Selasa, 22 April 2008

Ke Makkah, Ketika Hotel-Hotel di Sekitar Masjidilharam Dibongkar (2-Habis)

Para Jamaah pun Kehilangan Tempat Belanja Lebih dari Separo

Banyaknya hotel yang dibongkar di sekitar Masjidilharam membuat hotel yang masih berdiri jual mahal. Mereka memasang tarif hingga dua kali lipat daripada harga biasanya kepada para jamaah. Berikut lanjutan laporan wartawan senior Jawa Pos ANAS SADARUWAN.


Ketika berjalan-jalan menyaksikan sejumlah hotel yang sudah dirobohkan di sekitar Masjidilharam, saya menuju ke Hotel Sofitel. Musim haji tahun lalu, hotel ini berganti nama menjadi Makkah Royal.


Hotel bintang empat itu terletak di ujung tempat sai, yakni di Marwa. Bahkan, hotel itu dihubungkan dengan jembatan yang terletak di tempat sai lantai dua.


Kamar-kamar Makkah Royal cukup bagus. Restorannya di lantai 10 juga cukup luas. Sambil makan di sana, kita bisa melihat Kakbah dari atas. Banyak penyelenggara umrah dan haji khusus yang memakai hotel tersebut.


Manajemen hotel itu sebenarnya masih menawarkan kamar untuk musim haji tahun depan. Tapi, pemerintah keburu memutus aliran listriknya. Ini tanda bahwa hotel tersebut juga bakal dihancurkan.


Di sekitar Makkah Royal, masih banyak hotel kecil. Misalnya, Hotel Huda. Semua bernasib sama.


Di depan Makkah Royal, ada jalan bernama Ghararah. Di jalan itu banyak terdapat hotel besar. Misalnya Buruj Elaf, Hotel Marwa, dan Golden Palace.


Ketika saya ke sana, listriknya juga sudah diputus. Termasuk puluhan hotel kecil dan toko-toko di sekitarnya. Saya terus berjalan ke utara, menjumpai hotel bernama Sofwah Palace. Ternyata, listriknya masih menyala, juga masih menerima tamu. Dari Masjidilharam ke hotel ini, jaraknya sekitar 600 meter.


Dengan dibongkarnya kawasan Jabal Kakbah, Subaikah, Syamiah, Ghararah, dan Pasar Seng, para jamaah kehilangan tempat belanja lebih dari separo.


Hotel Daruttauhid Intercont, Hilton Tower, Hotel Hilton, hotel baru Zam Zam Tower memang masih berdiri kukuh. Termasuk ratusan hotel ke arah selatan dan timur.


Hotel-hotel dan toko-toko di daerah itu saat ini ketiban rezeki nomplok karena para penyelenggara umrah dan haji khusus kelabakan mencari hotel setelah pembongkaran. Hotel-hotel kecil yang dulu tidak pernah ditempati jamaah umrah Indonesia kini jual mahal. Mereka merasa dibutuhkan. Sebelumnya, harga per kamar di hotel-hotel kecil itu rata-rata 100 real per hari. Kini, melonjak menjadi 150 real. Bahkan, ada yang menaikkan harga sampai dua kali lipat.


Para pedagang yang kawasannya dibongkar tidak bisa begitu saja pindah ke tempat lain. Mereka terpaksa berhenti berdagang. Begitu juga karyawan atau pegawai ratusan hotel yang dibongkar. Di balik itu semua, tampaknya, Pemerintah Kerajaan Arab Saudi mempunyai rencana besar jangka panjang.


Di sekitar Masjidilharam mungkin akan dijadikan kawasan yang bersih dan luas. Kalau toh ada bangunan, barangkali bangunan itu akan ditata rapi dan terencana, seperti kawasan di sekitar Masjid Nabawi, Madinah, sekarang.


Masjid Nabawi sebelum diperluas dulu banyak pedagang yang jualan di sekitarnya. Ada kesan kumuh. Pada masa Raja Fahd, Masjid Nabawi disulap menjadi masjid yang tercantik di seluruh dunia.


Dibatasi halaman masjid yang luas, barulah ada bangunan hotel-hotel besar yang tertata rapi. Banyak jamaah yang saya dampingi kerasan di Masjid Nabawi karena sangat indah dan cantik. "Saya jatuh cinta," kata salah seorang di antara mereka.


Kawasan Masjidilharam bukan hanya sekarang saja diperluas. Pada zaman Raja Fahd, Masjidilharam sudah diperluas dengan menambah dua menara dan pintunya dinamakan Pintu Malik Fahd. Tempat ini dulu adalah terminal bus. Sekarang menjadi kawasan Masjidilharam yang ber-AC.


Raja Abdullah bin Abdul Aziz al-Saud, pengganti Raja Fahd, tampaknya, mempunyai rencana besar jangka panjang.


Barangkali karena jamaah haji dan umrah dari seluruh dunia setiap tahun terus bertambah, fasilitas pelayanan juga harus diperbesar dan diperluas. Lokasi pelemparan jumrah misalnya. Tempat yang dulu hanya dua tingkat dan sering terjadi kecelakaan itu langsung dibongkar habis, kemudian dibangun kembali dan direncanakan menjadi empat tingkat.


Tiang jumrah, yang dulu kecil, sekarang diganti lebih besar dan lebar sehingga para jamaah haji tidak perlu berjubel di satu titik yang sempit. Dua tahun ini, pembangunan tempat jumrah terus berjalan dan belum selesai.


Banyak orang bilang, manajemen tempat pelemparan jumrah pada musim haji tahun lalu paling sukses. Karena jamaah bisa melempar dengan aman, diatur rapi sedemikian rupa, sehingga yang pergi dan yang pulang tidak berpapasan.


Tempat sai juga berubah. Di samping tempat sai yang lama, secara berdampingan dibangun tempat sai baru tiga tingkat.


Tempat sai yang lama sekarang dibongkar. Di tempat sai yang lama, di Safa dan Marwa, ada bukit kecil atau gundukan batu yang dimelamin sebagai tanda bahwa tempat itu adalah Bukit Safa dan Marwa.


