Tampilkan postingan dengan label film. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label film. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 05 September 2009

Ajang Festival Film Internasional Jadi Sarana Propaganda Israel



Lebih dari 50 seniman, akademisi, dan pembuat film melayangkan protes pada Toronto International Film Festival dan menuduh festival film tersebut telah berubah menjadi "mesin propaganda Israel".

Toronto International Film Festival tahun ini lebih memilih untuk menyajikan film-film di 10 kota metropolitan Yahudi oleh para pembuat film lokal untuk program "City to city" , yang mana setiap tahun fokus lensanya di kota yang berbeda.

Tapi pilihan tersebut menuai protes karena festival film tersebut dianggap telah "melancarkan kampanye propaganda" negara Israel, mengingat tidak adanya pembuat film Palestina dalam program ini," kata sebuah surat terbuka yang dilayangkan para seniman kepada organisator festival. Mereka juga menuduh festival mengambil kesempatan untuk kampanye meningkatkan citra "negara Israel".

Pembuat film Kanada John Greyson minggu lalu menarik film dokumenternya "Covered" dari festival tersebut sebagai bentuk protes, dan sebuah pernyataan yang diterbitkan online pada hari Kamis dan ditandatangani oleh lebih dari 50 seniman, akademisi, dan para pembuat film telah menyamakan perayaan festival film tersebut seperti era apartheid Afrika Selatan.

"Festival ini mengabaikan penderitaan ribuan penduduk dan keturunannya yang saat ini tinggal di kamp-kamp pengungsi di Wilayah Pendudukan atau yang telah tersebar ke negara-negara lain," kata para penandatangan, termasuk aktor Jane Fonda dan Danny Glover, penulis Naomi Klein, dan pembuat film Ken Loach.

"Kami tidak memprotes pembuat film individu Israel termasuk program "City to city" , kita juga tidak dengan cara apa pun menyarankan bahwa seharusnya film-film Israel tidak diterima di TIFF," kata mereka.

"Namun ... kita keberatan dengan penggunaan seperti festival internasional sebagai ajang propaganda dan kampanye dari negara Israel."

Pejabat di konsulat Israel di Toronto sampai saat ini belum memberikan komentar.(fq/agencies/aby)


Sumber:

http://eramuslim.com/berita/dunia/ajang-festival-film-internasional-jadi-sarana-propaganda-israel.htm

Selasa, 22 Juli 2008

Batman Lampaui Rekor Spider-Man

LOS ANGELES - Kesuksesan The Dark Night yang diprediksikan sebelumnya terbukti. Film yang ditukangi sutradara Christopher Nolan itu menciptakan rekor baru dalam pemasukan tiket untuk film superhero.

Film yang memilih Christian Bale sebagai kesatria bertopeng tersebut mendulang USD 155,34 juta (setara Rp 1,4 triliun) di Amerika Serikat (AS) dalam pekan pertama rilis. Angka itu melampaui pemegang rekor sebelumnya, Spider-Man 3 yang berhasil mengumpulkan USD 151,1 juta (setara Rp 1,3 triliun) pada Mei 2007.

"Kami tahu film itu akan besar. Namun, kami tidak pernah mengharapkan bisa mendominasi pasar," ujar Dan Fellman, kepala distribusi Warner Bros., yang merilis The Dark Knight. "Film ini sepertinya bisa menghasilkan USD 200 juta (setara Rp 1,8 triliun) sampai akhir pekan ini," imbuhnya kepada Associated Press kemarin (21/7).

Menurut lembaga box office AS, Media By Numbers, film yang merupakan film terakhir aktor Heath Ledger tersebut mencatatkan penjualan tiket 21,94 juta lembar. Jumlah itu "hanya" kalah dua tiket dibandingkan dengan penjualan tiket saat Spider-Man 3 memulai rilis pada 2007. Tiket Spider-Man 3 saat itu laku 21,96 juta lembar. Tetapi, bila mengingat banderol tiket bioskop sudah naik menjadi rata-rata USD 7,08 (setara Rp 65 ribu) dari USD 6,88 (setara Rp 63 ribu) pada 2007, angka tersebut cukup fantastis.

Tak hanya itu, sepertinya, 4.366 teater yang menayangkan film tersebut tak cukup untuk menampung antusias masyarakat. Mereka yang tidak sabar menunggu atau mengantre tiket menjelajah situs eBay dan Craigslist untuk membeli tiket. Mereka tidak peduli bila harus membayar lima kali lipat dari harga normal.

Dikutip Reuters kemarin, item paling laku adalah tiket dari studio Imax. Film tersebut tayang pada 94 layar lebar bioskop Imax. Padahal, harga tiket yang dijual Imax bisa tujuh kali lipat harga normal. Rata-rata, lelang online untuk menonton The Dark Night di Imax sekitar USD 50 (setara Rp 457 ribu). Beberapa bahkan menjual USD 60 (setara Rp 548 ribu). Sebagian besar pembeli menawar USD 40 (setara Rp 365 ribu). "Setiap kursi pertunjukan laku terjual," kata Greg Foster, chairman dan presiden Imax. "Kami menambah pertunjukan sebanyak-banyaknya dan 100 persen kursi terus penuh."

Di eBay, penjualan item yang berhubungan dengan Batman meningkat. "Kami tidak pernah mengalami penawaran dan penjualan tiket film seramai ini sebelumnya," ujar salah seorang juru bicara eBay. Tercatat ada 23.000 item berbau Batman yang dipajang di eBay. Yang paling populer adalah figur Bale yang memerankan Bruce Wayne. (tia)
 

Rabu, 21 Mei 2008

Mini Menangis, Andrea Kabur ke Himalaya



Jelang Syuting Laskar Pelangi

JAKARTA - Artis cantik Cut Mini tidak bisa memendam rasa haru ketika ditawari salah satu peran untuk film Laskar Pelangi. Bahkan, Cut Mini sampai menangis tiga kali setelah diterima Miles Production untuk memerankan Ibu Muslimah (Bu Mus), dalam film yang diadaptasi dari novel Andrea Hirata itu.


Menurut perempuan yang akrab disapa Mini tersebut, datangnya tawaran sungguh mengejutkan. "Ini kejadian yang nggak disangka. Ketika itu, di rumah lagi heboh buku Laskar Pelangi dan saya ke toko buku untuk membelinya. Buku belum sempat dibuka, tiba-tiba Riri (Riri Riza, sutradara Laskar Pelangi, Red) telepon, menawarkan kasting film," kisahnya saat jumpa pers jelang syuting Laskar Pelangi di MP Book Point, Senin (19/5) malam.


Tanpa berpikir, Mini menerima. Terlebih, sejak lama dirinya mengincar peran yang disutradarai Riri dan diproduseri Mira Lesmana tersebut. "Seminggu kemudian, saya ditelepon lagi untuk kasting kedua. Saya disuruh pakai baju muslim, pakai kerudung. Sejak itu, keinginan saya untuk memerankan Bu Mus tambah kuat," imbuhnya.


Seminggu kemudian, Mira menelepon dan mengatakan bahwa dirinya terpilih menjadi Bu Mus. "Alhamdulillah. Saya senang banget sampai menangis," terang Mini. Tangisan Mini belum habis. Saat menerima potongan skenario yang harus dia hafal dan pahami, dia menangis lagi. "Bolak-balik saya baca, saya menangis. Orang rumah sampai bilang, kenapa sih pakai menangis segala. Tapi, saya antusias banget, nggak tahu kenapa," ungkapnya.


Tangisan Mini tumpah lagi saat jumpa pers, kemarin (20/5). Di hadapan beberapa seniornya, seperti Mathias Muchus, Alex Komang, Slamet Rahardjo, Ikranagara, Riri dan Mira, serta sang penulis, Andrea, air mata Mini menetes. "Saya merinding. Kampungan ya, pake acara nangis segala. Tapi, saya benar-benar terharu," akunya.


