Senin, 04 Agustus 2008

Muslim Moro akan Miliki Kekuasaan Ekonomi Luas

Dalam perjanjian damai Pilipina-Muslim, “Bangsa Moro” akan memperoleh hak penuh penggunaan lahan, dan mengeksploitasi semua sumber energi

ImageHidayatullah.com-- Warga Muslim di Pilipina Selatan akan memiliki kekuasaan yang luas atas perekonomian setempat yang kaya akan sumber penghasilan, termasuk hak mencabut kontrak-kontrak hasil tambang yang ada, jika akhirnya perjanjian perdamaian disepakati dengan Manila.

Menurut sebuah salinan persetujuan teritorial yang diberikan kepada Reuters hari Ahad (3/8), pemerintah mendatang dari sebuah wilayah otonomi Muslim, dikenal dengan “tanah air Bangsa Moro”, akan memperoleh tanggungjawab penuh bagi penggunaan lahan, hak untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi semua sumber energi yang potensial, baik di pantai maupun di lepas pantai,dan hak untuk mengembangkan sumber-sumber penghasilan.

"Perlu meletakkan landasan bagi “tanah air Bangsa Moro” untuk menangani kebutuhan kemanusiaan dan ekonomi warga Bangsa Moro serta aspirasi-aspirasi politik mereka," kata dokumen itu.

Perjanjian wilayah itu , yang memperluas satu wilayah ekonomi enam provinsi yang ada, dan memerlukan perundingan 10 tahun, menurut rencana akan ditandatangani di Kuala Lumpur, Selasa (5/8).

Perjanjian itu adalah satu langkah penting menuju pemulaian kembali perundingan-perundingan resmi antara kelompok gerilyawan Muslim terbesar Pilipina, Front Pembebasan Islam Moro (MILF) dan pemerintah tetapi itu tidak menjamin berakhirnya salah satu dari konflik-konflik yang paling alot di Asia Tenggara itu.

Jika perjanjian perdamaian itu gagal atau macet, yang menurut para pengamat kemungkinan sekali besar, perjanjian wilayah itu tidak akan terjadi. Usaha-usaha hukum untuk mencegahnya sudah dimulai dan para politisi Katolik menyerukan dilakukan protes terhadap perjanjian itu, Senin (4/8).

Baik MILF maupun Manila telah berjanji akan menyetujui satu perjanjian akhir pada Nopember 2009 tapi batas-batas waktu selalu saja tidak ditepati dalam perundingan sepuluh tahun, disela oleh konflik kekerasan.

Para warga Muslim di selatan di negara yang berpenduduk mayoritas beragama Katolik itu telah mengusahakan beberapa bentuk kemerdekaan selama 40 tahun dan lebih dari 120. 000 orang tewas dan dua juta orang terlantar akibat konflik itu. [ant/rtr/www.hidayatullah.com]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar