Sabtu, 26 April 2008

Derita dan Perjuangan Putri Dr Sjahrir setelah Terkena Still's Disease yang Langka (3-Habis)

Terbiasa Mandiri, Tak Pernah Andalkan Nama Besar Ayah

Mengapa still’s disease tergolong penyakit yang sangat langka? Apa penyebabnya?
Benarkah penyakit itu lebih sering menyerang wanita?


AGUS WIRAWAN, Jakarta


Ketegaran Gita Rusminda dalam menghadapi penyakit yang langka dan dinyatakan tak bisa disembuhkan patut dijadikan contoh. Sejak dinyatakan sakit, dia tak pernah putus asa dan tak pernah menggantungkan hidup kepada orang lain, termasuk kedua orang tuanya.


"Aku sudah terbiasa mandiri sejak kecil," katanya, tegas, menjelang wawancara berakhir. Sebab, usai wawancara dengan Jawa Pos, Gita harus segera balik ke Singapura.


Jadwal Gita selama tiga hari di Jakarta memang sangat padat. Pada hari pertama dan kedua, dia harus menemui sejumlah pejabat di Indonesia terkait tugasnya sebagai general manager wilayah Asia dan Timur Tengah di AES (Alternative Energy Source, sebuah perusahaan pembangkit listrik tenaga alternatif dari Amerika) kantor perwakilan Singapura.


Sebuah prestasi yang tak bisa dianggap remeh, pada usia 26 tahun, Gita sudah berhasil menduduki jabatan bergengsi di perusahaan yang juga bergengsi.


Sebenarnya, bisa saja Gita mempermudah urusannya selama di Jakarta itu dengan mengandalkan nama besar ayahnya, Dr Sjahrir, ekonom yang juga anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) bidang ekonomi.


Tapi, itu tidak dilakukan Gita. "Aku lebih banyak bergerak sendiri," katanya.


Gita menceritakan, ketika kebingungan mencari pekerjaan setelah lulus kuliah dari Jurusan Political Science, Universitas Chicago, Amerika Serikat, pada 2004, dirinya tak mendapatkan bantuan sedikit pun dari sang ayah. "Ayah hanya berpesan, carilah pekerjaan yang sesuai dengan keinginanmu. Sebab, untuk hidup, kamu harus berusaha sendiri. Oh…thanks, Dad," papar Gita, menirukan nasihat ayahnya. Gita pun mencari pekerjaan sendiri.


Dan, saat ini Gita hidup mandiri di Singapura. Ketika tulisan ini diturunkan, dia sudah berada di Negeri Singa itu.


Dari Singapura kemarin, Gita menepis anggapan bahwa dirinya seorang perokok. Dia mengatakan sejak dulu tidak suka merokok. Tentang rokok yang ada di meja saat wawancara dengan Jawa Pos di Restoran Fountain Lounge, Hotel Grand Hyatt, di kawasan Bundaran HI, Jakarta Pusat, Rabu lalu (23/4), Gita menduga rokok itu milik pengunjung lain yang datang sebelum dirinya. "Boleh tanya ayah- ibuku, deh," ujar wanita berambut sebahu itu karena sebelumnya Jawa Pos menduga rokok yang ada meja itu milik Gita.


Kamis sore lalu (24/4) Jawa Pos mendatangi rumah keluarga Sjahrir di Jl Sukabumi, sekitar 400 meter dari Masjid Sunda Kelapa, Menteng. Suasanan di rumah bercat putih itu sepi. Hanya ada seorang pembantu bernama Siti. "Bapak dan ibu sedang pergi," kata salah seorang penjaga rumah di pos penjagaan depan rumah Sjahrir.


Menurut informasi yang diterima Jawa Pos, Sjahrir sedang berada di Jambi. Hingga Jumat sore lalu (25/4) dia masih di sana. Ketika dikonfirmasi melalui SMS, Sjahrir mengatakan, selama ini Gita tidak pernah merokok. Dia menambahkan, Gita sangat menjaga kesehatan tubuh.


Lantas, apa sebenarnya still’s disease yang saat ini menyerang tubuh Gita? Menurut Dr Bimo Sasono SpOT FICS, penyakit yang diderita Gita awalnya adalah juvenile rheumatoid arthritis atau penyakit rematik pada anak-anak. Penyakit itu kemudian menyerang sistem kekebalan tubuh hingga menyebabkan kelainan.


"Rematik yang timbul awalnya hanya menyebabkan kelainan sendi," kata ahli bedah ortopedi di Orthopaedic Center Bawean Orthopaedic Spine, Surabaya, itu. "Namun, karena yang diserang sistem kekebalan tubuh, organ tubuh yang lain pun terkena imbasnya," lanjutnya.


Dalam sistem kekebalan tubuh, kata Bimo, terdapat antigen dan antibodi. Ketika keduanya diserang penyakit tersebut, terjadi gangguan di antara keduanya. "Akibatnya, persendian dan organ tubuh yang sehat diserang," ujarnya.