Beberapa waktu lalu, Mini sudah menuju Belitung, lokasi syuting Laskar Pelangi dan lokasi asli tulisan di novel itu. Dia sudah bertemu dengan beberapa anak yang terpilih lewat kasting di sana. Dia juga berjumpa dengan Bu Mus yang asli. "Saya bilang, saya Bu Mus yang palsu. Kagum sekali saya sama dia (Bu Mus, Red). Dia perempuan tegar dan sabarnya tinggi sekali," puji Mini.


Bukan hanya Mini yang antusias. Andrea yang mengaku sudah membaca skenarionya sampai draf ke-11 sangat berharap agar filmnya segera selesai. "Amazing! Mereka (pemain, Red) bisa adaptasi dengan baik. Fair, skenario lebih baik daripada novelnya," ucapnya. "Ini proyek luar biasa bagi suku saya. Sudah nggak sabar. Biar tidak terasa lama menunggu syuting, saya pergi ke luar negeri dulu. Niatnya ke Himalaya," imbuh pria asal Belitung itu.


Menurut Mira, pada 24 Mei pihaknya berencana syukuran di Belitung, kemudian syuting. Sebelumnya, sudah dilakukan kasting pemain untuk mendapatkan pemeran anak-anak. "Ada 1.300 yang dikasting. Semua anak asli Belitung. Hanya 12 yang kami pilih," kata Mira.


Film yang skenarionya ditulis Salman Aristo tersebut rencananya dirilis pada September 2008. Selain 12 anak asli Belitung, Laskar Pelangi juga menampilkan 12 aktor terkenal lain. Misalnya, Jajang C. Noer, Tora Sudiro, Rieke Diah Pitaloka, dan Lukman Sardi. (gen/tia)


Sumber: http://www.jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=342596


Jumat, 18 April 2008

Film Islami yang Sesuai Syariat Islam

Film tidak termasuk kategori ritual, melainkan media yang bersifat muamalah. Dan secara prinsip dalam masalah muamalah, tidak ada ketentuan tertentu yang menjadi aturan main. Berbeda dengan ibadah ritual yang punya syarat, rukun, wajib, serta kesunnahan.


Film adalah sebuah media informasi yang bisa saja menjadi halal hukumnya, bahkan wajib atau sunnah untuk dibuat. Namun film juga bisa menjadi haram untuk dibuat atau ditonton.


Tentu saja kita tidak bisa main hantam kromo mengharamkan film secara membabi buta. Tidak bisa diterima akal sehat kalau kita pukul rata bahwa semua film itu haram, dengan alasan karena Rasulullah SAW dahulu tidak pernah berdakwah dengan film.


Namun kita pun tidak bisa juga pukul rata untuk mengatakan bahwa semua film itu halal dan layak untuk dibuat. Bahkan trend yang kita rasakan, jauh lebih banyak film yang tidak layak untuk dibuat dan ditonton, ketimbang yang layak.


Semua itu karena seni pembuatan film masih didominasi insan perfileman yang tidak terbina keIslamannya dengan kadar yang cukup. Banyak dari mereka (mohon maaf) yang beragama hedonisme, menghalalkan kenikmatan duniawi tanpa batas norma agama. Itu adalah realitas, meski kita juga tidak bisa -sekali lagi- main pukul rata.


Istilah FIlm Islami dan FIlm Syar'i


Mungkin kami tidak akan menggunakan istilah film Islami atau syar'i, karena alasan tertentu. Tapi rasanya kami lebih nyaman menggunakan istilah film 'layak tonton' bagi umat Islam.


Rasanya masih agak terlalu jauh untuk menyebutkan istilah film Islami, apalagi film syar'i. Karena ada banyak kekurangan yang sulit ditutup begitu saja, terlebih di tengah iklim perfilman kita yang dikelilingi oleh banyak kalangan yang masih jauh dari nilai Islam dan syariah.


