Selasa, 27 Mei 2008

Kapolri Tak Mau Minta Maaf

SINGLE FIGHTER: Mahasiswa melempari para polisi yang akan membubarkan aksi mereka di Jalan Mayjen Sutoyo, Jakarta Timur, kemarin (26/5).


Anggap Penyerbuan ke Unas untuk Jamin HAM Masyarakat

JAKARTA - Penyerbuan Universitas Nasional (Unas) yang dilakukan oleh polisi telah memunculkan protes dari berbagai kalangan. Komisi III DPR yang membidangi hukum, misalnya, langsung membentuk panja (panitia kerja) yang mengusut kasus tersebut. Sebelumnya, Komnas HAM juga membentuk tim investigasi.


Menghadapi tekanan publik yang memojokkan korps kepolisian, Kapolri Jenderal Pol Sutanto kemarin menggelar jumpa pers khusus di Mabes Polri terkait insiden penyerbuan kampus Unas. Menurut dia, polisi bukan mengebiri demokrasi, tapi mengawal demokrasi sesuai koridor hukum. Untuk itu, tak ada permintaan maaf.


"Tiap demo, sesuai dengan UU yang dibuat pemerintah dan DPR, ada aturannya, yakni sampai pukul 18.00. Tugas kami melayani dan mengamankan supaya unjuk rasa bisa tertib dan kami tidak diperlengkapi alat (mematikan, Red)," katanya.


Kapolri didampingi jajarannya. Misalnya, Irwasum Komjen Pol Jusuf Manggabarani, Kabareksrim Komjen Pol Bambang Hendarso Danuri, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Adang Firman, Deops Polri Irjen Pol Rubiani Pranoto, dan Kadiv Humas Irjen Pol R Abubakar Nataprawira.


Kejadian di Unas pada Jumat (23/5) itu berawal dari demo mahasiswa yang menolak kenaikan harga BBM. Para pendemo tersebut membakar ban bekas dan sempat menutup Jalan Sawo Manila, Jaksel, di depan Unas. Terjadi bentrok saat polisi membubarkan demo tersebut.


Lantas, Sabtu pagi, polisi menyerbu kampus Unas untuk membubarkan demo yang tetap berlanjut. Polisi menyeret dan memukuli sejumlah mahasiswa sehingga kampus itu berdarah. Selain itu, kaca dan kondisi kampus banyak yang berantakan.


"Yang terjadi di Unas kan demo sampai malam dan masyarakat setempat merasa terganggu. Kita sudah nego dan bertahan, tapi tidak bisa. Jadi, yang kami lakukan itu menjamin hak asasi masyarakat luas. Ini garis bawahi betul," jelas Kapolri.


Menurut dia, polisi punya kewajiban melindungi hak asasi masyarakat yang lebih luas dibanding demonstran yang terbukti melanggar hukum.


Saat disinggung apakah perlu polisi meminta maaf atas segala kerusakan dan kekerasan yang terjadi di Unas pada Sabtu kelabu itu, Kapolri menjawab, "Saya minta rekan-rekan pahami, demokrasi baik jika dikawal penegakan hukum yang kuat. Kita harus memperkuat. Termasuk Saudara-Saudara (wartawan) juga memperkuat." Menurut dia, juga tak ada pelanggaran HAM dalam peristiwa itu.


Menurut lulusan Akpol terbaik angkatan 73 itu, polisi bukannya tidak berbenah diri. Selain protap pengendalian massa saat ini, dan polisi dilarang membawa senjata api, juga ada sejumlah perbaikan, seperti pemberian materi HAM sejak pendidikan polisi di level awal. Karena itu, tidak mungkin polisi di lapangan melakukan perusakan. Tapi apa pun, polisi akan mengevalusi kejadian semacam itu supaya tidak terulang kembali.


Pascabentrok Unas, sesuai protap, Irwasum dan Propam turun ke lapangan. "Jangan sampai (kasus) ini dimanfaatkan pihak ketiga," tegasnya.


Mantan Kapolda Sumut itu menengarai peristiwa tersebut tak lepas dari upaya pihak-pihak tertentu yang ingin mengacaukan kondisi bangsa. Buktinya, dimulai kabar tertembaknya mahasiswa UI, Budi Darma, saat demo di gedung MPR/DPR Rabu lalu (21/5).


Juga isu melalui SMS akan ada kerusuhan besar di Jakarta pada Jumat sampai Minggu (23-25/5) dan isu hilangnya tiga mahasiswa Unas pascabentrok (24/5). Polisi juga masih menyelidiki siapa pemilik dua granat nanas yang ditemukan di Unas pascabentrok. Namun, Kapolri yang akan pensiun pada September 2008 itu tidak menyebutkan siapa pihak yang hendak memancing di air keruh tersebut.


Sementara itu, Irwasum -usai jumpa pers yang berlangsung 30 menit- mengatakan, pihaknya masih memeriksa sejumlah anggota polisi yang terlibat dalam bentrok berdarah itu. Karena itu, dirinya belum tahu hasil pemeriksaan. Termasuk apakah harus ada yang bertanggung jawab, mulai level Kapolrestro Jakarta Selatan Kombespol Chairul Anwar atau bahkan hingga level Kapolda.


Namun, apakah polisi dibenarkan menganiaya? "Upaya paksa yang dilakukan polisi seimbang dengan tekanan yang dia terima. Jadi, kalau (pelaku) ngamuk, ya harus dilumpuhkan dan baru dibawa ke kendaraan," jawab Jusuf yang pernah tersandung kasus UMI Makassar dan dicopot dari jabatan Kapolda Sulsel pada 2004 lalu itu. Bukti tayangan TV yang memperlihatkan aksi anarkis sekelompok polisi menggebuki mahasiswa Unas belum bisa dijadikan pedoman.