Tapi, di tempat sai yang baru, bukit batu itu tidak ada lagi. Dibongkar dan dibangunnya kembali tempat sai yang lama, boleh jadi, akan digabung dengan tempat sai yang baru, sehingga perluasan tempat sai itu bermakna sebagai antisipasi bertambahnya jamaah haji dan umrah dari seluruh dunia.


Mungkin saja tempat sai yang lama dan yang baru masing-masing menjadi satu arah.


Dengan perubahan tempat sai itu, mungkin akan timbul pertanyaan, apakah sah bersai di tempat yang baru itu? Apakah masih bisa dikatakan bersai di antara Bukit Safa dan Marwa? Barangkali, pemerintah Arab Saudi sudah mempunyai alasan yang kuat untuk itu.


Masjidilharam yang di tengahnya ada Kabah memang terletak di sebuah lembah yang diapit oleh gunung batu.


Dalam perkembangannya, untuk menampung jamaah yang terus bertambah, orang kemudian membangun hotel di bibir-bibir gunung batu itu. Bertambah tahun, bertambah berjubel.


Lima tahun lalu, ratusan hotel di bibir Jabal Umar di sebelah kiri Hotel Daruttauhit Intercont, arah ke Misfalah, sudah dirobohkan. Dengan demikian, Jabal Umar, yakni gunung batu yang besar itu, terus digempur untuk diratakan dengan tanah.


Karena besar dan luasnya Jabal Umar, sampai saat ini penggempuran terus berjalan dan belum selesai. Dengan dibongkarnya hotel-hotel di bibir Jabal Umar, sekarang ditambah lagi dengan dirobohkannya hotel-hotel di kawasan Subaikah, Syamiah, Ghararah, dan Pasar Seng, maka jumlah hotel di Makkah berkurang drastis.


Pembangunan kembali kawasan tersebut, kabarnya, menunggu gunung-gunung batu itu digempur dan diratakan dengan tanah. Nanti kawasan sekitar Masjidilharam akan tampak sangat luas dengan gedung-gedung yang besar, indah, dan tertata dengan sempurna. Masjidilharam berada di tengah-tengahnya.


Dengan demikian, rencana besar Raja Abdullah sebagai Khadimul Haramain (pelayan dua Tanah Suci, Makkah dan Madinah) akan terealisasi dengan sempurna.


Makkah benar-benar berubah secara fisik. Besar-besaran dan radikal. Selamat tinggal kekumuhan. Selamat datang kebersihan dan ketertiban.


Tinggal para jamaah haji yang harus menyesuaikan diri. Dengan begitu, upaya pembersihan dan penertiban tersebut tidak bertepuk sebelah tangan hanya karena sikap jamaah haji yang kurang rapi dan kurang tertib. (kum)


Sumber: http://www.jawapos.com/index.php?act=detail&id=10351

Ke Makkah, Ketika Hotel-Hotel di Sekitar Masjidilharam Dibongkar (1)

Tak Berbekas, Restoran Sate di Kawasan Syamiah

Pemerintah Kerajaan Arab Saudi dalam bulan ini kembali melakukan pembongkaran besar-besaran di sekitar Masjidilharam, Makkah. Sejumlah hotel dirobohkan. Tak kecuali Pasar Seng yang sangat terkenal itu. Berikut laporan wartawan senior Jawa Pos Anas Sadaruwan yang baru saja mendampingi jamaah umrah dari sana.


Bagi jamaah asal Indonesia, nama Pasar Seng sangatlah populer. Lokasinya di ujung tempat sai. Dari Marwah, belok kanan sedikit. Pasar Seng sebenarnya sebuah gang panjang yang di atasnya dipasangi atap seng.


Di tempat inilah dijual berbagai macam oleh-oleh jamaah haji, mulai kurma, tasbih, kacang Arab, surban, minyak wangi, kopiah, minyak zaitun, kerudung, perhiasan emas, hingga barang-barang elektronik.


Tapi, sekarang pasar yang sangat terkenal itu sudah tak ada lagi alias sudah rata dengan tanah. Seluruh bangunannya sudah dirobohkan. Bukan hanya pertokoan dan pasar yang dibongkar. Bangunan lain di sekitarnya, baik hotel kecil maupun hotel sebesar Sheraton, dalam proses dihancurkan.


Ketika saya umrah 10 April lalu, Hotel Sheraton masih utuh. Namun, sudah mulai berbenah. Tampak kesibukan luar biasa di hotel itu. Banyak pekerja mengangkuti barang-barang yang masih dianggap berharga.


Masjid Kucing dan Hotel Soraya, yang juga berdekatan dengan Pasar Seng, masih terlihat menyala lampunya dan masih digunakan. "Di musim haji tahun ini, masih bisa dipakai, setelah itu wallahu alam," kata manajer Hotel Soraya, yang keberatan menyebutkan namanya.


Pasar Seng bagi jamaah haji Indonesia memang penuh kenangan. Di sinilah banyak berdiri warung sederhana masakan Indonesia. Mulai gule kambing, soto, dan rawon yang rata-rata enak. "Di atas wilayah itu terdapat kamar-kamar yang disewakan untuk jamaah. Saya pernah menyewa di situ ketika umrah pada Ramadhan," cerita Munif Basuni, salah satu jamaah umrah asal Indonesia.


Jamaah haji atau umrah yang mendapat penginapan di kawasan tersebut, ketika menuju Masjidilharam memang harus melewati Pasar Seng dan melintasi tempat sai.


Tempat sai sekarang juga berubah. Saat ini sudah dibangun tempat sai yang baru lagi, yakni tiga tingkat di samping tempat sai lama. Sedangkan tempat sai yang lama sudah dibongkar dan akan dibangun kembali tiga tingkat. Kabarnya, dua tempat sai tersebut akan digabung, masing-masing menjadi satu arah.


Bagaimana Hotel Makkah yang terkenal itu? Tiga tahun lalu hotel ini direnovasi dan berganti nama menjadi Grand Makkah.


