Senin, 19 Mei 2008

Sophan Dimakamkan Langsung oleh Kedua Anaknya

JAKARTA - Gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama. Begitulah gambaran pemakaman Sophan Sophiaan kemarin (18/5). Ratusan pelayat mengantar kepergian terakhir aktor legendaris itu. Mulai penggemar, para sahabat sesama penggemar moge, rekan-rekan di dunia hiburan, kawan-kawan di panggung politik, hingga para petinggi negara.

Sophan yang dikenal santun itu dikebumikan di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan. Jenazah lebih dulu disalatkan di ruang tamu rumah duka pukul 8.00. Karena kapasitas terbatas, salat dibagi menjadi tiga rombongan. Setiap rombongan terdiri atas sekitar 30 orang.

Rombongan pertama khusus untuk keluarga. Berikutnya dari rekan-rekan almarhum sesama pengendara motor besar, lalu dilanjutkan tamu pejabat negara. Rombongan terakhir diimami Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie. Di barusan makmum, tampak Mensesneg Hatta Radjasa, Ketua MPR Hidayat Nurwahid, dan Menkominfo M. Nuh.

Pukul 8.25, Jenazah diberangkatkan ke pemakaman. Tak kurang dari 200 pengendara motor besar berada paling depan iring-iringan pengantar jenazah. Berurutan di belakangnya, empat motor besar polisi, mobil jenazah, empat minibus yang ditumpangi keluarga, kemudian diikuti beberapa mobil pejabat negara. Istri almarhum, Widyawati, dan kedua putranya, Romi dan Roma, berada di mobil jenazah.

Raungan mesin motor-motor besar memancing perhatian warga sekitar. Hampir sepanjang empat kilometer masyarakat berjajar di tepi kiri jalan melambaikan tangan menyaksikan iring-iringan pengantar jenazah tokoh yang meninggal dalam kecelakaan tur moge di Mantingan, Ngawi, Jatim, itu.

Berselang dua puluh menit kemudian, mobil jenazah tiba di depan Blok AA1 Blad 31 TPU Tanah Kusir. Widyawati yang mengenakan pakaian muslim dan kerudung serbaputih dituntun dua kerabatnya berjalan menuju kursi di sisi makam yang akan menjadi tempat peristirahatan terakhir suaminya.

Kacamata berlensa cokelat yang dipakai tidak cukup menutupi ekspresi duka begitu mendalam yang dia rasakan. Wajahnya terlihat merah muda. Sambil menyandarkan kepala di pundak kerabatnya, sesekali dia menyeka air mata yang meleleh di pipi.

Saat jenazah dimasukkan ke liang lahad tepat pukul 09.00, Widya terkulai lemas sambil mengarahkan pandangan ke arah makam. Kepalanya disandarkan ke bahu salah seorang kerabat yang duduk di sisi kirinya.

Romi dan Roma menunggu di dalam liang ketika jenazah ayahnya mulai diturunkan ke tanah. Romi lantas mengumandangkan azan serta komat. Setelah itu, giliran Arifin Panigoro membacakan daftar riwayat hidup almarhum.

Erros Djarot mewakili rekan-rekan almarhum memberikan kata sambutan. Dari pihak pejabat negara, sambutan dilakukan Mensesneg Hatta Radjasa. "Almarhum meninggal dalam rangkaian acara memperingati satu abad Kebangkitan Nasional. Bersama-sama kami dalam kepanitiaan nasional membangkitkan semangat kebangsaan yang menurut beliau sudah sangat kurang," ujar Hatta dalam sambutannya.

Lima tenda, masing-masing berukuran 5 x 10 meter, tak cukup memayungi pelayat yang hadir. Selain keluarga dan rekan, puluhan penduduk sekitar yang didominasi anak-anak dan ibu-ibu turut menyesaki lokasi pemakaman.

Pekerja seni yang tampak pagi itu, antara lain, Slamet Rahardjo, Jajang C. Noer, Primus Yustisio, Surya Saputra, Doni Kusuma, Jenny Rachman, Mpok Atiek, dan Helmy Yahya. Dari kalangan politisi dan pejabat, tampak Taufiq Kiemas, Menbudpar Jero Wacik, Fahmi Idris, serta Arifin Panigoro.

Setelah acara tabur bunga, pukul 10.20, Widyawati beserta keluarga beranjak meninggalkan makam. Ditemui di rumah duka, Romi menyatakan ibundanya masih sangat shock dan belum bisa berbicara kepada wartawan.

