. Sungguh nikmat sekali. Masakannya berbeda dengan restaurant lainnya. Nasinya lebih gurih dan dagingnya pun enak sekali. Kalau di tempat lain ayamnya kurang enak, bumbunya tidak meresap ke dalam daging. Hanya kulitnya saja yang terasa enak. Kalau dagingnya tidak ada rasanya. Tapi daging ayam di restaurant ini sangat enak. Pantas saja banyak pelanggannya.
Rekan kerjaku orang Sudan memesan lagi nasi ke pelayan. Karena menurutnya nasi itu tidak cukup buat kita semua. Lalu datanglah nasi berikutnya. Dia juga ingin memesan lagi ayam tapi kata pelayan ayamnya akan telat datang. Akhirnya tidak jadi memesan. Makanan belum habis tapi kok mau pesan lagi. Memang porsi makan kita berbeda. Ada yang hampir terlewat, sambal. Temanku mengeluarkan sambal dari bungkusan dan menuangkannya ke dalam hidangan. Kalau menurut kita, ini bukan sambal. Tidak ada rasa pedasnya. Hanya tomat, seledri, dan bumbu yang lain mirip terasi. Tidak ada cabainya sama sekali. Orang arab kebanyakan memang tidak suka yang pedas-pedas.
Acara makan-makan pun selesai. Lalu kami ke belakang untuk cuci tangan. Giliran temanku yang dapat olok-olokan dari orang Arab. Dia belum tahu bahwa keran air itu memakai sensor. Aku ceritakan juga tentang kejadianku sebelumnya ke temanku itu. Kami pun tersenyum. Akhirnya kami semua pergi meninggalkan restaurant itu dengan membawa beban di perut alias kekenyangan. Alhamdulillah.
menarik :D
BalasHapus