Minggu, 20 April 2008

Kuliah Masih Diantar Ayah



Banyak "anak ajaib" berkeliaran di sekitar kita. Mereka menjalani pendidikan setara dengan anak yang jauh lebih tua. Sebutan resminya adalah cerdas istimewa. Umur 13 tahun sudah hendak lulus SMP. Umur 15 tahun sudah kuliah semester dua. Metropolis People hari ini membahas kisah beberapa anak itu. Bagaimana mereka hidup, bagaimana mereka hidup nanti.


Agung Diananto Pratomo Putro termasuk anak paling "ajaib" di Surabaya. Umurnya masih 15 tahun. Bila kebanyakan anak seusia itu masih duduk di bangku kelas 3 SMP, Agung sudah melompat jauh lebih tinggi. Dia sekarang kuliah semester dua di Fakultas Teknik Informatika ITS.


Dengan umur sebelia itu, Agung tidak terlihat seperti pelajar perguruan tinggi yang lain. Lihat saja wajahnya, masih imut-imut. Tentu saja, putra pasangan Bambang Hermanto, 51, dan Sri Diyah Isnaini, 47, tersebut belum bisa sepenuhnya mandiri.


Saban pagi, dia masih dibonceng sang ayah untuk berangkat kuliah. Kalau Bambang harus buru-buru berangkat kerja, Agung pun berangkat ke ITS naik sepeda pancal. Sebenarnya, Bambang sudah menyiapkan satu motor baru untuk anak sulungnya itu. Tapi, Agung belum tertarik naik motor dan memang belum cukup umur untuk punya SIM (kalau tidak ingin "menembak" umur).
Soal dandanan juga begitu. Agung masih suka pakai tas ransel dan bertopi. Jadi, dia lebih mirip anak SMP yang mau ikut bimbingan belajar daripada seorang pelajar perguruan tinggi. Setiap kali beli baju, Agung memang masih ditemani ayah ibu. "Agung masih harus dibantu untuk mengepaskan ukuran baju," terang Bambang.


Belum lagi urusan bangun pagi. Hingga saat ini, Agung belum bisa bangun tidur sendiri. "Ibunya masih harus cawe-cawe," lanjut Bambang.


Orang tuanya tentu belum bisa melepas Agung seperti pelajar perguruan tinggi yang lain. Kalau pulang larut malam, Bambang dan Diyah selalu mempertanyakan.


Pernah, sebelum ujian tengah semester (UTS) Maret lalu, Agung membuat ayah ibunya pusing tujuh keliling. Selama beberapa hari, Agung menunjukkan kebiasaan tidak lazim. Dia berangkat kuliah pagi, tapi baru pulang tengah malam. Kadang dini hari.


Setiap kali anaknya sampai di rumah, Bambang selalu bertanya-tanya. Benarkah anak pertamanya itu belajar begitu lama di ITS? Tugas macam apa yang harus dikerjakan hingga tengah malam? Setiap kali mendapatkan pertanyaan tersebut, Agung selalu enggan meladeni. Capai katanya.


Suatu hari, setelah ditunggu lama, Agung tak juga pulang. Diam-diam, menjelang tengah malam, Bambang dan Diyah berinisiatif menelusuri keberadaan anaknya tersebut. Bambang membonceng istrinya dengan motor dan berputar-putar di Kampus ITS. Keduanya blusukan ke ruang kelas anaknya. Perasaan keduanya makin tak keruan saat Agung tak juga ditemukan.


Keduanya kemudian meluncur ke asrama mahasiswa ITS di Jalan Arif Rahman. Dia mencari tahu kepada teman-teman sekelas Agung, ke mana sesungguhnya anak tersebut. "Saat itu, saya benar-benar khawatir. Namanya juga orang tua," terangnya.


Setelah menyusuri gedung empat lantai itu, dari situlah informasi tentang Agung didapat. Dia pulang larut karena harus mengerjakan tugas program komputer yang diberikan dosen. "Saya baru lega melihat Agung mengutak-atik komputer di salah satu kamar mahasiswa," jelas PNS Dinas Kesehatan Kota Surabaya tersebut.
Saat mengajak anaknya pulang, keduanya justru ditertawakan beberapa sekuriti asrama. "Saya kira anak Anda cewek. Kok, sampai membuat orang tua gelisah. Sudahlah, dilepas saja anaknya. Toh juga sudah kuliah," kata Bambang menirukan ucapan sekuriti itu.