Pada penderita anak-anak, biasanya mereka cenderung berperawakan kurus dan pendek. Selain itu, terjadi pembengkakan di berbagai persendian. Misalnya, di persendian kaki, bahu, bahkan jari dan tangan. Hal itu menyebabkan persendian tak bisa bekerja sempurna. Akibatnya, penderita bisa sampai seperti lumpuh. "Mereka juga mengalami sakit pada sendi-sendi itu," katanya.


Semakin lama, lanjut Bimo, penyakit itu tidak hanya menyerang sendi, tapi juga organ vital yang lain. Termasuk jantung, paru-paru, ginjal, dan mata.


Apabila menyerang jantung, penyakit tersebut akan menyebabkan jantung bocor. Pada ginjal, penyakit itu bisa menyebabkan gagal ginjal. "Bahkan, kalau sudah sampai mata, bisa menyebabkan kebutaan," tuturnya.


Hal senada juga diungkapkan dr Yuliasih SpPD-KR. Menurut konsultan rematik di RS Husada Utama, Surabaya, itu, still’s disease adalah penyakit rematik yang terjadi pada anak-anak. "Penyakit yang disebut juga juvenile reumatoid artritis (JRA) tersebut merupakan penyakit genetik yang menyerang autoimun," ujarnya.


Penyakit itu ditandai panas badan tinggi hingga 40 derajat Celsius, nyeri, dan bengkak sendi. Selain itu, disertai dengan ruam atau bercak berwarna merah seperti daging ikan salmon. "Tapi, yang menjadi ciri khasnya adalah terjadi panas mendadak, kemudian langsung turun secara mendadak. Hal ini bisa terjadi dalam 24 jam," ujar Yuliasih. Saat panas turun, ruam tersebut akan hilang dengan sendirinya.


"Jika terjadi pada orang dewasa, (penyakit ini) disebut adult still’s disease. Begitu juga yang terjadi pada Gita," lanjutnya.


Karena penyakit genetik, gangguan tersebut sudah terjadi sejak lahir. Namun, itu baru bisa tampak ketika ada faktor pencetus. Ada beberapa faktor pencetus, antara lain, infeksi, stres, dan kelelahan fisik.


Jika faktor pencetus itu timbul pada usia tujuh tahun, misalnya, bisa saja still’s disease timbul pada usia itu. "Begitu juga, jika faktor pencetus timbul saat dewasa, penyakit tersebut juga timbul pada usia tersebut," kata Yuliasih.


Hingga kini, tingkat prevalensi still’s disease di Indonesia belum diketahui. Sebab, penyakit tersebut memang jarang ditemukan. Namun, untuk Amerika, prevalensinya bisa 6-8 per 100 ribu kelahiran.


Pada dasarnya, penyakit tersebut bisa dialami siapa saja. Namun, kata Yuliasih, penyakit itu lebih banyak diderita kaum wanita. "Hal ini disebabkan adanya faktor hormonal," ungkapnya.


Untuk benar-benar sembuh dari penyakit itu memang sulit. Apa yang bisa dilakukan sekarang ialah mengobati keluhan penyakit yang dirasakan. Itu dilakukan agar penderita bisa terus melakukan aktivitas sehari-hari.


Pengobatan still’s disease melalui pemberian obat oral. Namun, jika sudah berat (dikategorikan berat apabila penyakit sering kambuh dan sendi yang bengkak tidak kunjung sembuh), bisa diberikan terapi biologic agent. Yaitu, pemberian zat radang untuk menyembuhkan sendi yang bengkak. Biologic agent juga dilakukan untuk mengendalikan sel yang salah interpretasi.


Pengobatan tersebut bersifat meredakan gejala yang dialami. Bukan untuk menyembuhkan. Sebab, jika faktor pencetusnya timbul, penyakit itu akan kembali kambuh. "Intinya, pengendalian emosi, fisik, dan mental. Jika emosi terkontrol, tidak akan kambuh lagi. Hanya penderita sendiri yang bisa mengendalikan penyakitnya," ujar ibu satu putra itu. (aga/rth/kum)


Sumber: http://www.jawapos.com/index.php?act=detail&id=10372

2 komentar:

  1. tulisan anda sangat membantu kami untuk mengenal lebih jauh tentang penyakit tsb. perlu kami sampaikan bahwa adik kami seorang wanita berusia 24 th juga divonis menderita penyakit itu.sekiranya mungkin tolong kami untuk memberi akses pada mbak gita, agar kami bisa belajar menghadapi sakit yg membingungkan para dokter ini. kurang lebihnya kami minta maaf dan atas bantuannya, sebelumnya kami ucapkan banyak terima kasih. sekali lagi, kami sangat butuh bantuan anda.

    BalasHapus
  2. Suami sya berusia 35 th...jg difonis penyakit yg aneh ini...bahkn dokter awl nya bingung penyakit apa yg terjadi...

    BalasHapus