"Saya nggak bisa mastiin ibu bisa diwawancarai kapan. Tapi, sekarang dia masih shock. Seperti belum bisa sepenuhnya percaya (bahwa Sophan telah tiada). Dia sedang menenangkan diri dengan bermain sama cucunya," ungkap Romi yang telah memberi seorang cucu untuk Sophan dan Widyawati tersebut.

Kondisi fisik Widya masih sangat lemah karena kurang tidur sejak jenazah tiba di rumah duka (16/5) hingga pemakaman. "Tadi malam sudah tidur, tapi sebentar-sebentar doang. Saya sendiri baru tidur setengah jam dari kemarin," ujarnya.

Rencananya, keluarga mengadakan tahlil di rumah duka selama tujuh hari mulai tadi malam. (rie/tof)

Sumber: http://www.jawapos.com/index.php?act=detail&id=10489

Nasib Tragis Sophan Sophiaan

Muncul Dugaan Sophan Juga Tertabrak

MALAM Terakhir: Sophan Sophiaan menari dalam acara ramah-tamah penyambutan rombongan tur Jalur Merah Putih di kawasan wisata Gua Selomangleng, Kota Kediri, Jumat (16/5) sekitar pukul 21.15 atau 12 jam sebelum dia tewas.

Tewas saat Konvoi Moge Kebangkitan Nasional di Ngawi
SRAGEN - Dunia film dan jagat politik kita berduka. Sophan Sophiaan, 64, yang menjadi panutan di panggung hiburan itu kemarin (17/5) pagi meninggal akibat kecelakaan lalu lintas di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur, tepatnya di Desa Kedung Galar, Kedung Galar, Ngawi, Jawa Timur.

Pria yang dikenal santun itu mengalami kecelakaan saat memimpin rombongan 271 bikers motor gede (moge) yang melakukan safari Kebangkitan Nasional. Saat itu, rombongan dari Kediri menuju Jogjakarta. Motor Harley-Davidson Electra Glide nopol B 5833 yang dikendarai Sophan terjungkal setelah terperosok dalam lubang sepanjang dua meter, lebar 15 cm, dengan kedalaman lebih dari 5 cm di Jembatan Plang Lor, Kedung Galar.

Ban depan terperosok, Sophan tidak bisa mengendalikan motornya hingga terjatuh berguling-guling. Dia terjungkal lebih dari 10 meter di depan motornya. Aktor senior itu mengalami patah tulang lengan bawah kanan, paha kiri, paha kanan, tangan kiri, bawah leher memar, serta patah tulang dada kiri dan kanan. Suami aktris Widyawati itu meninggal saat dilarikan ke RSUD Sragen.

Sophan ketika itu berada di urutan terdepan konvoi Jalur Merah Putih (JMP) yang sedang tur untuk memperingati Hari Kebangkitan Nasional. Dia berada paling depan karena menjadi ketua JMP.

Posisinya persis di belakang motor patwal polisi. Di belakang Sophan saat itu, antara lain, Ketua Harley-Davidson Club Indonesia (HDCI) DKI Peter Watimena, mantan Kapolri Jenderal Pol (pur) Roesmanhadi, dan Project Officer JMP Freddy Soemitro. Mereka bergabung dalam rombongan VIP yang terdiri atas 35 pengendara. Di situ ada pula peserta dari Malaysia dan Singapura.

Berbagai spekulasi berkembang mengenai penyebab kematian putra politisi Manai Sophiaan itu. Muncul kabar, setelah jatuh, Sophan sempat berbenturan dengan moge di belakangnya.

Salah seorang peserta konvoi mengungkapkan, ada benturan tubuh Sophan dengan motor pengendara lain. Benturan itulah yang membuat tubuh mantan ketua FPDIP MPR itu mengalami luka parah.

Bila dilihat, luka di tubuh Sophan memang sangat parah. Kaki, tangan, dan dada patah. Kondisinya sangat memilukan. Sementara motor gede kesayangannya hanya lecet sedikit.

Wartawan koran ini di Solo juga sempat mendengar perbincangan para bikers saat menunggu kedatangan jenazah Sophan di Bandara Adisumarmo. Mereka menyebut adanya moge yang menyerempet Sophan. Tapi, begitu mengetahui kehadiran wartawan, mereka langsung bungkam.

Pengamatan koran ini, motor HD Electra Glide hitam milik Sophan tidak rusak parah. Hanya lecet di tutup bagasi kiri. Sementara itu, black Electra Glide Nopol 4930 milik Peter juga hanya cuil kecil di bagian bodi kiri. Sedangkan motor Roesmanhadi, Honda Gold Wing Nopol B 6868 SAL merah hati, hanya terlihat kempis pada ban belakang. Ketiga motor itu langsung diangkut dua mobil sweeper milik supporting team JMP.