Beberapa Faktor Penting


Apakah sebuah film layak tonton oleh seorang muslim, tentu sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Kebetulan sejak lebih beberapa tahun yang lalu, pertanyaan serupa pernah kami jawab di situs www.syariahonline.com. Alhamdulilah, ternyata kami masih punya file jawaban itu, jadi tidak ada salahnya kalau kami kutipkan di sini.


Intinya, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membuat sebuah film Islami, antara lain dalam pandangan kami adalah:


1. Cerita


Cerita sebuah film Islami tidak harus melulu tentang sejarah nabi atau para shahabat. Juga tidak harus film-film berbahasa Arab dengan kostum pemain memakai surban atau jubah arab serta dengan setting padang pasir. Namun cerita bisa saja tentang potret masyarakat dengan kehidupan nyata mereka sehari-hari yang dituturkan dengan cara yang menarik, segar dan kreatif serta artistik.


Untuk itu dibutuhkan ide-ide segar dari para penulis naskah yang tentunya harus punya kematangan dalam memahami ajaran Islam. Sehingga meski bertutur tentang keseharian, namun tetap lekat dan kental dengan dakwah dan visi Islam. Umat Islam perlu punya semacam lembaga pendidikan khusus untuk para penulis cerita Islami dan mereka harus dikenalkan dengan visi dan misi dari sebuah cerita yang bernuansa Islami.


Bahkan mereka perlu berlajar syariat Islam agar benar-benar paham apa yang akan mereka tulis.


Masyarakat tentu sudah bosan dengan cerita tidak masuk akal gaya sinetron Indonesia yang melulu tentang orang-orang kaya, mobil mewah, rumah megah dan mobil wah. Tapi isinya orang-orang jahat semua, karena tidak lepas dari selingkuh, pacaran, gossip, pelewengan dan terus terang saja: PERZINAAN!!. Semua itu justru tidak membumi karena tidak realistis dan cenderung ditinggalkan penonton.


Selain itu, penting juga untuk diperhatikan bahwa cerita yang Islami itu seharusnya jauh dari potret percintaan manusia lain jenis seperti pacaran atau hasrat-hasrat yang muncul antara laki-laki dan wanita. Jangan sampai judulnya bicara tentang orang betawi misalnya, tapi ceritanya masalah pacaran melulu.


Atau cerita tentang ustaz yang baik, tapi alur cerita tidak jauh dari para wanita-wanita cantik yang naksir dan kesengsem sama pak ustaz dan masing-masing saling berebut hatinya pak ustaz. Sehingga pokok cerita menjadi seolah cerita cintanya pak ustaz dengan para wanita cantik.


Apalagi ada adegan pak ustaz harus kencan dengan para wanita, atau naik mobil berdua saja atau makan di restoran berduaan. Ini jelas tidak Islami dan perlu dikritik. Karena biar bagaimana pun mereka bukan mahram sehingga tidak halal untuk berduaan walau di tempat umum.


2. Kostum dan Aurat Wanita


Meski sebuah cerita menuntut adegan atau peran tokoh antagonis atau yang tidak Islami, bukan berarti menampilkan wanita dan auratnya menjadi boleh.


Kalau pun harus muncul sosok wanta, maka seharusnya wanita yang menutup aurat dengan tidak mengekspose kecantikannya atau lemah gemulai sosoknya. Dan kalau ingin menggambarkan adanya wanita yang tidak menutup aurat seperti potret kebanyakan, maka harus diusahakan agar tidak menjadi center of interest dari sebuah adegan.


Yang lebih baik dan aman adalah film itu menampilkan sesedikit mungkin para wanita, karena khawatir fitnah yang akan muncul.


3. Akting


Sebuah film terkadang dituntut untuk menggambarkan hal-hal yang tidak Islami dan bernilai maksiat. Pertanyaannya adalah: Bisakah dibenarkan seorang muslim melakukan akting dan berpura-pura melakukan kemaksiatan atau kekufuran?


Jawabannya perlu dikupas dan dipilah terlebih dahulu. Misalnya adegan kemaksiatan itu adalah minum khamar, tentu saja tidak boleh menggunakan khamar sungguhan. Sebagaimana adegan membunuh manusia, tentu saja tidak boleh membunuh betulan.