Dulu, sebelum hotel-hotel baru yang berbintang empat dan lima muncul, Hotel Makkah menjadi rebutan penyelenggara Haji Plus. Meski kelasnya bintang satu, karena tempatnya persis di sebelah Masjidilharam, lokasi hotel tersebut sangat strategis. Sebentar lagi hotel yang sudah direnovasi itu pun harus roboh. Ketika saya ke sana, terlihat kaca-kaca jendela sudah dicopoti dan barang-barang yang dianggap masih berharga sudah diambili.


Begitu strategisnya hotel tersebut, sehingga jamaah yang menginap di sana, sering baru mau keluar dari kamar kalau mulai mendengar azan. Bahkan, banyak jamaah yang baru turun untuk ikut salat di Masjidilharam setelah iqomah dilantunkan. Jaraknya memang dekat, hanya 50 meter.


Malah ada juga jamaah yang "berani" ikut salat jamaah cukup di kamar. Kebetulan kamar mereka menghadap Masjidilharam dan dari dalam kamar bisa melihat Masjidilharam.


Ada satu hotel lagi yang posisinya seperti Hotel Makkah. Yakni, Hotel Qurtuba, yang jaraknya hanya 20 meter dari Masjidilharam. Saya punya kenangan menarik dengan hotel tersebut. Di hotel itulah saya untuk kali pertama menempatkan enam jamaah haji plus pada 1995. Hotel itu pun pasti akan dirobohkan juga.


Di deretan tak jauh dari Qurtuba, masih ada Hotel Zahret, Hotel Darkum, Hotel Talal, Hotel Firdaus Umrah, Hotel Firdaus Makkah, dan banyak lagi. Saya melihat sendiri, 12 April lalu, sebuah alat berat mulai membongkar Hotel Firdaus Makkah. Hotel-hotel lain, seperti yang saya saksikan, juga mulai dikosongkan dan listriknya juga sudah dipadamkan.


Saya kemudian masuk Jl Subaikah, yakni dari Hotel Makkah arah ke kanan sekitar 100 meter. Di jalan ini biasanya ramai orang berjualan berbagai oleh-oleh, makanan, dan beberapa tempat penukaran uang. Juga ada puluhan hotel di jalan ini, mulai yang kecil sampai yang besar.


Namun, ketika saya ke sana, toko-toko dan kios-kios makanan sudah kosong melompong. Demikian juga hotel-hotel itu banyak yang dirobohkan. Debu-debu pun beterbangan.


Salah satu yang sudah dirobohkan adalah Hotel Ibadur Rahman. Pemiliknya asal Sumbawa yang sudah menjadi warga negara Arab Saudi. Saya pernah menempati hotel itu ketika berhaji pada 1995. Hotel Sahah Karim yang baru setahun direnovasi, juga berada di Jl Subaikah. Hotel ini berbintang empat, dan sebenarnya juga baru saja direnovasi. Hotel ini pun, ketika saya ke sana, juga sudah dikosongkan dan segera dirobohkan.


Mungkin di antara para jamaah Indonesia juga tahu di mana letak Hotel New Safa. Jaraknya relatif dekat dengan Masjidilharam, sekitar 60 meter. Hotel ini berada di Jl Syamiah. Kalau dari arah Hotel Makkah, berjalan ke kiri sekitar 80 meter, ada jalan arah ke barat. Inilah Jalan Syamiah. Ratusan hotel berada di jalan itu. Mulai Hotel Asia, Hotel Rawabi, dan yang paling ujung adalah Hotel Al-Safa. Kini hotel-hotel itu sudah rata dengan tanah.


Sebelumnya, ketika kita berjalan di jalan itu, suasananya dingin karena sinar matahari terhalang oleh bangunan hotel yang tinggi-tinggi. Sekarang di kanan-kiri jalan tampak tumpukan puing-puing reruntuhan hotel. Debu-debu pun beterbangan karena alat-alat besar sedang membongkar puing-puing dan mengangkut keluar dengan truk-truk besar.


Saya teringat pada 1997, jamaah yang saya dampingi menempati Hotel Al- Safa. Hotel ini jaraknya sekitar 600 meter dari Masjidilharam. Hotel ini cukup besar meski kamarnya biasa-biasa saja. Tapi, liftnya banyak.


Di hotel inilah seorang jamaah saya meninggal dunia dan dimakamkan di Makkah. Hotel ini memang belum dibongkar, tapi listrik sudah mati dan sudah dikosongkan, siap dirobohkan. Ternyata batas pembongkaran bukan di Hotel Al Safa saja. Di sebelah baratnya hotel-hotel yang lain sudah mati listriknya. Diperkirakan pembongkaran sampai jarak 900 meter dari Masjidilharam.


Saya punya langganan tempat makan sate, namanya Restoran Buyung. Sate daging sapi di tempat itu rasanya sangat enak. Apalagi ada kuah panas, dicampur daun bawang. Yang paling mengesankan adalah sambalnya, sangat pedas. Ketika umrah 12 April lalu, saya kehilangan tempat itu karena berada di kawasan Syamiah.


Ayam panggang, misalnya, di mana-mana ada. Tapi, ayam panggang di Jalan Syamiah itu rasanya beda. Bumbunya merasuk ke dalam, agak pedas. Belum lagi ausolnya yang empuk. Ausol adalah sate kambing yang dagingnya besar-besar dan tusuknya dari besi. Semua itu juga tidak ada lagi. Jalan Syamiah, selamat tinggal. (bersambung/kum)


Sumber: http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_c&id=337477

Hari Bumi Nyaris tanpa Arti



LONDON - Isu pemanasan global dan perubahan iklim mewarnai peringatan Hari Bumi yang jatuh 22 April hari ini. Meski begitu, belum ada tindakan yang berarti untuk mengurangi pemanasan global.


Padahal, peringatan akan bahaya pemanasan global sudah muncul sejak 2006 lalu, disampaikan pemenang Nobel Perdamaian Al Gore. "Belum ada tindakan nyata untuk memperbaiki kondisi bumi," kata pemenang Nobel yang juga mantan wakil presiden Amerika Serikat tersebut.