Saat koran ini mengonfirmasikan ke PO JMP Freddy Soemitro, Freddy membantah terjadi tabrakan. Dia mengatakan Sophan saat itu hanya terjatuh usai motornya oleng. Sementara, katanya, Peter Watimena yang gugup ingin menolong lupa untuk menstandar mogenya saat berhenti.

"Pak Sophan setelah motornya oleng lalu berhenti dalam kondisi miring ke kanan. Pak Sophan lalu terjungkal dan berguling-guling di jalan. Tidak tertabrak sama sekali dan tidak kencang. Kecepatan sekitar 60 km per jam. Jadi, kecelakaan Pak Sophan tunggal," jelas Freddy di sela menanti jenazah kemarin.

Kasatlantas Polres Ngawi AKP Eny Mardiasri memperkuat jawaban Freddy. Menurut dia, kecelakaan itu terjadi di km 18-19 Kedung Galar. "Ban depannya terperosok dalam lubang di jembatan tersebut," paparnya kepada sejumlah wartawan.

Peter Watimena yang mengendarai motor tepat di belakang Sophan membantah keras adanya tabrakan. "Tidak benar. Almarhum jatuh karena terperosok lubang aspal yang legok bekas ban truk yang besar," ujar Peter di rumah duka di Bintaro Jakarta.

Dia menceritakan, rombongan sedang dalam perjalanan menuju Jogja dalam etape keenam. Kira-kira 12 kilometer jelang Sragen, motor almarhum terjungkal. "Saya berada di belakang beliau. Jadi, saya tahu persis yang terjadi. Begitu jatuh, langsung kami angkat dari tengah jalan ke pinggir," katanya.

Sophan berada di paling depan iring-iringan 271 motor besar itu. Selain Peter, tak jauh dari Sophan juga ada Le Roy Usmani. "Saya yang buka helm beliau. Matanya membuka, tapi tidak sadar, langsung kami naikkan ambulans," ujarnya.

Roy menambahkan, rahang Sophan berdarah. "Karena beliau tidak pakai helm full face," katanya. Dia sempat melihat kaki Sophan yang patah. "Ada perdarahan di dalam," tambahnya.

Menurut Agus Maulana, wakil Ketua Jalur Merah Putih yang juga ikut touring, motor Sophan sempat melayang, lalu menimpa tubuhnya. "Begitu masuk lubang, ujung motornya ngangkat. Beliau terlempar, lalu tertimpa," ujar pria tinggi besar itu. Akibatnya, dua rusuk Sophan patah dan pendarahan di paru-paru.

"Sebelum sampai rumah sakit, kami mendengar kabar beliau sudah meninggal," katanya. Tiga dokter yang menerima jasad Sophan sempat melakukan rontgen dan pemeriksaan jenazah. "Rombongan lalu isi bensin dan sebagian menuju Jogjakarta. Yang lain ikut membawa almarhum pulang dengan pesawat," tuturnya.

Ide touring Jalur Merah Putih, kata Agus, murni datang dari Sophan. "Ke sana kemari bawa proposal. Sibuk cari donatur juga. Kami ini hanya membantu-bantu," katanya.

Sambil terisak, Agus masih ingat saat Sophan Jumat malam berujar, "Aku pengin cepet nyampe Jakarta." Padahal, sesuai jadwal, rombongan yang selalu menggelar bakti sosial itu baru kembali 20 Mei nanti. "Setiap kami berhenti, Mas Sophan dan Mbak Wid selalu menyanyi lagu-lagu perjuangan," tturnya.

Kondisi Parah

Sophan meninggal saat dilarikan ke RSUD Sragen. Menurut dokter yang menanganinya, dr Agus Dwi Sasangko, Sophan tiba di rumah sakit dalam kondisi tewas. "Kami langsung ambil foto rontgen. Setidaknya tulang dada patah, tulang lengan bawah kanan patah, tulang paha kiri patah, serta tulang paha kanan dan tangan kiri juga patah," ujar dr Agus.

Dari kamar rontgen RSUD Sragen, jenazah Sophan lantas dimandikan dan dikafani. Jenazah disalati di Masjid Al Falah Sragen dengan imam mantan Ketua MUI Sragen Fahrul Fathoni. Sekitar 30 menit kemudian jenazah diberangkatkan dari masjid menuju Bandara Adisoemarmo.

