Pilgub Jabar, Kalla Ucapkan Selamat ke Ahmad Heryawan - Dede Yusuf
JAKARTA - Jawa Barat bakal mempunyai gubernur baru. Hasil pemilihan gubernur yang berlangsung kemarin menempatkan pasangan Ahmad Heryawan dan Dede Yusuf (Hade) unggul. Semua lembaga yang melakukan quick count (penghitungan cepat) menunjukkan pasangan yang diusung duet PKS-PAN itu sebagai pemenang.
Hasil (lihat grafis) tersebut sangat mengejutkan. Sebab, sebelum pencoblosan, berbagai polling menyatakan bahwa pasangan paling populer adalah Agum Gumelar-Nu’man (Aman) yang diusung PDIP dan PPP. Tapi, perolehan suara pasangan itu sementara tertinggal dari Hade.
Di lihat dari basis politik, keunggulan Hade itu di luar "matematika" politik. Jawa Barat adalah basis Golkar di Pulau Jawa. Tapi, dalam pencoblosan kemarin, suara yang diraih pasangan Danny Setiawan-Iwan Sulandjana (Da’i) justru tertinggal jauh. Padahal, Danny adalah incumbent gubernur.
Walaupun kalah di basisnya, Golkar sudah legawa menerima hasil itu. Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla sudah melempar handuk dengan mengucapkan selamat kepada pasangan Hade. Menurut Ketua DPP PKS Bidang Humas Ahmad Mabruri, Kalla sudah memberikan ucapan selamat kepada Presiden PKS Tifatul Sembiring lewat SMS.
"Sdr Tifatul, Ass ww. Selamat atas kemenangan Hade di Jabar. Wass JK," kata Mabruri menirukan isi pesan singkat itu kemarin malam. Menurut dia, ucapan selamat tersebut bisa diartikan sebagai pengakuan Kalla atas kekalahan kadernya dalam pilgub Jabar, yakni Danny Setiawan.
Kemenangan Hade itu benar-benar di luar perhitungan. Mereka hanya dianggap sebagai underdog. Buktinya, Heryawan maupun Dede pernah ditolak Danny Setiawan saat melamar posisi calon gubernur. Mereka juga ditolak Agum Gumelar.
Saat berkampanye pasangan Hade selalu memunculkan isu pemimpin muda dan perubahan. Maklum, keduanya sama-sama berusia 41 tahun. Jauh lebih muda daripada saingannya. Danny menapak usia 58 tahun, sedangkan pasangannya, Iwan, 55 tahun. Sedangkan Agum berusia 63 tahun, sedangkan pasangannya, Nu’man, 53 tahun.
Pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari menilai, kekalahan Danny Setiawan lebih dipengaruhi faktor kekecewaan masyarakat terhadap calon incumbent itu. Sosok Agum Gumelar juga dianggap sebagai bagian dari wajah lama. "Siapa pun calon di luar mereka berdua (Danny dan Agum, Red) memang bisa menang asalkan populer dan mesin politiknya bisa mengakselerasi," katanya.
Apalagi, jelas dia, Hade benar-benar terlihat sebagai figur muda. "Jadi, pemilih pemuda mungkin ngeblok ke mereka," ujarnya.
Di luar itu, mesin politik Golkar dan PDIP tidak begitu berjalan. Padahal, kata Qodari, perolehan suara Partai Golkar di Jawa Barat mencapai 29,4 persen dan PDIP 16,7 persen pada Pemilu 2004. Sementara itu, PKS berada di posisi ketiga dengan perolehan suara 11,4 persen. Kemudian, PPP memperoleh 9,9 persen dan Partai Demokrat meraup 8,3 persen suara.
"Seperti biasa, saya dengar PKS memang lebih aktif," ungkapnya. Karena itu, mereka bisa mengangkat popularitas Hade yang awalnya jauh di bawah popularitas dua pasangan lainnya.
Sekjen PDIP Pramono Anung juga melihat fenomena kaum muda yang mendongkrak pasangan Heryawan-Dede. "Masyarakat memang menaruh harapan pada orang muda," tegas Pram, panggilan Pramono.
PDIP, kata dia, akan melakukan evaluasi menyeluruh atas kekalahan jagonya, Agum-Nu’man. Sebab, setelah Jabar, masih akan berjalan pilgub lain di sejumlah daerah, seperti Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, dan Bali.
Di tempat terpisah, Presiden PKS Tifatul Sembiring menuturkan, sejak awal, partainya memang fokus menyosialisasikan Hade di sejumlah kabupaten-kota yang terbukti menjadi kantong massa PKS. Misalnya, Bekasi, Cianjur, Kota Bandung, Sukabumi, Depok, dan Bogor. "Di situ, pilkada bupati atau wali kota juga dimenangkan PKS," katanya.
Dia membantah bahwa dalam masa kampanye, sosok Dede Yusuf dianggap lebih ditonjolkan daripada Ahmad Heryawan. "Keduanya sama-sama kami tonjolkan," tegasnya.
Tifatul menyebutkan, sosok Ahmad Heryawan cukup dikenal di Bandung sebagai Ketum Persatuan Umat Islam (PUI) yang model politiknya mirip Masyumi. Namun, PUI tidak menganut politik aliran. Sebab, anggotanya berasal dari berbagai golongan. "Popularitas PUI di Jabar itu mirip NU di Jatim," ungkapnya.
Sementara itu, kata dia, Dede Yusuf cukup familier di kalangan anak muda. "Jadi, keduanya merupakan kombinasi yang cukup menarik," ujarnya.
Pengamat politik dari The Habibie Center Andrinof A. Chaniago berpandangan, kemenangan Hade mengindikasikan besarnya kerinduan masyarakat kepada tokoh-tokoh baru dan menguatnya rasa jenuh terhadap status quo. Padahal, Hade tidak mempunyai pengalaman sama sekali dalam pemerintahan. "Masyarakat hanya ingin suasana baru, walaupun tidak ada jaminan suasana baru itu akan terwujud dengan terpilihnya sosok baru," ungkapnya.
Menurut dia, politisi harus memetik pelajaran berharga dari pilgub Jabar. "Posisi incumbent atau besarnya pengikut partai terbukti tidak bisa diandalkan," tegasnya.
Sementara itu, mantan Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung menilai kekalahan calon Golkar di Jawa Barat merupakan bukti buruknya konsolidasi para elite di tingkat pusat. Hal tersebut, menurut dia, sangat berpengaruh pada kinerja kader Partai Golkar di tataran akar rumput.
Padahal, tambah mantan menteri perumahan rakyat itu, dari komposisi pemilihan cagub dan cawagub, pasangan Danny Setiawan-Iwan Sulanjana sangat ideal. "Yang satu incumbent dan pasangannya dari latar belakang TNI cukup bagus," jelasnya. Karena itu, Akbar menyimpulkan kekalahan tersebut sebagai kegagalan pimpinan Partai Golkar memotivasi kader di daerah untuk bekerja keras. (pri/cak/jpnn/mk/tof)
Sumber: http://www.jawapos.com/index.php?act=detail&id=10315
Tidak ada komentar:
Posting Komentar