Selain peringatan dari Al Gore, sebuah film dokumenter berjudul An Inconvenient Truth (Sebuah Kebenaran yang Tidak Menyenangkan) juga sudah beredar di seluruh dunia. Bahkan, film itu berhasil memenangkan penghargaan perfilman Oscar.


Namun, belum banyak warga dunia yang menyadari bahaya pemanasan global dan melakukan upaya-upaya untuk mengatasinya. "Sejak peneliti menyatakan bahwa kita mempunyai waktu sepuluh tahun untuk menghentikan naiknya permukaan air laut, situasi semakin memburuk," ujarnya.


Menurut Al Gore, kepedulian terhadap bumi yang makin sekarat itu hanya berlangsung saat peringatan Hari Bumi itu saja. Setelah itu, warga dunia pun terkesan melupakan.


Hari Bumi pertama diperingati di Amerika Serikat. Awalnya, seorang senator AS, Gaylord Nelson, berpidato tentang lingkungan pada tahun 1969. Dia menyatakan akan adanya demonstrasi besar-besaran tentang lingkungan hidup terkait semakin rusaknya kondisi bumi.


Banyak orang yang mendukung Nelson. Dukungan itu terus membesar dan memuncak dengan diadakannya peringatan Hari Bumi yang monumental pada 22 April 1970.


Saat itu, jutaan orang turun ke jalan, berdemonstrasi di Fifth Avenue di New York. Mereka menyerukan penghentian perusakan bumi. Tidak kurang dari 1.500 perguruan tinggi dan 10.000 sekolah berpartisipasi dalam unjuk rasa di New York, Washington, dan San Fransisco.


Gerakan itu diikuti masyarakat di berbagai negara di dunia. Sejak saat itu, tanggal demonstrasi tersebut diperingati sebagai Hari Bumi. (berbagai sumber/sha/ruk)


Sumber: http://www.jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=337583

Minggu, 20 April 2008

Mencukur Jungkir Balik



Wow! Mencukur dengan cara biasa ternyata bisa membosankan. Tak heran bila mahasiswa Akademi Seni Dandan Rambut dari Kiev ini memilih kebalikannya. Rustam Danilchuk, sang mahasiswa, bergelantungan. Kakinya diikat erat di langit-langit. Tangannya memegang alat cukur, menggarap seorang model. Sensasi Danilchuk ini bagian dari show Festival Internasional Fashion dan Kecantikan "Malaikat Kristal" ke-VII di Kiev, Ukraina, pada Jumat (18/4). Aksi mencukur terbalik ini memang menarik perhatian. Hasilnya? Tentu terserah penilaian masing-masing orang. Semoga saja bila si nyentrik Danilchuk ini kelak buka praktik, ada pelanggan yang mau datang.(EPA/roy)


Sumber: http://www.jawapos.com/index.php?act=detail&id=10345

Kuliah Masih Diantar Ayah



Banyak "anak ajaib" berkeliaran di sekitar kita. Mereka menjalani pendidikan setara dengan anak yang jauh lebih tua. Sebutan resminya adalah cerdas istimewa. Umur 13 tahun sudah hendak lulus SMP. Umur 15 tahun sudah kuliah semester dua. Metropolis People hari ini membahas kisah beberapa anak itu. Bagaimana mereka hidup, bagaimana mereka hidup nanti.


Agung Diananto Pratomo Putro termasuk anak paling "ajaib" di Surabaya. Umurnya masih 15 tahun. Bila kebanyakan anak seusia itu masih duduk di bangku kelas 3 SMP, Agung sudah melompat jauh lebih tinggi. Dia sekarang kuliah semester dua di Fakultas Teknik Informatika ITS.


Dengan umur sebelia itu, Agung tidak terlihat seperti pelajar perguruan tinggi yang lain. Lihat saja wajahnya, masih imut-imut. Tentu saja, putra pasangan Bambang Hermanto, 51, dan Sri Diyah Isnaini, 47, tersebut belum bisa sepenuhnya mandiri.


Saban pagi, dia masih dibonceng sang ayah untuk berangkat kuliah. Kalau Bambang harus buru-buru berangkat kerja, Agung pun berangkat ke ITS naik sepeda pancal. Sebenarnya, Bambang sudah menyiapkan satu motor baru untuk anak sulungnya itu. Tapi, Agung belum tertarik naik motor dan memang belum cukup umur untuk punya SIM (kalau tidak ingin "menembak" umur).
Soal dandanan juga begitu. Agung masih suka pakai tas ransel dan bertopi. Jadi, dia lebih mirip anak SMP yang mau ikut bimbingan belajar daripada seorang pelajar perguruan tinggi. Setiap kali beli baju, Agung memang masih ditemani ayah ibu. "Agung masih harus dibantu untuk mengepaskan ukuran baju," terang Bambang.


Belum lagi urusan bangun pagi. Hingga saat ini, Agung belum bisa bangun tidur sendiri. "Ibunya masih harus cawe-cawe," lanjut Bambang.


Orang tuanya tentu belum bisa melepas Agung seperti pelajar perguruan tinggi yang lain. Kalau pulang larut malam, Bambang dan Diyah selalu mempertanyakan.


Pernah, sebelum ujian tengah semester (UTS) Maret lalu, Agung membuat ayah ibunya pusing tujuh keliling. Selama beberapa hari, Agung menunjukkan kebiasaan tidak lazim. Dia berangkat kuliah pagi, tapi baru pulang tengah malam. Kadang dini hari.


Setiap kali anaknya sampai di rumah, Bambang selalu bertanya-tanya. Benarkah anak pertamanya itu belajar begitu lama di ITS? Tugas macam apa yang harus dikerjakan hingga tengah malam? Setiap kali mendapatkan pertanyaan tersebut, Agung selalu enggan meladeni. Capai katanya.


Suatu hari, setelah ditunggu lama, Agung tak juga pulang. Diam-diam, menjelang tengah malam, Bambang dan Diyah berinisiatif menelusuri keberadaan anaknya tersebut. Bambang membonceng istrinya dengan motor dan berputar-putar di Kampus ITS. Keduanya blusukan ke ruang kelas anaknya. Perasaan keduanya makin tak keruan saat Agung tak juga ditemukan.


Keduanya kemudian meluncur ke asrama mahasiswa ITS di Jalan Arif Rahman. Dia mencari tahu kepada teman-teman sekelas Agung, ke mana sesungguhnya anak tersebut. "Saat itu, saya benar-benar khawatir. Namanya juga orang tua," terangnya.


Setelah menyusuri gedung empat lantai itu, dari situlah informasi tentang Agung didapat. Dia pulang larut karena harus mengerjakan tugas program komputer yang diberikan dosen. "Saya baru lega melihat Agung mengutak-atik komputer di salah satu kamar mahasiswa," jelas PNS Dinas Kesehatan Kota Surabaya tersebut.
Saat mengajak anaknya pulang, keduanya justru ditertawakan beberapa sekuriti asrama. "Saya kira anak Anda cewek. Kok, sampai membuat orang tua gelisah. Sudahlah, dilepas saja anaknya. Toh juga sudah kuliah," kata Bambang menirukan ucapan sekuriti itu.


Sewaswas apa pun Bambang dan Diyah, di satu sisi mereka patut berbangga kepada Agung. Sejak kecil, anak itu memang beda dari kebanyakan. Kelas 1 dan 2 SD Kalijudan II hanya ditempuh dalam setahun. "Setengah tahun di kelas satu, langsung naik kelas dua," ujar Agung.

Daya tangkap Agung memang lebih cepat daripada anak kebanyakan. Ketika menginjak bangku SMP, bocah berwajah imut-imut itu diterima di kelas akselerasi SMPN 1 Surabaya.


Namun, untuk jenjang SMA, dia terpaksa memilih kelas reguler. "Saya pernah merasakan gagal masuk SMAN 5 Surabaya. Nilai saya kurang. Saat itu, saya hanya memilih kelas akselerasi," jelasnya.


Agung pun bersekolah di SMAN 2 Surabaya. Prestasi Agung di bangku SMA membuat orang tuanya ketar-ketir. Nilai Agung menunjukkan hasil fluktuatif. Bahkan, dia kerap mendapatkan nilai jelek saat ulangan harian.
Bambang pun tanggap. Dia mengajak anak laki-lakinya tersebut ke seorang psikolog TNI-AL. Ketika itu, Bambang dapat nasihat bahwa anaknya tengah mengalami kebosanan. Dia merasa tak punya saingan berarti di bangku SMA.


Ketika kelas tiga, gairah belajar Agung kembali menanjak hingga dia bisa lolos seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB). Tahun lalu, saat masih berumur 14 tahun, dia menjadi warga baru termuda di ITS.


Karena itu, dalam orientasi pengenalan kampus, Agung kerap menjadi bulan-bulanan para senior. "Saya sudah sembunyi-sembunyi saat berbaris, masih ketahuan juga. Tugas saya saat itu meneriakkan yel-yel," ucapnya.

Bergumul dengan teman-teman yang lebih senior, Agung tak merasa canggung. "Tak pernah saya panggil mereka Mas atau Mbak. Status kami sama Bung," ucapnya lantang.
Bedanya mungkin pada tema pembicaraan. Agung rupanya masih malu-malu ngobrol soal cewek. "Saya belum tertarik bicara pacar. Masih kecil," jawabnya pendek. "Ibu bilang belajar dulu. Jangan mikir punya pacar," lanjutnya.


Meski demikian, Agung mengaku terkadang tergiur juga melihat cewek yang berdandan seksi. "Kalau melihat yang seksi, saya juga suka. Normal juga saya ini," tandasnya.


Pernah, suatu ketika, Agung dirayu teman-teman sekelas untuk menggoda seorang gadis. "Saya selalu menolak goda-goda mahasiswi. Ibaratnya, mereka itu kan mbak saya," terangnya.


Di kampung pun, Agung tidak suka grudak-gruduk bergadang hingga tengah malam seperti remaja umumnya. "Saya pernah menawarkan. Mbok ya sekali-sekali keluar malam seperti remaja lain. Tapi nyatanya, Agung tak tertarik. Masak harus saya paksa," ungkap sang ibu.


Sekarang, pembaca pasti bertanya-tanya, seperti apa nilai Agung selama kuliah? Mampukah anak umur 15 tahun seperti dia menanggung beban kuliah yang lebih berat? Ternyata, performa Agung tidak mengecewakan. Terakhir, dia masih bisa meraih indeks prestasi kumulatif 3,11.


Menurut jadwal, Agung bakal lulus kuliah pada usia 18 tahun. Meski saat lulus nanti dirinya masih sangat muda, Agung berniat untuk langsung bekerja. Ketika disinggung masih terlalu muda untuk bekerja, Agung punya jawaban tegas. "Nggak papa. Pengin coba-coba," ujarnya. (anggit satriyo/aza)



Agung Diananto Pratomo Putro

Lahir: Surabaya, 14 November 1992

Semester Dua Fakultas Teknologi Informasi

IQ: 130

Hobi: Main Game dan Membaca

Cita-cita: Pakar Teknologi Informasi


Sumber: http://www.jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=337296

Jumat, 18 April 2008

Bayi Palestina Dibunuh Israel

GAZA - Aksi kekerasan di kota Gaza semakin intensif. Dalam serangan terakhir, Rabu (27/2) malam, pesawat udara militer Israel menghujani Kantor Pemerintah Hamas dengan roket. Seorang bayi lelaki berusia enam bulan, anak Nasser Al-Borai, warga Palestina, terbunuh dalam aksi kekerasan tersebut. Selain itu, 30 lainnya terluka.


Insiden tersebut bermula ketika pesawat tempur Israel menyerang Kantor Perdana Menteri (PM) Hamas Ismail Haniyeh dan Kantor Menteri Dalam Negeri. Dalam kejadian itu, petinggi-petinggi Hamas dan Haniyeh selamat. Mereka sudah bersembunyi demi menghindari aksi percobaan pembunuhan oleh Israel.