Sekitar pukul 13.05, ambulans dari RSUD Sragen yang membawa jenazah Sophan sampai di halaman transit VIP Adisoemarmo. Kedatangan jenazah disambut linangan air mata rekan Sophan yang menanti sejak pagi.

Banyak tokoh menanti, ketika sekitar satu jam jenazah Sophan disemayamkan di ruang VIP bandara. Selain Roesmanhadi, tampak mantan Kasum ABRI Letjen (pur) Soeyono, mantan Pangarmabar TNI Laskda (pur) Mualimin Santoso, serta sejumlah selebriti dan politisi.

Sebelum jenazah diterbangkan ke Jakarta, peserta JMP terlebih dahulu menggelar upacara penghormatan terakhir dipimpin penasihat JMP Mualimin Santoso. Upacara diakhiri dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Berkibarlah Benderaku. Duka ratusan peserta terlihat karena mereka menyanyikan lagu tersebut sambil meneteskan air mata.

Jenazah Sophan dibawa pesawat Boeing 737-400 Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA 225. Pesawat take off dari Adisoemarmo pada pukul 14.10. "Jenazah diterbangkan dengan pesawat reguler, bukan carteran," ujar seorang petugas bandara.(her/oh/tej/rdl/pri/rie/tof)

Sumber: http://www.jawapos.com/index.php?act=detail&id=10487
Link Terkait: http://www.jawapos.com/index.php?act=detail&id=10486 | http://www.jawapos.com/index.php?act=detail&id=10483

Sabtu, 17 Mei 2008

Pelari Cacat Boleh Ikut Olimpiade

MENGEJAR MIMPI: Oscar "Oz" Pistorius saat latihan di Pretoria, Afrika Selatan, 21 Juni 2007.

LAUSANNE - Lomba lari jarak pendek di Olimpiade Beijing 2008 nanti berbeda. Oscar Pistorius, pelari yang kedua kakinya diamputasi, boleh ikut berlomba bersama atlet normal. Pelari yang dijuluki "pria tercepat tanpa kaki" itu memenangi banding di Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) di Lausanne, Swiss, tadi malam (16/5) WIB.


Pistorius yang berusia 22 tahun kehilangan kedua kaki mulai lutut ke bawah sejak dia bayi. Dia diamputasi saat berusia 11 bulan karena lahir tanpa tulang betis (fibula). Pemuda penuh semangat itu kemudian menjadi atlet lari jarak pendek dan berlomba dalam olimpiade orang berkebutuhan khusus (paralimpik).


Prestasinya luar biasa. Dia memegang rekor dunia untuk tiga nomor, yaitu 100 meter, 200 meter, dan 400 meter. Dia juga meraih medali emas pada nomor 200 meter dan perunggu 100 meter dalam Paralympic Games Athena 2004.


Prestasi tersebut tak membuat dia berpuas diri. Atlet Afrika Selatan itu gigih melobi Asosiasi Internasioan Federasi Atletik (IAAF) agar mengizinkan ikut berlomba bersama atlet berkaki normal. Namun, Januari lalu permohonan itu ditolak. Alasannya, kaki palsu dari serat karbon berbentuk J itu menguntungkan dia. Pantulan dari bilah (blade) kaki palsu itu dianggap membuat dia berlari lebih cepat dan dengan tenaga lebih enteng.


IAAF mengizinkan atlet dengan kaki palsu atau tangan palsu untuk ikut berlomba dengan atlet normal. Asalkan, dia tak mendapatkan keuntungan dari alat tubuh pengganti itu.


Kemenangan atlet yang dijuluki Blade Runner itu akhirnya datang. CAS membatalkan keputusan IAAF itu. Dalam pernyataan resmi, majelis hakim yang menyidangkan menyatakan, "Tidak meyakinkan bahwa ada bukti cukup adanya keuntungan metabolis atas dua kaki yang teramputasi itu."


Putusan itu bukannya tanpa syarat. CAS tidak mengesampingkan kemungkinan adanya perkembangan dalam tes ilmiah yang membantu IAAF membuktikan kaki palsu (Cheetah Flex Foot) Pistorius menguntungkannya atas atlet berkaki normal.


Tentu saja Pistorius bersuka cita atas kemenangan itu. "Saat ini saya bisa mengejar mimpi di olimpiade. Jika tidak bisa di Beijing, nanti di London 2012," kata ayah dari bayi berusia 11 bulan itu. Saat Olimpiade London nanti, Pistorius berusia 26 tahun.