Begitu pula sikap Kapolda Metro Jaya. Dia membantah informasi yang menyebutkan bahwa dirinya telah menonjobkan Kapolrestro Jakarta Selatan. "Tidak benar itu. Tidak semudah itu. Kita tunggu hasil pemeriksaan internal," tambahnya. Pihaknya juga belum langsung mengganti kerugian yang diderita Unas dengan alasan belum tentu anak buahnya yang merusak.


Sumber koran ini di lingkungan Mabes Polri mengatakan, salah satu skenario untuk memperbaiki citra Polri sebagai buntut kasus Unas adalah mengambil tindakan di level Kapolrestro.


Mendiknas Bambang Soedibyo pun sepenarian dengan Kapolri. Dia memahami apa yang dilakukan mahasiswa. Namun, seharusnya aksi tersebut tidak anarkis. "Caranya jangan melanggar," kata Mendiknas usai rapat kerja bersama Komisi X di DPR kemarin (26/5). Menteri asal PAN itu menambahkan, tidak ada kampus yang steril terhadap hukum.


Menko Polhukam Widodo A.S. bahkan bersikap lebih keras. Dia berjanji bahwa pemerintah akan mencari dalang di balik bentrok Unas. "Kita mempercepat penyelesaian proses hukum dan mencari pihak-pihak yang berperan memprovokasi kekerasan," katanya dalam jumpa pers di Kantor Menko Polhukam siang kemarin. Hadir dalam acara yang dihelat pukul 11.00 itu Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso, Kepala BIN Syamsir Siregar, dan Jaksa Agung Hendarman Supandji. Kapolri juga datang sebelum mengadakan jumpa pers khusus di Mabes Polri sorenya.


Menurut Widodo, langkah polisi juga didasarkan laporan dari masyarakat. "Mereka (demonstran) sudah diberi toleransi. Tapi, sampai pukul 04.30 menjelang azan subuh, mereka justru menyerang aparat. Masyarakat yang hendak menunaikan salat merasa terganggu dan meminta bantuan polisi untuk bertindak," katanya.


Karena itu, mantan Panglima TNI itu optimistis tindakan polisi masih dalam jalur yang benar. "Justru kami mengingatkan pengunjuk rasa agar mewaspadai pihak-pihak luar yang memanfaatkan aksi itu untuk kepentingan tertentu," katanya.


Namun, penjelasan itu tak meredam kalangan legislatif dan Komnas HAM. "Polisi sebenarnya tahu siapa yang dihadapi. Mahasiswa itu manusia Indonesia yang paling tidak punya kepentingan ketika berjuang," kata anggota DPD I Wayan Sudhirta di gedung DPR kemarin.


Dia menyesalkan tindakan polisi yang cenderung berlebihan. Misalnya, menginstruksi para mahasiswa jalan jongkok dan memukul secara membabi buta.


Dia mengingatkan, ujian terberat bagi Polri setelah tidak sepayung dengan TNI adalah mampu atau tidak melakukan kontrol dan pengawasan internal. Kasus Unas akan jadi batu ujian. "Kalau terbukti tidak mampu, gagasan menempatkan kepolisian di bawah kontrol Mendagri bisa menjadi kenyataan seperti di negara maju," katanya.


Komnas HAM juga maju satu langkah. Komisi pimpinan Ifdhal Kasim itu telah membentuk tim khusus untuk menindaklanjuti temuan sementara Komnas HAM. "Kami sudah membentuk tim yang dipimpin komisioner Nur Kholis," ujar Wakil Ketua Komnas HAM Ridha Saleh kemarin (26/5). Keputusan itu diambil dalam rapat koordinasi komisioner Komnas HAM.



Panja Universitas Nasional


Aksi kekerasan aparat kepolisian di Kampus Universitas Nasional (Unas) menuai kecaman dari Senayan. Bahkan, Komisi III DPR memutuskan membentuk panitia kerja yang akan menginvestigasi perusakan kampus itu.


Keputusan tersebut diambil setelah Komisi III menerima perwakilan mahasiswa Unas kemarin (26/5). Selain itu, DPR akan mengundang kepala Polri dan jajaran pimpinan polisi di wilayah kejadian perkara. Mereka akan dimintai keterangan tentang kronolgi kejadian yang diduga ada unsur pelanggaran hak asasi manusia itu. "Dalam 2-3 hari pembentukan tim akan diselesaikan," ujar Ketua Komisi III Trimedya Panjaitan.


Tim tersebut akan melakukan investigasi di lokasi kejadian. Mereka akan mengumpulkan data tentang kerusakan fasilitas kampus, temuan dua granat nanas, hingga barang bukti narkoba. Hasil invenstigasi itu akan dijadikan bahan evaluasi dalam rapat kerja dengan Kapolri.


Bukan hanya mahasiswa Unas yang mendatangi Komisi III. Jajaran rektorat juga menghadap Ketua DPR Agung Laksono dengan agenda serupa. Mereka meminta dukungan legislatif agar mendesak kepolisian memenuhi janjinya mengusut tuntas kasus kekerasan di Unas. "Polisi melalui Kapolres Jakarta Selatan telah berjanji menindak oknum-oknum yang melakukan kekerasan dan perusakan di kampus," kata Rektor Unas Umar Basani saat bertemu pimpinan DPR.(naz/rdl/bay/pri/fal/cak/tof)


Sumber: http://www.jawapos.com/index.php?act=detail&id=10533

Tidak ada komentar:

Posting Komentar