Departemen Kesehatan Palestina menyatakan, sebagian besar korban luka adalah warga sipil permukiman yang dekat kantor pemerintahan tersebut. "Bayi yang menjadi korban itu meninggal karena terkena serpihan bom," kata salah satu petugas rumah sakit.


Menurut kesaksian salah satu petugas militer Palestina, 40 roket ditembakkan Israel. Selain Gaza, kota Ashkelon yang terletak 9,6 kilometer utara perbatasan Gaza, sekaligus rumah sakit pusat kota, tidak luput dari serangan. Untung, tidak ada korban di dua lokasi tersebut.


Sejatinya, aksi Israel itu merupakan balas dendam setelah Hamas menyerang Sekolah Tinggi Sapir di kota Sederot, Israel, Rabu (27/2) pagi. Hamas mengklaim bertanggung jawab atas serangan roket yang membunuh seorang siswa itu.


Namun, tindakan Hamas itu dilakukan beberapa jam setelah dua serangan udara Israel membunuh tujuh orang di Gaza. Termasuk, dua komandan tinggi pada operasi roket Hamas. Aksi saling serang itu membuat warga sipil yang menjadi korban murka.


Meski demikian, petinggi Israel sepertinya tidak berniat mengurangi serangan. "Saya rasa kita tak harus menunjukkan belas kasihan kepada siapa pun yang mau membunuh kita," kata Menteri Kabinet Israel Meir Sheetrit kemarin. (AP/tik/tia)


Sumber: http://www.jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=336875

Film Islami yang Sesuai Syariat Islam

Film tidak termasuk kategori ritual, melainkan media yang bersifat muamalah. Dan secara prinsip dalam masalah muamalah, tidak ada ketentuan tertentu yang menjadi aturan main. Berbeda dengan ibadah ritual yang punya syarat, rukun, wajib, serta kesunnahan.


Film adalah sebuah media informasi yang bisa saja menjadi halal hukumnya, bahkan wajib atau sunnah untuk dibuat. Namun film juga bisa menjadi haram untuk dibuat atau ditonton.


Tentu saja kita tidak bisa main hantam kromo mengharamkan film secara membabi buta. Tidak bisa diterima akal sehat kalau kita pukul rata bahwa semua film itu haram, dengan alasan karena Rasulullah SAW dahulu tidak pernah berdakwah dengan film.


Namun kita pun tidak bisa juga pukul rata untuk mengatakan bahwa semua film itu halal dan layak untuk dibuat. Bahkan trend yang kita rasakan, jauh lebih banyak film yang tidak layak untuk dibuat dan ditonton, ketimbang yang layak.


Semua itu karena seni pembuatan film masih didominasi insan perfileman yang tidak terbina keIslamannya dengan kadar yang cukup. Banyak dari mereka (mohon maaf) yang beragama hedonisme, menghalalkan kenikmatan duniawi tanpa batas norma agama. Itu adalah realitas, meski kita juga tidak bisa -sekali lagi- main pukul rata.


Istilah FIlm Islami dan FIlm Syar'i


Mungkin kami tidak akan menggunakan istilah film Islami atau syar'i, karena alasan tertentu. Tapi rasanya kami lebih nyaman menggunakan istilah film 'layak tonton' bagi umat Islam.


Rasanya masih agak terlalu jauh untuk menyebutkan istilah film Islami, apalagi film syar'i. Karena ada banyak kekurangan yang sulit ditutup begitu saja, terlebih di tengah iklim perfilman kita yang dikelilingi oleh banyak kalangan yang masih jauh dari nilai Islam dan syariah.


Beberapa Faktor Penting


Apakah sebuah film layak tonton oleh seorang muslim, tentu sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Kebetulan sejak lebih beberapa tahun yang lalu, pertanyaan serupa pernah kami jawab di situs www.syariahonline.com. Alhamdulilah, ternyata kami masih punya file jawaban itu, jadi tidak ada salahnya kalau kami kutipkan di sini.


Intinya, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membuat sebuah film Islami, antara lain dalam pandangan kami adalah:


1. Cerita


Cerita sebuah film Islami tidak harus melulu tentang sejarah nabi atau para shahabat. Juga tidak harus film-film berbahasa Arab dengan kostum pemain memakai surban atau jubah arab serta dengan setting padang pasir. Namun cerita bisa saja tentang potret masyarakat dengan kehidupan nyata mereka sehari-hari yang dituturkan dengan cara yang menarik, segar dan kreatif serta artistik.


Untuk itu dibutuhkan ide-ide segar dari para penulis naskah yang tentunya harus punya kematangan dalam memahami ajaran Islam. Sehingga meski bertutur tentang keseharian, namun tetap lekat dan kental dengan dakwah dan visi Islam. Umat Islam perlu punya semacam lembaga pendidikan khusus untuk para penulis cerita Islami dan mereka harus dikenalkan dengan visi dan misi dari sebuah cerita yang bernuansa Islami.


Bahkan mereka perlu berlajar syariat Islam agar benar-benar paham apa yang akan mereka tulis.


Masyarakat tentu sudah bosan dengan cerita tidak masuk akal gaya sinetron Indonesia yang melulu tentang orang-orang kaya, mobil mewah, rumah megah dan mobil wah. Tapi isinya orang-orang jahat semua, karena tidak lepas dari selingkuh, pacaran, gossip, pelewengan dan terus terang saja: PERZINAAN!!. Semua itu justru tidak membumi karena tidak realistis dan cenderung ditinggalkan penonton.


Selain itu, penting juga untuk diperhatikan bahwa cerita yang Islami itu seharusnya jauh dari potret percintaan manusia lain jenis seperti pacaran atau hasrat-hasrat yang muncul antara laki-laki dan wanita. Jangan sampai judulnya bicara tentang orang betawi misalnya, tapi ceritanya masalah pacaran melulu.