Namun, kemenangan Pistorious itu bisa memengaruhi citra paralimpik. "Bukankah (putusan) ini tak membantu atlet paralimpik? Apakah ini tidak merendahkan paralimpik," kata Don Riddell dari CNN World Sport. (CNN/AFP/roy)


Sumber: http://www.jawapos.com/index.php?act=detail&id=10482

Jumat, 16 Mei 2008

Praja Tusuk Praja di IPDN

BANDUNG - Kisruh kembali terjadi di IPDN (Institut Pemerintahan Dalam Negeri) Jatinangor. Muzian Belly Eppri, 21, salah seorang madya praja di kampus itu, ditangkap petugas Polres Sumedang karena menusuk kawannya sendiri sesama praja. Peristiwa tersebut terjadi kemarin (15/5).


Vefi Eikeu Yandra, 21, yang menjadi korban penusukan, mengalami luka serius di paha kirinya. Hingga tadi malam, dia masih dirawat di Kamar Sakit Asrama (KSA) setelah sempat dilarikan ke RS AMC Cileunyi.


Menurut informasi yang dihimpun Radar Bandung (Grup Jawa Pos), peristiwa itu dipicu rasa jengkel Muzian terhadap Vefi.


Kejadiannya bermula sekitar pukul 11.30 WIB, menjelang istirahat. Saat itu, sejumlah madya praja (praja tingkat dua) berada di barak Irian Jaya Barat. Kebetulan, hari itu jam kuliah kosong karena dosennya sedang rapat.


Muzian yang tengah beristirahat di tempat tidurnya didatangi Vefi. Muzian dimarahi Vefi karena selalu kurang dalam membayar iuran TV.


Muzian yang merasa uang sakunya memang terbatas dan tidak bisa memberikan lebih itu pun mencoba memberikan pengertian. Namun, Vefi tidak mau mengerti.


Ketika anak Baturaja, Sumatera Selatan, tersebut akan tidur, Vefi membanting barang pecah belah. Itu membuat Muzian kaget. Emosinya pun tersulut. Muzian lantas mengambil pisau pembuka botol dari dalam tasnya.


Sambil menghunus pisau, Muzian menghampiri tempat tidur Vefi. Saat itu madya praja lainnya yang berada dalam satu barak berupaya menghalang-halangi dan meredam emosi Muzian. Tapi, upaya tersebut tak berhasil.


Dalam keadaan emosional, Muzian menusuk paha kiri bagian belakang Vefi. Akibatnya, praja yang berasal dari Sumatera Barat itu mengalami luka serius. Teman-temannya lantas melarikan dia ke RS AMC Cileunyi.


Kasatreskrim AKP Hotben Gultom kepada Radar Bandung ketika dikonfirmasi mengatakan, kejadian itu berlatar belakang rasa jengkel tersangka Muzian terhadap korban Vefi.


Apakah rasa jengkel itu spontan pada saat kejadian, ataukah memang kejadian tersebut merupakan akumulasi rasa jengkel korban dari hari-hari sebelumnya seperti disampaikan tersangka? Hotben belum berani memastikan. "Kami akan memintai keterangan para saksi," jelasnya.


Mengenai ancaman hukuman yang dituduhkan kepada tersangka, Hotben menyebutkan, Muzian dikenai pasal penganiayaan, yaitu pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman seberat-beratnya lima tahun. Sedangkan pemeriksaan terhadap korban belum bisa dilakukan karena luka-lukanya masih dalam perawatan. Luka Vefi, menurut keterangan dokter, cukup dalam dan dijahit sebanyak tujuh jahitan. Tiga jahitan pada bagian dalam dan empat jahitan di bagian kulit luar. "Jadi, korban akan diperiksa belakangan," ujarnya.


Di bagian lain, Rektor IPDN Prof Johannes Kalloh ketika dihubungi tadi malam sedang rapat pimpinan. Melalui telepon, ajudannya menyampaikan bahwa Kalloh tidak bisa diganggu. "Maaf mas, bapak sedang rapat dan tidak bisa diganggu. Rapat sangat penting!" tegasnya.


Sang ajudan mengatakan, rektor telah membuat press release kronologi kejadian itu untuk dipublikasikan. Menurut dia, kejadian tersebut berlangsung siang kemarin sekitar pukul 12.00.


"Muzian menusukkan badik siasan (parang) ke korbannya setelah perang mulut," katanya. Pelaku dan korban sama-sama berstatus madya praja.


Sebelumnya, Vefi yang kontingen Sumbar itu sedang menutup lemari belajar di petak dan barak tersebut. Pelaku Muzian asal Sumsel juga satu petak dengan korban. Saat itu pelaku tengah tertidur lelap. Pintu lemari korban terjatuh ke lantai sehingga menimbulkan bunyi sangat keras.


"Pelaku terbangun dari tidurnya lantaran bunyi dentuman keras tadi. Merasa tidak enak, pelaku marah dan terjadilah perang mulut hingga berakhir ke penusukan," paparnya.(cwp/tri/jpnn/kum)


Sumber: http://www.jawapos.com/index.php?act=detail&id=10474

Kamis, 15 Mei 2008

Terobsesi pada Gondola Venecia



Seorang perempuan Belanda Tirza Mol sangat terobsesi dengan gondola, perahu dayung wisata yang hanya ditemukan di Venecia Italia. Perempuan berusia 38 tahun itu susah payah belajar segala hal yang terkait dengan perahu khas negeri pizza tersebut. Mulai dari cara mendayungnya, lagu-lagu yang dilantunkan saat menjalankan gondola, sampai cara membuatnya.


Dia pun sukses membuat gondola sepanjang sebelas meter, yang kini didayungnya di kanal-kanal di Amsterdam. Misinya menarik wisatawan asing ke Belanda, sebagaimana sukses gondola Venecia.


Namun ketika mimpi itu terwujud, dia sampai pada kesimpulan bahwa gondola tidak bisa dipisahkan dari Venecia. Dia bahkan tidak berminat lagi untuk membuat gondola lain untuk dijalankan di kanal-kanal Belanda. "Gondola harus tetap menjadi yang special di Venecia," katanya.


Mol sukses membuat gondola pertama - yang sangat mungkin akan menjadi satu-satunya - setelah empat bulan "belajar" pada seorang ahli pembuat gondola di Venicia. Selama kurun waktu tersebut, dia nyaris putus asa.


Bukan karena sulitnya membuat perahu dayung tersebut, namun pantangan-pantangan dan tradisi membuat gondola, yang tidak bisa ditolerir. Selama empat bulan itu, dia tidak boleh menyentuh gondola, apalagi belajar membuatnya. "Bahkan anak pembuat gondola harus magang selama 25 tahun sebelum dia diizinkan membuat sendiri gondola pertamanya," katanya.


Meski belum puas dia pun kembali ke Amsterdam mencoba membuat gondola sebisanya berdasarkan pengamatannya selama empat bulan itu. Selesai membuat kendaraan air itu, dia kembali ke Venicia untuk belajar mendayung perahu khas tadi.


Sekali lagi dia terbentur tradisi kaku. Banyak pendayung gondola yang menolak mengajarinya mendayung dengan dalih gender.


Sampai suatu saat ada pendayung gondola yang bersedia mengajarinya. Dengan catatan, dia tidak diizinkan mendayung gondola di tengah kota Venecia.


Secara sembunyi-sembunyi dia berulangkali melanggar larangan tersebut. "Namun selalu saja ada yang mengetahuinya dan marah," tambahnya.


Setelah sukses membuat gondola sendiri dan belajar mendayung, dia tidak serta merta bisa menjalankan gondolanya di kanal-kanal di Amsterdam. Pihak pemerintah tidak memberikan izin resmi. (Rtr/ruk)


Sumber: http://www.jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=341660

Terpidana Mati Amrozi, Dua Hari setelah Menikah Lagi

Anak Saya Nakal karena Ayah-Ibu Berpisah

Dua hari setelah menikah "jarak jauh" dengan mantan istri pertama, Siti Rohmah, Amrozi, kemarin (14/5) dibesuk Tim Pengacara Muslim (TPM) di Lapas Batu, Nusakambangan. Apa arti perkawinan bagi pelaku bom Bali I yang terancam segera dieksekusi mati itu?


ARI SUDEWO, Nusakambangan


MEMAKAI baju kotak-kotak cokelat lengan panjang, dipadu celana, serta kepala yang ditutupi surban, tak ada kesan sedikit pun bahwa Amrozi sedang berbulan madu. Saat dikeluarkan dari sel untuk bertemu TPM Jawa Tengah, pagi sekitar pukul 09.30, Amrozi malah bertanya tentang koran yang memberitakan pernikahannya.


Dengan senyum dan bicaranya yang ceplas-ceplos, Amrozi mengaku menjadi orang yang beruntung. Sebab, dengan kondisi fisik yang serbaterbatas dia masih bisa menikah lagi. Apalagi, perkawinan itu mendapat restu dari istri tua, Khoiriyana Khususiyati alias Susiana. Dia juga bersyukur Siti Rohmah mau dinikahi terpidana mati seperti dirinya. "Saya sangat kagum," kata Amrozi.


