Selasa, 22 April 2008

Ke Makkah, Ketika Hotel-Hotel di Sekitar Masjidilharam Dibongkar (1)

Tak Berbekas, Restoran Sate di Kawasan Syamiah

Pemerintah Kerajaan Arab Saudi dalam bulan ini kembali melakukan pembongkaran besar-besaran di sekitar Masjidilharam, Makkah. Sejumlah hotel dirobohkan. Tak kecuali Pasar Seng yang sangat terkenal itu. Berikut laporan wartawan senior Jawa Pos Anas Sadaruwan yang baru saja mendampingi jamaah umrah dari sana.


Bagi jamaah asal Indonesia, nama Pasar Seng sangatlah populer. Lokasinya di ujung tempat sai. Dari Marwah, belok kanan sedikit. Pasar Seng sebenarnya sebuah gang panjang yang di atasnya dipasangi atap seng.


Di tempat inilah dijual berbagai macam oleh-oleh jamaah haji, mulai kurma, tasbih, kacang Arab, surban, minyak wangi, kopiah, minyak zaitun, kerudung, perhiasan emas, hingga barang-barang elektronik.


Tapi, sekarang pasar yang sangat terkenal itu sudah tak ada lagi alias sudah rata dengan tanah. Seluruh bangunannya sudah dirobohkan. Bukan hanya pertokoan dan pasar yang dibongkar. Bangunan lain di sekitarnya, baik hotel kecil maupun hotel sebesar Sheraton, dalam proses dihancurkan.


Ketika saya umrah 10 April lalu, Hotel Sheraton masih utuh. Namun, sudah mulai berbenah. Tampak kesibukan luar biasa di hotel itu. Banyak pekerja mengangkuti barang-barang yang masih dianggap berharga.


Masjid Kucing dan Hotel Soraya, yang juga berdekatan dengan Pasar Seng, masih terlihat menyala lampunya dan masih digunakan. "Di musim haji tahun ini, masih bisa dipakai, setelah itu wallahu alam," kata manajer Hotel Soraya, yang keberatan menyebutkan namanya.


Pasar Seng bagi jamaah haji Indonesia memang penuh kenangan. Di sinilah banyak berdiri warung sederhana masakan Indonesia. Mulai gule kambing, soto, dan rawon yang rata-rata enak. "Di atas wilayah itu terdapat kamar-kamar yang disewakan untuk jamaah. Saya pernah menyewa di situ ketika umrah pada Ramadhan," cerita Munif Basuni, salah satu jamaah umrah asal Indonesia.


Jamaah haji atau umrah yang mendapat penginapan di kawasan tersebut, ketika menuju Masjidilharam memang harus melewati Pasar Seng dan melintasi tempat sai.


Tempat sai sekarang juga berubah. Saat ini sudah dibangun tempat sai yang baru lagi, yakni tiga tingkat di samping tempat sai lama. Sedangkan tempat sai yang lama sudah dibongkar dan akan dibangun kembali tiga tingkat. Kabarnya, dua tempat sai tersebut akan digabung, masing-masing menjadi satu arah.


Bagaimana Hotel Makkah yang terkenal itu? Tiga tahun lalu hotel ini direnovasi dan berganti nama menjadi Grand Makkah.


Dulu, sebelum hotel-hotel baru yang berbintang empat dan lima muncul, Hotel Makkah menjadi rebutan penyelenggara Haji Plus. Meski kelasnya bintang satu, karena tempatnya persis di sebelah Masjidilharam, lokasi hotel tersebut sangat strategis. Sebentar lagi hotel yang sudah direnovasi itu pun harus roboh. Ketika saya ke sana, terlihat kaca-kaca jendela sudah dicopoti dan barang-barang yang dianggap masih berharga sudah diambili.


Begitu strategisnya hotel tersebut, sehingga jamaah yang menginap di sana, sering baru mau keluar dari kamar kalau mulai mendengar azan. Bahkan, banyak jamaah yang baru turun untuk ikut salat di Masjidilharam setelah iqomah dilantunkan. Jaraknya memang dekat, hanya 50 meter.


Malah ada juga jamaah yang "berani" ikut salat jamaah cukup di kamar. Kebetulan kamar mereka menghadap Masjidilharam dan dari dalam kamar bisa melihat Masjidilharam.