Atau cerita tentang ustaz yang baik, tapi alur cerita tidak jauh dari para wanita-wanita cantik yang naksir dan kesengsem sama pak ustaz dan masing-masing saling berebut hatinya pak ustaz. Sehingga pokok cerita menjadi seolah cerita cintanya pak ustaz dengan para wanita cantik.


Apalagi ada adegan pak ustaz harus kencan dengan para wanita, atau naik mobil berdua saja atau makan di restoran berduaan. Ini jelas tidak Islami dan perlu dikritik. Karena biar bagaimana pun mereka bukan mahram sehingga tidak halal untuk berduaan walau di tempat umum.


2. Kostum dan Aurat Wanita


Meski sebuah cerita menuntut adegan atau peran tokoh antagonis atau yang tidak Islami, bukan berarti menampilkan wanita dan auratnya menjadi boleh.


Kalau pun harus muncul sosok wanta, maka seharusnya wanita yang menutup aurat dengan tidak mengekspose kecantikannya atau lemah gemulai sosoknya. Dan kalau ingin menggambarkan adanya wanita yang tidak menutup aurat seperti potret kebanyakan, maka harus diusahakan agar tidak menjadi center of interest dari sebuah adegan.


Yang lebih baik dan aman adalah film itu menampilkan sesedikit mungkin para wanita, karena khawatir fitnah yang akan muncul.


3. Akting


Sebuah film terkadang dituntut untuk menggambarkan hal-hal yang tidak Islami dan bernilai maksiat. Pertanyaannya adalah: Bisakah dibenarkan seorang muslim melakukan akting dan berpura-pura melakukan kemaksiatan atau kekufuran?


Jawabannya perlu dikupas dan dipilah terlebih dahulu. Misalnya adegan kemaksiatan itu adalah minum khamar, tentu saja tidak boleh menggunakan khamar sungguhan. Sebagaimana adegan membunuh manusia, tentu saja tidak boleh membunuh betulan.


Tapi bagaimana kalau adegan perkosaan, percumbuan atau perzinaan? Bolehkah melakukannya dengan lawan main yang non-mahram, meski hanya pura-pura?


Film-film Hollywood umumnya memberikan gambaran apa adanya, sehingga adegan seksual antara non-mahram pun selalu ada di setiap tayangan mereka, bahkan sudah menjadi sesuatu yang harus ada. Sebaliknya, karena dunia timur yang notabene kebanyakan muslimin ini hanya jadi pengekor barat, maka adegan-adegan tidak senonoh pun sering tampil di layar film Indonesia.


Bahkan beberapa waktu yang lalu, film-film tipe seperti inilah yang menghiasi hampir semua bioskop di Indonesia. Seolah-olah adegan seperti itu justru menjadi inti dari film meski jalan ceritanya tidak jelas.


Dalam film Islami dan bernilai dakwah, semua hal tersebut jelas tidak mungkin dibuat dan tidak boleh terlintas di benak para sineas muslim. Karena sejak awal semua tahu bahwa menampilkan adegan-adegan seperti itu meski tidak vulgar, justru memberi ruang kepada syetan untuk menggoda para penonton.


Minimal adegan itu telah membangkitkan khayal dan keinginan rangsangan meski pun misalnya hanya dalam bentuk suara di balik pintu kamar. Yang jadi inti masalah bukan ada adegannya atau tidak, tapi kesan yang ditimbulkan di benak para penonton itulah yang harus dijaga.


4. Sutradara


Sutradara adalah otak dari sebuah produksi film, karena itu kriteria sutradara untuk film yang Islami harus lebih diperhatikan. Sosoknya adalah mereka yang benar-benar paham dan punya visi yang Islami secara shahih dan syamil. Bukan sekedar mewarisi semangat Islam dari sisi keturunan atau lingkungan.


Sosok sutradara ini harus benar-benar orang yang aktif `mengaji` dalam arti yang sesungguhnya, agar penggambaran demi penggambaran yang dilakukannya tidak lepas dari koridor syar`i.


Peran sutradara memang sangat besar, bahkan ide cerita dasar dari sebuah naskah yang sudah sangat Islami, terkadang bisa berubah total ketika telah menjadi film. Dan dalam banyak kasus, hal itu memang seringkali terjadi.


Maka kalau sutradara itu bukan dari kalangan aktifis dakwah, kita sering merasa kecolongan dengan hasilnya yang mengalami penurunan nilai dakwah secara cukup drastis.


5. Pemeran


Idealnya sosok para pemeran adalah mereka yang dalam kesehariannya adalah orang-orang yang shaleh. Sehingga apa yang diperankannya dalam film itu memang mencerminkan jiwa dan kepribadiannya juga.


Akhlaq para pemain di luar film haruslah akhlaq yang Islami pula, karena yang namanya dakwah meski lewat film adalah dakwah juga. Bukan semata-mata seni peran yang memerankan orang baik dan buruk. Sehingga tidak pantas film dakwah dimainkan oleh mereka yang akhlaqnya bertentangan dengan dakwah Islam itu sendiri. Yang masih suka mengumbar nafsu syahwat, membuka aurat dan bergaul bebas dengan lain jenis.


Biar bagaimana pun film dakwah bukan sekedar komoditas seni belaka, tetapi dia adalah sebuah produk dakwah, yang sejak hulu hingga hilir harus selaras dengan visi dakwah yang diembannya.


Namun untuk mendapatkan sosok pemeran yang memenuhi kriteria itu tidak terlalu mudah. Ini akibat hedonisme dan permisifisme yang sering identik (atau malah sengaja diidentikkan) dengan sosok para arits dan selebriti.


Ketidak-sesuaian antara karakter asli pemeran dengan lakon dan peran yang dimainkan sedikit banyak akan mengganggu para penonton yang mengenal sosok aslinya. Kalau dia adalah seorang yang baik dan hanif lalu berperan sebagai tokoh antagonis, mungkin tidak terlalu masalah. Namun kalau sebaliknya, di film jadi ustaz atau orang baik, tapi ketika ketemu sosok aslinya ternyata lagi joget di diskotik sambil teler menenggak alkohol. Nah, kan berabe.