Setelah bercerai dengan Amrozi lebih dari 20 tahun lalu, Rohmah yang dikaruniai seorang anak, Mahendra, menikah lagi dengan laki-laki yang kemudian menjadi anggota DPRD Tuban, Jawa Timur. Namun, perkawinan kedua itu pun berujung pada perceraian. Kondisi inilah yang memungkinkan Amrozi untuk rujuk lagi.


Menurut Amrozi, tidak turunnya izin pernikahan oleh Kanwil Depkum HAM Jateng yang rencananya dilakukan di Lapas Batu itu juga memberikan hikmah. Acara akad nikah yang dilaksanakan di Desa Sugihan, Solokuro, Lamongan, Jatim, desa asal Rohmah, menjadi momen berkumpulnya kembali keluarga yang lebih dari 20 tahun berpisah.


Pria yang mendapat sebutan the Smiling bomber itu menambahkan, ada banyak orang yang ingin mengganjal rencananya berpoligami. Salah satunya, dia menyebut Ibu Negara Ani Yudhoyono yang getol melawan poligami. Namun, lanjut dia, mereka lupa bahwa dalam hukum Islam dikenal adanya pernikahan dengan mempelai pria yang diwakilkan.


Amrozi sendiri, menurut Anis Priya Anshari, salah satu pengacara dari TPM Jateng yang membesuk Amrozi, sudah jauh-jauh hari memprediksi izin pernikahan di Lapas Batu tidak bakal dikabulkan.


Karena itu, pada jadwal besuk keluarga 29 Maret lalu, dia sengaja menitipkan surat wasiat agar Ali Fauzi, adik bungsu, menjadi wakilnya pada acara akad nikah.


"Amrozi berpendapat (tidak turunnya) izin itu adalah propaganda antipoligami," imbuh Anis kepada Radar Solo (Grup Jawa Pos) usai membesuk Amrozi.


Amrozi juga mengakui, baju loreng tentara serta surban putih yang dikenakan Ali Fauzi (mewakili Amrozi pada ijab kabul) itu atas permintaan dirinya. "Baju loreng adalah simbol keberanian mujahidin," katanya.


Alasan pernikahan kembali dengan Rohmah, kata Amrozi, memang untuk menuruti permintaan Mahendra, anak semata wayangnya dengan Rohmah yang kini berusia 24 tahun. Kata dia, Mahendra -punya hobi balap motor yang dulu rambutnya dicat merah- nakalnya bukan main.


"Setelah saya renungkan, anak saya nakal karena ayah dan ibunya berpisah. Makanya, ketika dia minta saya menikahi ibunya yang saat itu kebetulan bercerai dengan suaminya, saya langsung bersedia," kata Amrozi.


Namun, dari sekian alasan, masalah keluargalah yang menjadi pertimbangan untuk menikahi Rohmah. "Yang paling utama adalah mengislahkan keluarga yang sudah 20 tahun berpisah," katanya.


Amrozi juga mengonsultasikan rencana pernikahan itu kepada Mukhlas, kakak kandungnya yang bersama dia dan Imam Samudera menjadi "trio bomber" terpidana mati. Menurut dia, Mukhlas adalah sosok kakak sekaligus guru dan anutan baginya. "Kakak saya yang mengajarkan banyak hal kepada saya sejak kecil juga setuju," katanya.


Disinggung tentang nafkah lahir batin yang tidak mungkin dia berikan kepada kedua istri dan anak-anak mereka, Amrozi menjawab sambil tersenyum. Menurut dia, jika memang pasangan suami istri ditakdirkan untuk bersama dan sama-sama ikhlas, tidak akan ada masalah dengan nafkah. Dia yakin istri-istrinya tidak kekurangan dalam persoalan rezeki. Sebab, rezeki itu sudah ditakar oleh Yang Mahakuasa.


"Istri pertama saya (Susiana) sampai sekarang tidak pernah merasa kekurangan," katanya.


Saat ditanya apakah yakin kedua istrinya bisa rukun? Pria murah senyum optimistis mereka bakal akur. Sebab, tidak ada hal yang bakal menjadi biang keributan. "Lha yang mau diributkan apa. Wong saya sendiri ada di sini (penjara). Kalau masalah cemburu, saya yakin rasa itu ada di hati istri-istri saya. Tapi, saya yakin mereka bisa mengatasinya," ujarnya.


