Rabu, 26 Maret 2008

Mendobrak Sistem Monarki dengan Demokrasi

Rabu, 26/03/2008


Kematangan seorang pemimpin tidak bisa diukur dari usia.Pada usianya yang sangat muda,Raja Jigme Khesar mampu membuat rakyatnya bangga.


BETAPA tidak,Jigme Khesar Namgyal Wangchuck, 28, mampu mendobrak monarki kerajaan Bhutan menjadi monarki konstitusional tanpa harus ketakutan akan kehilangan kekuasaan. Khesar, panggilan akrabnya, merobohkan ”tembok” monarki absolut yang sudah berlangsung 100 tahun dengan menggelar pemilihan umum yang pertama kali dalam sejarah Bhutan.


Dia juga menjadikan Bhutan dijuluki sebagai negara demokrasi paling muda di dunia. Kini, dialah raja yang membawa masa depan demokrasi bagi negaranya. Khesar juga menyarankan kepada seluruh rakyatnya untuk memberikan suara dalam pemilu. Sebab, pemilu diyakini akan membawa negeri di Pegunungan Himalaya ini sebagai negara demokrasi.


”Adalah suatu kebanggaan dan percaya diri bagi seluruh rakyat bisa melaksanakan proses demokrasi,”ujarnya. Khesar melanjutkan apa yang disebut konsep kebahagiaan nasional bruto (GNH) yang digagas ayahnya,Raja Jigme Singye Wangchuck. GNH bersumber dari pertumbuhan ekonomi yang diseimbangkan dengan sikap menghormati tradisi dan lingkungan.


Selain itu,GNH juga menganggap kebahagiaan mengacu pada spiritualitas yang merupakan masalah penting bagi rakyat Bhutan yang sebagian besar memeluk agama Buddha. Khesar mengaku akan mengembangkan sistem demokrasi supaya berjalan beriringan dengan GNH. Dia menganggap kedua sistem tersebut akan memperkuat negaranya menjadi sebuah sistem negara demokrasi yang baru. ”Demokrasi dan GNH akan mengukuhkan perdamaian dan keamanan di negara kita menuju negara yang berdaulat penuh,”ujarnya.


Di samping itu, Khesar yakin perpaduan demokrasi dan GNH akan memperkuat sistem dan fondasi ekonomi negaranya. Khesar juga menyarankan warganya tetap bekerja keras walaupun tingkat kemakmuran di negeri berpenduduk 660.000 itu sudah bisa dicapai. ”Demokrasi tanpa dukungan ekonomi negara yang kuat, justru akan menghancurkan demokrasi itu sendiri,” ujarnya. Pada 16 Maret lalu,Khesar masuk dalam 245 pemimpin muda berpengaruh di dunia atau Young Global Leaders 2008 oleh World Economic Forum (WEF) yang berbasis di Jenewa,Swiss.


Khesar masuk kategori itu karena dinilai sebagai sosok pemimpin yang mampu menunjukkan kemampuannya pada masa depan untuk menghadapi tantangan. Dia juga bertindak sebagai katalis untuk melahirkan inisiatif bagi kepentingan masyarakat global. WEF menilai Khesar mendedikasikan waktu untuk mencari solusi menghadapi tantangan global dan menyumbangkan pikiran dan tenaga untuk bekerja sama membangun masa depan yang lebih baik.


Khesar dipandang sebagai pemimpin muda inisiatif, berkembang, dan memberikan angin segar bagi perubahan negaranya. Sebagai pemimpin, Khesar melancarkan diplomasi luar negeri yang progresif. Dia mengikutsertakan Bhutan dalam berbagai kerja sama budaya, pendidikan, dan ekonomi. Dia juga menjalin kerja sama dengan berbagai negara untuk memperkuat tatanan demokrasi.


Di tingkat regional,dia membangun kerja sama pakta pertahanan dengan India pada 2007. Khesar ingin menegaskan pada dunia internasional bahwa negaranya tidak bisa dipandang remeh karena wilayahnya kecil, hanya 47.500 km2. ”Negara kita kecil, tapi kuat,”ujarnya. Dia mengatakan bahwa Bhutan dengan berbagai kelemahannya, justru memiliki kemenangan dalam hal manajemen pemerintahan. Di samping itu, Bhutan tidak takut dengan dua raksasa yang mengelilinginya, China dan India.


”Kita memiliki posisi tawar di mata negara lain walaupun kita ini kecil.” Di mata rakyatnya,Khesar dikenal sebagai raja yang tidak egois mementingkan kepentingan pribadi dan kerajaannya. Khesar juga mengaku tidak memiliki agenda pribadi untuk menopang kepentingan kekuasaannya. ”Saya memiliki ambisi dan harapan besar hanya diperuntukkan negara saja, bukan pribadi,”ujarnya. Khesar dinobatkan menjadi Raja Bhutan kelima saat berusia 26 tahun.


Dia mendapatkan gelar raja pada 14 Desember 2006. Dia menggantikan ayahnya yang sudah ingin pensiun setelah menjadi raja selama 38 tahun. Sejak saat itu,dia menjadi raja termuda di dunia.Khesar merupakan putra mantan Raja Jigme Singye Wangchuck dan Ratu (Ashi) Tshering Yangdon.


Dalam pidato pelantikan pertamanya, Khesar mengatakan dengan percaya diri bahwa dia mampu memimpin Bhutan. Khesar mendapatkan julukan sebagai ”Pangeran Sejuta Pesona”oleh publik Thailand ketika menghadiri perayaan ulang tahun Raja Thailand Bhumibol Adulyadej, sebelumdiamenjadiraja. Media di Thailand menggambarkan dia sebagai sosok orang kerajaan yang penuh sensasi dan membuat ribuan perempuan di Negeri Gajah Putih itu menjerit ketika melihatnya.


Walaupun tumbuh kembang di Nepal, dia mampu menyelesaikan pendidikannya di Universitas Oxford dengan mengambil kuliah program diplomasi luar negeri dan menggaet pascasarjana di bidang filsafat politik. Khesar mengatakan bahwa latar pendidikannya di Barat mendorong dirinya segara merealisasikan perubahan sistem kenegaraan di negaranya dan tidak tertinggal satu langkah di belakang negara maju.


”Kita boleh berpikir ala Barat, tetapi tradisi dan budaya tidak boleh disingkirkan,” ungkapnya. Nicholas Farrelly, teman kuliahnya di Oxford,memandang Khesar sebagai sosok yang menarik dari sisi kepribadian dan pemikiran.Farrelly menuturkan,Khesar sebagai sosok yang ingin belajar tentang budaya dan tradisi lintas benua. (andika hendra m/ berbagai sumber)


Sumber: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/berita-utama/mendobrak-sistem-monarki-dengan-demo.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar