Kecelakaan di Desa Kedung Galar, Ngawi, Jawa Timur, bukan yang pertama dialami Sophan Sophiaan dengan Harley-Davidson (HD) miliknya. Lima bulan lalu, bintang film senior itu juga sempat terjatuh dari motor gede (moge) kesayangannya.
"Kejadiannya di daerah Permata Hijau (Jakarta Selatan). Tabrakan beruntun, tapi nggak terlalu kencang dan Papa masih sempat lompat dari motor," ungkap Romi Octaviano, putra sulung almarhum.
Setiba di rumah, Sophan langsung menceritakan kejadian yang baru dialami kepada istri tercintanya, Widyawati. "Papa cerita sambil ketawa. Mama yang panik. Orang jatuh malah ketawa-ketawa," kata Romi. Memang, saat itu tak ada cedera serius yang dialami Sophan.
Kecelakaan di Permata Hijau tersebut tak membuat Sophan kapok. Bahkan, putra Manai Sophiaan itu menjadi penggagas Jalur Merah Putih (JMP), tur Kebangkitan Nasional yang membawanya ke peristirahatan terakhir. Widyawati yang sangat panik saat diberi tahu mengenai kecelakaan Permata Hijau tersebut malah menjadi "buntut" dalam tur itu.
Sophan sejak muda tergila-gila pada roda dua. Saat duduk di bangku SMA, ke mana-mana dia bersepeda motor. "Baru kesampaian punya motor gede lima tahun lalu," jelas Romi.
Lantas, berapa harga Harley milik ayahnya itu? "Nggak beli kok. Harley itu pemberian teman dekatnya, yaitu Pak Laks (mantan menteri BUMN yang juga pendiri PDP atau Partai Demokrasi Pembaruan Laksamana Sukardi, Red)," ungkapnya.
Dari price list moge, Harley-Davidson Ultra Classic Electra Glide seperti milik Sophan berbanderol Rp 425 juta.
HD berkapasitas mesin 1.600 cc itu menjadi obat penghilang stres bagi Sophan. Sejak punya mainan baru itu, kata Romi, beberapa penyakit ringan yang kerap dikeluhkan ayahnya berangsur hilang. Misalnya, pusing dan tekanan darah naik.
"Kalau sudah mikirin kondisi negara, biasanya dia pusing. Obatnya ya motor itu. Paling nggak, dengan naik motor, terus dibersihin, dia bisa punya semangat baru," tegas pria yang telah memberikan satu cucu untuk orang tuanya tersebut.
"Papa punya kepanjangan sendiri untuk HD selain Harley-Davidson. Yaitu, healing device," kata Romi lantas tersenyum.
Sophan sangat telaten merawat motor besar kesayangannya itu. Setiap usai dipakai, sebelum diparkir di garasi, pria berkumis tebal tersebut tidak pernah lupa membersihkan lebih dulu. Ibaratnya, sebelum masuk ke kandang, semua harus bersih.
"Kalau sudah ngelus-ngelus motor, bisa berjam-jam. Biasanya di sini nih dia duduknya," ujar Romi sambil menunjuk salah satu sisi teras rumahnya. Namun, untuk servis moge miliknya, almarhum selalu ke bengkel.
Di tempat terpisah, salah seorang sahabat yang paling merasa kehilangan sosok almarhum Sophan Sophiaan adalah aktor senior Slamet Rahardjo. Begitu banyak kenangan yang terekam di memori Slamet tentang Sophan.
Salah satunya, ketika keduanya sama-sama berjalan di tengah tandus industri film pada era 1980-an. "Kami sama-sama membangun kepercayaan masyarakat terhadap film Indonesia. Dia sangat berarti buat saya," tegas Slamet.
Meski berada di bidang dan era yang sama, tidak pernah sedikit pun tebersit dalam pikiran Slamet untuk menganggap Sophan sebagai saingan. Bagi dia, aktor yang juga aktif sebagai sutradara itu lebih seperti tandem dalam menyukseskan perfilman nasional.
"Suatu ketika kami pernah jadi superstar Indonesia. Ketika itu, siapa yang nggak kenal Sophan Sophiaan, Widyawati, Slamet Rahardjo, dan Cristhine Hakim. Empat orang itu. Perlahan tapi pasti. Perfilman yang sedang runtuh sama-sama kami bangun bersama sutradara-sutradara jagoan ketika itu," ungkapnya.
Di mata dia, Sophan merupakan sosok yang sangat bersih. "Seorang yang sangat bersih telah pergi meninggalkan kita. Dia tidak pernah berbuat menyimpang. Rasa cintanya yang begitu besar terhadap bangsa harus kita tiru," ujarnya. (rie/pri/tof)
Sumber: http://www.jawapos.com/index.php?act=detail&id=10488
Tidak ada komentar:
Posting Komentar