Tapi bagaimana kalau adegan perkosaan, percumbuan atau perzinaan? Bolehkah melakukannya dengan lawan main yang non-mahram, meski hanya pura-pura?


Film-film Hollywood umumnya memberikan gambaran apa adanya, sehingga adegan seksual antara non-mahram pun selalu ada di setiap tayangan mereka, bahkan sudah menjadi sesuatu yang harus ada. Sebaliknya, karena dunia timur yang notabene kebanyakan muslimin ini hanya jadi pengekor barat, maka adegan-adegan tidak senonoh pun sering tampil di layar film Indonesia.


Bahkan beberapa waktu yang lalu, film-film tipe seperti inilah yang menghiasi hampir semua bioskop di Indonesia. Seolah-olah adegan seperti itu justru menjadi inti dari film meski jalan ceritanya tidak jelas.


Dalam film Islami dan bernilai dakwah, semua hal tersebut jelas tidak mungkin dibuat dan tidak boleh terlintas di benak para sineas muslim. Karena sejak awal semua tahu bahwa menampilkan adegan-adegan seperti itu meski tidak vulgar, justru memberi ruang kepada syetan untuk menggoda para penonton.


Minimal adegan itu telah membangkitkan khayal dan keinginan rangsangan meski pun misalnya hanya dalam bentuk suara di balik pintu kamar. Yang jadi inti masalah bukan ada adegannya atau tidak, tapi kesan yang ditimbulkan di benak para penonton itulah yang harus dijaga.


4. Sutradara


Sutradara adalah otak dari sebuah produksi film, karena itu kriteria sutradara untuk film yang Islami harus lebih diperhatikan. Sosoknya adalah mereka yang benar-benar paham dan punya visi yang Islami secara shahih dan syamil. Bukan sekedar mewarisi semangat Islam dari sisi keturunan atau lingkungan.


Sosok sutradara ini harus benar-benar orang yang aktif `mengaji` dalam arti yang sesungguhnya, agar penggambaran demi penggambaran yang dilakukannya tidak lepas dari koridor syar`i.


Peran sutradara memang sangat besar, bahkan ide cerita dasar dari sebuah naskah yang sudah sangat Islami, terkadang bisa berubah total ketika telah menjadi film. Dan dalam banyak kasus, hal itu memang seringkali terjadi.


Maka kalau sutradara itu bukan dari kalangan aktifis dakwah, kita sering merasa kecolongan dengan hasilnya yang mengalami penurunan nilai dakwah secara cukup drastis.


5. Pemeran


Idealnya sosok para pemeran adalah mereka yang dalam kesehariannya adalah orang-orang yang shaleh. Sehingga apa yang diperankannya dalam film itu memang mencerminkan jiwa dan kepribadiannya juga.


Akhlaq para pemain di luar film haruslah akhlaq yang Islami pula, karena yang namanya dakwah meski lewat film adalah dakwah juga. Bukan semata-mata seni peran yang memerankan orang baik dan buruk. Sehingga tidak pantas film dakwah dimainkan oleh mereka yang akhlaqnya bertentangan dengan dakwah Islam itu sendiri. Yang masih suka mengumbar nafsu syahwat, membuka aurat dan bergaul bebas dengan lain jenis.


Biar bagaimana pun film dakwah bukan sekedar komoditas seni belaka, tetapi dia adalah sebuah produk dakwah, yang sejak hulu hingga hilir harus selaras dengan visi dakwah yang diembannya.


Namun untuk mendapatkan sosok pemeran yang memenuhi kriteria itu tidak terlalu mudah. Ini akibat hedonisme dan permisifisme yang sering identik (atau malah sengaja diidentikkan) dengan sosok para arits dan selebriti.