Amrozi terang-terangan berharap anaknya mengikuti jejaknya menjadi mujahidin. Soal caranya, dia tidak mengharuskan anaknya menjadi martir pengeboman. Dia menyerahkan hal itu sepenuhnya kepada anak-anaknya kelak. Alasannya, saat mereka memutuskan menjadi mujahidin, mungkin saja, ada cara baru dalam berjihad.


Dia juga menegaskan tak mempersoalkan hukuman mati terhadapnya. Meski demikian, dia menolak berbicara panjang lebar mengenai eksekusi mati yang mengancamnya. Menurut Amrozi, percuma membicarakan suatu hal yang belum jelas. Dia yakin pemerintah tidak akan berani mengeksekusinya. Sebab, hukum yang digunakan pemerintah untuk menghukum dirinya, Mukhlas, dan Imam Samudra salah.


"Apa mereka berani, wong dasar hukumnya salah," katanya lalu tertawa terkekeh.


Tentang aktivitasnya di penjara, Amrozi mengaku biasa saja. Dia mengeluh tak diberi kesempatan bersosialisasi dengan penghuni lapas lainnya. Kesempatan berkumpul dengan sesama penghuni penjara hanya datang pada Jumat. Karena itu, dia mengaku tak bisa menyebarkan dakwahnya.


"Biasanya kalau pas Jumatan itu ada yang nanya. Ya saya jawab. Selebihnya, saya berada di sel dan mengaji," katanya.(el)


Sumber: http://www.jawapos.com/index.php?act=detail&id=10468

Gus Dur Raih Medali Perdamaian



Minta AS Tak Berpangku Tangan Hadapi Fundamentalis

JAKARTA - Pengakuan internasional terhadap KH Abdurrahman Wahid sebagai tokoh yang memiliki dedikasi tinggi dalam menyuarakan toleransi dan dialog antaragama kembali diperlihatkan.


Minggu lalu, misalnya, kiai yang biasa disapa Gus Dur itu menerima medal of valor atau medali kesatria dari Yayasan Simon Weisenthal di Amerika Serikat atas komitmen perdamaiannya itu.


"Penghargaan itu diberikan atas jasa Gus Dur memperjuangkan pesan perdamaian dan toleransi di dunia," kata Ali Masykur Musa, ketua umum DPP PKB versi MLB Parung, di Kantor DPP PKB, Jalan Kalibata, Jakarta Selatan, kemarin (14/05). Gus Dur berada di AS sejak 4 Mei lalu dan baru kembali ke tanah air Rabu kemarin.


Acara penyerahan penghargaan di Los Angeles itu berlangsung meriah dan dihadiri lebih dari seribu orang. Tak terkecuali sejumlah tokoh papan atas Hollywood, seperti sutradara film The Da Vinci Code Ron Howard, penguasa studio film DreamWorks Jeffrey Katzenberg, dan aktor Will Smith.


"Pidato Gus Dur mendapatkan standing ovation (aplaus sambil berdiri, Red) dan banyak orang menitikkan air mata," jelas Ali Masykur.


Selain menerima medali perdamaian, Gus Dur sempat mengadakan pertemuan dengan sejumlah senator terkemuka di Amerika Serikat. Misalnya, anggota senior Komite Hubungan Internasional Kongres AS Robert Wexler yang pernah mengusulkan agar Presiden SBY mendapatkan hadiah Nobel Perdamaian tahun 2006 dan Ketua Kaukus Anti Terorisme Kongres AS Sue Myrick.


Ada juga Joe Rockefeller dan Christopher Bond, dua senator yang sangat berpengaruh menentukan kebijakan luar negeri Amerika Serikat. "Mereka ikut menentang invansi negaranya ke Iran," imbuh Sekjen DPP PKB Yenny Wahid.


Gus Dur menyampaikan, dirinya juga sempat berdialog dengan Wakil Presiden AS Dick Cheney di Gedung Putih, Washington DC. Seperti ketika berbicara dengan para senator, dia juga berusaha meyakinkan para pengambil keputusan di AS agar tidak berpangku tangan menyikapi gejala menguatnya kelompok fundamentalis.


"Saya minta AS jangan kayak sekarang. Mereka harus lebih jelas sikapnya," ujarnya. Tentu penyikapan itu tidak diterjemahkan sebagai aksi kekerasan atau invasi. Menurut Gus Dur, kelompok fundamentalis cenderung mengajak umat untuk menghadap-hadapkan Islam dengan kelompok yang lain. "Saya termasuk yang menginginkan terjadinya dialog antaragama," tegasnya. (pri/mk)


Sumber: http://www.jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=341648