Ada satu hotel lagi yang posisinya seperti Hotel Makkah. Yakni, Hotel Qurtuba, yang jaraknya hanya 20 meter dari Masjidilharam. Saya punya kenangan menarik dengan hotel tersebut. Di hotel itulah saya untuk kali pertama menempatkan enam jamaah haji plus pada 1995. Hotel itu pun pasti akan dirobohkan juga.


Di deretan tak jauh dari Qurtuba, masih ada Hotel Zahret, Hotel Darkum, Hotel Talal, Hotel Firdaus Umrah, Hotel Firdaus Makkah, dan banyak lagi. Saya melihat sendiri, 12 April lalu, sebuah alat berat mulai membongkar Hotel Firdaus Makkah. Hotel-hotel lain, seperti yang saya saksikan, juga mulai dikosongkan dan listriknya juga sudah dipadamkan.


Saya kemudian masuk Jl Subaikah, yakni dari Hotel Makkah arah ke kanan sekitar 100 meter. Di jalan ini biasanya ramai orang berjualan berbagai oleh-oleh, makanan, dan beberapa tempat penukaran uang. Juga ada puluhan hotel di jalan ini, mulai yang kecil sampai yang besar.


Namun, ketika saya ke sana, toko-toko dan kios-kios makanan sudah kosong melompong. Demikian juga hotel-hotel itu banyak yang dirobohkan. Debu-debu pun beterbangan.


Salah satu yang sudah dirobohkan adalah Hotel Ibadur Rahman. Pemiliknya asal Sumbawa yang sudah menjadi warga negara Arab Saudi. Saya pernah menempati hotel itu ketika berhaji pada 1995. Hotel Sahah Karim yang baru setahun direnovasi, juga berada di Jl Subaikah. Hotel ini berbintang empat, dan sebenarnya juga baru saja direnovasi. Hotel ini pun, ketika saya ke sana, juga sudah dikosongkan dan segera dirobohkan.


Mungkin di antara para jamaah Indonesia juga tahu di mana letak Hotel New Safa. Jaraknya relatif dekat dengan Masjidilharam, sekitar 60 meter. Hotel ini berada di Jl Syamiah. Kalau dari arah Hotel Makkah, berjalan ke kiri sekitar 80 meter, ada jalan arah ke barat. Inilah Jalan Syamiah. Ratusan hotel berada di jalan itu. Mulai Hotel Asia, Hotel Rawabi, dan yang paling ujung adalah Hotel Al-Safa. Kini hotel-hotel itu sudah rata dengan tanah.


Sebelumnya, ketika kita berjalan di jalan itu, suasananya dingin karena sinar matahari terhalang oleh bangunan hotel yang tinggi-tinggi. Sekarang di kanan-kiri jalan tampak tumpukan puing-puing reruntuhan hotel. Debu-debu pun beterbangan karena alat-alat besar sedang membongkar puing-puing dan mengangkut keluar dengan truk-truk besar.


Saya teringat pada 1997, jamaah yang saya dampingi menempati Hotel Al- Safa. Hotel ini jaraknya sekitar 600 meter dari Masjidilharam. Hotel ini cukup besar meski kamarnya biasa-biasa saja. Tapi, liftnya banyak.


Di hotel inilah seorang jamaah saya meninggal dunia dan dimakamkan di Makkah. Hotel ini memang belum dibongkar, tapi listrik sudah mati dan sudah dikosongkan, siap dirobohkan. Ternyata batas pembongkaran bukan di Hotel Al Safa saja. Di sebelah baratnya hotel-hotel yang lain sudah mati listriknya. Diperkirakan pembongkaran sampai jarak 900 meter dari Masjidilharam.


Saya punya langganan tempat makan sate, namanya Restoran Buyung. Sate daging sapi di tempat itu rasanya sangat enak. Apalagi ada kuah panas, dicampur daun bawang. Yang paling mengesankan adalah sambalnya, sangat pedas. Ketika umrah 12 April lalu, saya kehilangan tempat itu karena berada di kawasan Syamiah.


Ayam panggang, misalnya, di mana-mana ada. Tapi, ayam panggang di Jalan Syamiah itu rasanya beda. Bumbunya merasuk ke dalam, agak pedas. Belum lagi ausolnya yang empuk. Ausol adalah sate kambing yang dagingnya besar-besar dan tusuknya dari besi. Semua itu juga tidak ada lagi. Jalan Syamiah, selamat tinggal. (bersambung/kum)


Sumber: http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_c&id=337477

Tidak ada komentar:

Posting Komentar