Ketidak-sesuaian antara karakter asli pemeran dengan lakon dan peran yang dimainkan sedikit banyak akan mengganggu para penonton yang mengenal sosok aslinya. Kalau dia adalah seorang yang baik dan hanif lalu berperan sebagai tokoh antagonis, mungkin tidak terlalu masalah. Namun kalau sebaliknya, di film jadi ustaz atau orang baik, tapi ketika ketemu sosok aslinya ternyata lagi joget di diskotik sambil teler menenggak alkohol. Nah, kan berabe.


6. Produser


Produser pun idealnya punya fikrah dan pemahaman Islam yang baik, sehingga ketika memproduksi film itu, sejak awal niatnya ibadah dan dakwah. Sehingga pertimbangan dalam setiap keputusan yang diambilnya selalu bervisi yang baik. Bukan sekedar asal laku filmnya dan asal murah. Sementara kualitas dan visi Islamnya tidak diperhatiakan.


7. Kru


Sebuah produk tayangan film yang Islami, idealnya memiliki kru yang juga punya wawasan dan kecintaan pada Islam serta setia mengaplikasikan ajaran Islam dalam diri mereka. Bahkan ketika pembuatan film sedang berlangsung, maka kru yang Islami adalah mereka yang tetap memperhatikan waktu-waktu shalat. Dan bila bertepatan dengan Ramadhan, maka tetap menjalankan ibadah puasa.


Ketika saat break datang, mereka tetap menjalankan shalat lima waktu dengan berjamaah. Serta mengisi saat saat kosong dengan sesuatu yang bermanfaat, misalnya zikir, tilawah Al-Quran, diskusi yang positif dan seterusnya. Bukannya malah senang-senang di bar dan diskotik melepas lelah sambil memuaskan nafsu syahwat.


Idealnya teman-teman seniman film itu berprilaku Islami dalam semua hal. Misalnya, ketika bulan puasa mereka tetap aktif puasa semuanya. Malam hari mereka isi dengan tarawih berjamaah, sahur dan berbuka puasa di lokasi syuting. Bahkan pagi hari mereka mengadakan kuliah subuh. Sehingga gema dan syiar Ramadhan tidak


Terlewatkan begitu saja hanya alasan sibuk bekerja di lokasi syuting. Bahkan kalau perlu mendatangkan para ustaz yang secara bergilir memberi pelajaran dan siraman rohani ke lokasi. Bahkan hebatnya lagi, meski di luar ramadhan, mereka pun tidak ada yang merokok apalagi minum khamar.


Karena akan menjadi lucu kalau sebuah film yang judulnya saja sudah dakwah, tapi saat-saat pembuatan filmya, para krunya tidak pernah shalat, saat Ramadhan tidak puasa, kerjanya main ke diskotik dan campur baur dengan wanita penghibur. Walhasil, nilai dakwahnya hilang sebelum film itu sendiri selesai dibuat. Allah SWT berfirman:


"Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan." (QS. Ash-Shaff: 2-3)


8. Sponsor


Idealnya, sebuah film Islami dispansori oleh perusahaan yang produknya baik dan tentu saja harus halal. Kita tidak bisa membayangkan kalau membuat film dakwah tapi sponsornya pabrik bir atau rokok. Sehingga terjadi kontradiksi antara isi tayangan dengan sponsornya.


Dan tentu masih banyak detail-detail lainnya yang harus dibicarakan terlebih dahulu dalam produksi sebuah film Islami. Agar jangan sampai niat yang baik itu menuai/ panen kritik dari kalangan muslim sendiri.


Karena itu minimal sebuah produksi film Islami itu harus memiliki konsultan syariah yang bekerja secara serius membicarakan adegan demi adegan sehingga betul-betul mencerminkan sebuah film dakwah.


9. Konsultan Syariah


Karena itu minimal sebuah produksi film Islami itu harus memiliki konsultan syariah yang bekerja secara serius membicarakan adegan demi adegan sehingga betul-betul mencerminkan sebuah film dakwah. Tidak cukup hanya sekedar simbolisme dengan lembaga ulama, namun sejak awal ide cerita itu dibuat, sudah


Menuju Kepada Pembuatan Film yang Ideal


Semua yang tadi diungkap tentu tidak bisa lahir dan terwujud dengan sendirinya, namun perlu diupayakan penumbuhannya secara baik dan terencana baik jangka pendek maupun jangka panjang.