Sewaswas apa pun Bambang dan Diyah, di satu sisi mereka patut berbangga kepada Agung. Sejak kecil, anak itu memang beda dari kebanyakan. Kelas 1 dan 2 SD Kalijudan II hanya ditempuh dalam setahun. "Setengah tahun di kelas satu, langsung naik kelas dua," ujar Agung.

Daya tangkap Agung memang lebih cepat daripada anak kebanyakan. Ketika menginjak bangku SMP, bocah berwajah imut-imut itu diterima di kelas akselerasi SMPN 1 Surabaya.


Namun, untuk jenjang SMA, dia terpaksa memilih kelas reguler. "Saya pernah merasakan gagal masuk SMAN 5 Surabaya. Nilai saya kurang. Saat itu, saya hanya memilih kelas akselerasi," jelasnya.


Agung pun bersekolah di SMAN 2 Surabaya. Prestasi Agung di bangku SMA membuat orang tuanya ketar-ketir. Nilai Agung menunjukkan hasil fluktuatif. Bahkan, dia kerap mendapatkan nilai jelek saat ulangan harian.
Bambang pun tanggap. Dia mengajak anak laki-lakinya tersebut ke seorang psikolog TNI-AL. Ketika itu, Bambang dapat nasihat bahwa anaknya tengah mengalami kebosanan. Dia merasa tak punya saingan berarti di bangku SMA.


Ketika kelas tiga, gairah belajar Agung kembali menanjak hingga dia bisa lolos seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB). Tahun lalu, saat masih berumur 14 tahun, dia menjadi warga baru termuda di ITS.


Karena itu, dalam orientasi pengenalan kampus, Agung kerap menjadi bulan-bulanan para senior. "Saya sudah sembunyi-sembunyi saat berbaris, masih ketahuan juga. Tugas saya saat itu meneriakkan yel-yel," ucapnya.

Bergumul dengan teman-teman yang lebih senior, Agung tak merasa canggung. "Tak pernah saya panggil mereka Mas atau Mbak. Status kami sama Bung," ucapnya lantang.
Bedanya mungkin pada tema pembicaraan. Agung rupanya masih malu-malu ngobrol soal cewek. "Saya belum tertarik bicara pacar. Masih kecil," jawabnya pendek. "Ibu bilang belajar dulu. Jangan mikir punya pacar," lanjutnya.


Meski demikian, Agung mengaku terkadang tergiur juga melihat cewek yang berdandan seksi. "Kalau melihat yang seksi, saya juga suka. Normal juga saya ini," tandasnya.


Pernah, suatu ketika, Agung dirayu teman-teman sekelas untuk menggoda seorang gadis. "Saya selalu menolak goda-goda mahasiswi. Ibaratnya, mereka itu kan mbak saya," terangnya.


Di kampung pun, Agung tidak suka grudak-gruduk bergadang hingga tengah malam seperti remaja umumnya. "Saya pernah menawarkan. Mbok ya sekali-sekali keluar malam seperti remaja lain. Tapi nyatanya, Agung tak tertarik. Masak harus saya paksa," ungkap sang ibu.


Sekarang, pembaca pasti bertanya-tanya, seperti apa nilai Agung selama kuliah? Mampukah anak umur 15 tahun seperti dia menanggung beban kuliah yang lebih berat? Ternyata, performa Agung tidak mengecewakan. Terakhir, dia masih bisa meraih indeks prestasi kumulatif 3,11.


Menurut jadwal, Agung bakal lulus kuliah pada usia 18 tahun. Meski saat lulus nanti dirinya masih sangat muda, Agung berniat untuk langsung bekerja. Ketika disinggung masih terlalu muda untuk bekerja, Agung punya jawaban tegas. "Nggak papa. Pengin coba-coba," ujarnya. (anggit satriyo/aza)



Agung Diananto Pratomo Putro

Lahir: Surabaya, 14 November 1992

Semester Dua Fakultas Teknologi Informasi

IQ: 130

Hobi: Main Game dan Membaca

Cita-cita: Pakar Teknologi Informasi


Sumber: http://www.jawapos.com/index.php?act=detail_c&id=337296

2 komentar:

  1. pemerintah mesti lebih memfasilitasi anak-anak bangsa yang memiliki prestasi yang "ajaib".
    jangan sampai "dipakai" oleh negara lain.

    BalasHapus