6. Produser


Produser pun idealnya punya fikrah dan pemahaman Islam yang baik, sehingga ketika memproduksi film itu, sejak awal niatnya ibadah dan dakwah. Sehingga pertimbangan dalam setiap keputusan yang diambilnya selalu bervisi yang baik. Bukan sekedar asal laku filmnya dan asal murah. Sementara kualitas dan visi Islamnya tidak diperhatiakan.


7. Kru


Sebuah produk tayangan film yang Islami, idealnya memiliki kru yang juga punya wawasan dan kecintaan pada Islam serta setia mengaplikasikan ajaran Islam dalam diri mereka. Bahkan ketika pembuatan film sedang berlangsung, maka kru yang Islami adalah mereka yang tetap memperhatikan waktu-waktu shalat. Dan bila bertepatan dengan Ramadhan, maka tetap menjalankan ibadah puasa.


Ketika saat break datang, mereka tetap menjalankan shalat lima waktu dengan berjamaah. Serta mengisi saat saat kosong dengan sesuatu yang bermanfaat, misalnya zikir, tilawah Al-Quran, diskusi yang positif dan seterusnya. Bukannya malah senang-senang di bar dan diskotik melepas lelah sambil memuaskan nafsu syahwat.


Idealnya teman-teman seniman film itu berprilaku Islami dalam semua hal. Misalnya, ketika bulan puasa mereka tetap aktif puasa semuanya. Malam hari mereka isi dengan tarawih berjamaah, sahur dan berbuka puasa di lokasi syuting. Bahkan pagi hari mereka mengadakan kuliah subuh. Sehingga gema dan syiar Ramadhan tidak


Terlewatkan begitu saja hanya alasan sibuk bekerja di lokasi syuting. Bahkan kalau perlu mendatangkan para ustaz yang secara bergilir memberi pelajaran dan siraman rohani ke lokasi. Bahkan hebatnya lagi, meski di luar ramadhan, mereka pun tidak ada yang merokok apalagi minum khamar.


Karena akan menjadi lucu kalau sebuah film yang judulnya saja sudah dakwah, tapi saat-saat pembuatan filmya, para krunya tidak pernah shalat, saat Ramadhan tidak puasa, kerjanya main ke diskotik dan campur baur dengan wanita penghibur. Walhasil, nilai dakwahnya hilang sebelum film itu sendiri selesai dibuat. Allah SWT berfirman:


"Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan." (QS. Ash-Shaff: 2-3)


8. Sponsor


Idealnya, sebuah film Islami dispansori oleh perusahaan yang produknya baik dan tentu saja harus halal. Kita tidak bisa membayangkan kalau membuat film dakwah tapi sponsornya pabrik bir atau rokok. Sehingga terjadi kontradiksi antara isi tayangan dengan sponsornya.


Dan tentu masih banyak detail-detail lainnya yang harus dibicarakan terlebih dahulu dalam produksi sebuah film Islami. Agar jangan sampai niat yang baik itu menuai/ panen kritik dari kalangan muslim sendiri.


Karena itu minimal sebuah produksi film Islami itu harus memiliki konsultan syariah yang bekerja secara serius membicarakan adegan demi adegan sehingga betul-betul mencerminkan sebuah film dakwah.


9. Konsultan Syariah


Karena itu minimal sebuah produksi film Islami itu harus memiliki konsultan syariah yang bekerja secara serius membicarakan adegan demi adegan sehingga betul-betul mencerminkan sebuah film dakwah. Tidak cukup hanya sekedar simbolisme dengan lembaga ulama, namun sejak awal ide cerita itu dibuat, sudah


Menuju Kepada Pembuatan Film yang Ideal


Semua yang tadi diungkap tentu tidak bisa lahir dan terwujud dengan sendirinya, namun perlu diupayakan penumbuhannya secara baik dan terencana baik jangka pendek maupun jangka panjang.


Kita bisa melakukan dua kerja sekaligus yang berjalan dengan simultan. Pertama, yaitu `mengIslamkan` orang-orang film. Maksudnya melakukan loby, pendekatan dan juga pembinaan kepada insan-insan perfilman termasuk kepada para produser dan penyandang dana. Kepada mereka perlu disadarkan bahwa sebuah film itu bisa menjadi sarana amal untuk mendapatkan pahala di akhirat, asal dilakukan sesuai dengan kaidah dan koridor syariah.


Beberapa insan perfilman sudah mulai menyadari ini dan mulai berpikir untuk mencari pahala melalui film. Beberapa di antara mereka ada yang sudah sampai pada komitmen untuk tidak berkarya kecuali hanya yang sesuai dengan Islam. Sebagian lagi ada yang sudah merasa perlu bervisi agama meski karyanya belum sepenuhnya sesuai dengan koridor.


Namun intinya, barisan ini perlu mendapat perhatian dan pembinaan. Tentu saja pendekatan kepada para seniman ini punya gaya dan seni tersendiri yang tidak terlau mirip dengan pendekatan kepada khalayak umum.


Yang kedua, kita perlu mengkader tunas-tunas da`i muda untuk bisa belajar dan terjun ke dunia tersebut dengan tujuan, pola, arahan, evaluasi dan gerakan yang berirama. Baik untuk menjadi penulis cerita, sutradara, pemain, kru atau lainnya. Namun perlu diperhatikan bahwa pertemuan dua dunia yang berbeda itu pastilah menimbulkan friksi di sana sini. Akibat jauhnya dua kutub itu selama ini.


Juga perlu diperhatikan jangan sampai seorang da`i yang tadinya sholeh dan baik, tapi akibat salah bergaul dengan 'orang-orang film' malah menjadi semakin jauh dari visi dan misi Islamnya. Jangan sampai tujuan yang mulia di awalnya itu malah melahirkan kader baru di dunia yang tidak baik tersebut.


Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Ahmad Sarwat, Lc


Sumber: http://www.eramuslim.com/ustadz/dll/8408110604-film-islami-sesuai-syariat-islam.htm