Kita bisa melakukan dua kerja sekaligus yang berjalan dengan simultan. Pertama, yaitu `mengIslamkan` orang-orang film. Maksudnya melakukan loby, pendekatan dan juga pembinaan kepada insan-insan perfilman termasuk kepada para produser dan penyandang dana. Kepada mereka perlu disadarkan bahwa sebuah film itu bisa menjadi sarana amal untuk mendapatkan pahala di akhirat, asal dilakukan sesuai dengan kaidah dan koridor syariah.


Beberapa insan perfilman sudah mulai menyadari ini dan mulai berpikir untuk mencari pahala melalui film. Beberapa di antara mereka ada yang sudah sampai pada komitmen untuk tidak berkarya kecuali hanya yang sesuai dengan Islam. Sebagian lagi ada yang sudah merasa perlu bervisi agama meski karyanya belum sepenuhnya sesuai dengan koridor.


Namun intinya, barisan ini perlu mendapat perhatian dan pembinaan. Tentu saja pendekatan kepada para seniman ini punya gaya dan seni tersendiri yang tidak terlau mirip dengan pendekatan kepada khalayak umum.


Yang kedua, kita perlu mengkader tunas-tunas da`i muda untuk bisa belajar dan terjun ke dunia tersebut dengan tujuan, pola, arahan, evaluasi dan gerakan yang berirama. Baik untuk menjadi penulis cerita, sutradara, pemain, kru atau lainnya. Namun perlu diperhatikan bahwa pertemuan dua dunia yang berbeda itu pastilah menimbulkan friksi di sana sini. Akibat jauhnya dua kutub itu selama ini.


Juga perlu diperhatikan jangan sampai seorang da`i yang tadinya sholeh dan baik, tapi akibat salah bergaul dengan 'orang-orang film' malah menjadi semakin jauh dari visi dan misi Islamnya. Jangan sampai tujuan yang mulia di awalnya itu malah melahirkan kader baru di dunia yang tidak baik tersebut.


Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Ahmad Sarwat, Lc


Sumber: http://www.eramuslim.com/ustadz/dll/8408110604-film-islami-sesuai-syariat-islam.htm

Kru Film "Ketika Cinta Bertasbih" Hadir di Mesir

"Siapa yang pernah minum sungai Nil, maka akan datang lagi ke Mesir berkali-kali". Pepatah ini terbukti pada Habiburrahman El-Shirazy —Kang Abik. Dua bulan yang lalu, Kang Abik datang ke Mesir bersama rombongan IKAPI dan Tapak Tilas Ayat-Ayat Cinta, kemaren, Rabu (16/04) beliau membawa kru film "Ketika Cinta Bertasbih" (KCB) ke Mesir. Tentu saja kedatangan mereka, tidak disia-siakan oleh para mahasiswa Indonesia Mesir (Masisir) untuk berdialog. Maka Rafi'i Travel Group mensponsori acara "SARASEHAN Bersama Kru Film Ketika Cinta Bertasbih" di Wisma Nusantara.


Acara yang dimoderatori oleh Nidlol Masyhud, Lc., itu, mulai ba'da Maghrib. Di depan ratusan Masisir, hadir Dani, produser dari SinemArt; Chairul Umam, sutradara film KCB; Imam Tantowi, penulis skenario; Kang Abik, penulis novel KCB; Umar Lubis, artis blasteran Indonesia-Mesir, dan beberapa kru film KCB.


"Rombongan kami sebanyak dua puluh orang", ujar produser SinemArt tampil sebagai pembicara pertama, "tujuan kami ke sini untuk hunting film KCB sekaligus mengusahakan agar bisa shooting di Mesir." Ia juga menjelaskan bahwa mereka berada di Negeri Seribu Menara selama sepuluh hari.


Chairul Umam, sambil melihat jam tangannya, beliau berkata, "Saya tidak bisa ceramah. Ditambah lagi, sangat ngantuk. Betul di sini, ba'da maghrib, tapi ini waktu saya tidur di Indonesia. Sebaiknya, kita dialog saja!"


"Sembilan puluh delapan persen, skenario sudah saya tulis", pembicara ketiga, Imam Tantowi, mulai bicara, "namun, setelah menyaksikan langsung sungai Nil, banyak ide yang bermunculan dalam otak saya, untuk mengubah naskah saya itu!"


Setelah mereka bertiga bicara, Nidlol langsung membuka acara dialog sekaligus tanya jawab. Para peserta banyak mengangkat tangan. Satu persatu, mereka dipersilahkan oleh moderator untuk menyampaikan saran, masukan, dan pertanyaan.


"Belajar dari kegagalan MD Picture shooting Ayat-Ayat Cinta di Mesir", kata Dani untuk menjawab pertanyaan kesiapan SinemArt dalam membuat film KCB di Mesir, "selain kami menempuh prosedur dan memenuhi ketentuan yang berlaku, kami juga meminta Umar Lubis, agar membantu kami melakukan lobi-lobi di Mesir. Yang jelas, kami telah menghubungi pihak kedutaan Mesir di Jakarta!"


Chairul Umam, menegaskan bahwa KCB, bukan hanya film religius, melainkan sebagai film dakwah. Beliau juga menceritakan beberapa film yang pernah dibesutnya, diantaranya: Alkautsar, Titian Serambut Dibelah Tujuh, Nada dan Dakwah, Fatahillah, dan yang lainnya.


Sedangkan Imam Tantowi, mengatakan, "Saya semaksimal mungkin, ingin membuat skenario yang sama persis dengan novelnya!" Kemudian beliau, menjelaskan perkembangan dunia perfilman di Indonesia.


Karena banyak pertanyaan yang ditujukan —terutama tentang film Ayat-Ayat Cinta (AAC)— kepada Kang Abik, maka beliau berbicara. Sebagai penulis novel AAC, beliau telah berusaha sekuat tenaga agar film itu sesuai dengan novelnya. Hanya saja, beliau tidak memungkiri bahwa film ACC ada banyak kekurangan, meskipun cukup booming di Indonesia, hingga Asia Tenggara. Oleh sebab itu, dalam membuat KCB ini, Kang Abik ikut serta dalam menentuan pemain, skenario, dan yang lainnya. Dihadapan para mahasiswa Al-Azhar, beliau berpesan, "Sudah saatnya, kita melakukan amal jama'i dan berusaha membuat sunnah hasanah —trend setter— dan saya sangat sedih, jika ada alumni Al-Azhar justru ikut-ikutan dengan trend yang ada, secara pragmatis, tanpa memperjuangkan idealisme keislaman!"


Umar Lubis —bintang film sinetron, putra staff KBRI Mesir, Nabila— ikut tampil bicara. "Saya, insya Allah, akan berusaha, film KCB, bisa shooting di sini. Dan saya berpesan, kepada teman-teman mahasiswa Indonesia Mesir, jadilah kalian duta-duta budaya di sini!"


Dalam acara Sarasehan itu, terlihat Al-Ustadz Abu Ridho, sebagai konsultan keagamaan untuk membuat film KCB. Ini sangat penting, agar film KCB sesuai dengan ajaran Islam, seperti di dalam novelnya dan benar-benar sebagai film dakwah.


Sebelum acara ditutup, tampillah Da'i Nada --group nasyid acapella Masisir yang telah masyhur di Timur Tengah, bahkan telah muncul di 20 channel televisi internasional-- untuk menghibur para peserta. Pukul 23:00 waktu Kairo, acara Sarasehan berakhir. (udo yamin majdi)


Sumber: http://udoyamin.multiply.com/journal/item/84/Kru_Film_Ketika_Cinta_Bertasbih_Hadir_di_Mesir