Rabu, 23 April 2008

Batu-Batu Bercahaya

Sabar adalah manusia got, begitu orang-orang menjulukinya. Sabar telah menyusuri semua sungai di kota ini,sungai yang mengalir dari hulu hingga sungai dan kalikali mati yang menyempit di balik gedung-gedung jangkung dan rumahrumah toko yang berjejal membuang segala kotoran.


Air dari sungai itu mengalir lambat pada tempat yang dangkal di selangkangan kakinya setiap hari, bau anyir dari lumpur menjadi makanannya paling bergizi.


Hari-hari Sabar menelusuri kali kecil dimulai dari belakang sebuah rumah sakit tua yang airnya berwarna hitam kehijauan, sampah kotoran rumah sakit itu dilempar sembarangan, jarum suntik berkarat pernah beberapa kali menghunjam kakinya,kapas dan perban penuh darah terkadang mengambang di permukaan kali, tapi di sinilah pertama dia mendapatkan rezekinya ketika ayakannya menjaring sepotong gigi palsu tua dari perak.


Hari demi hari ayakan Sabar yang berkarat meraup pasir bercampur batu, beling, dan sesekali potongan kuningan atau alumunium, yang lalu dikumpulkannya di karung. Sedikit demi sedikit benda-benda itu terkumpul hingga layak untuk ditukar menjadi rupiah ke pengepul besi bekas. Sabar senantiasa berharap mendapatkan barang berharga dari pekerjaannya, cincin atau giwang yang terbuat dari emas.


Tapi sampai kini dia tak pernah menemukan, kecuali pernah dulu dia mendapat anting-anting kecil yang biasa dipakai balita,terbuat dari emas muda,yang lalu dijualnya ke toko mas di sebuah pasar yang dihargai beberapa puluh ribu rupiah,itu adalah penghasilan terbesarnya sejak dia menjadi manusia got selain gigi palsu yang dia temukan saat pertama kali terjun di kali.


Lalu bertahun-tahun dia tak ingin berhenti membawa ayakannya turun ke kali,di bawah permukaan air hitam itu dia seperti melihat sesuatu yang bening bernama harapan bahwa suatu saat dia akan mendapat barang yang berharga selain potongan-potongan besi atau kuningan. Karena baginya, jika Allah menakdirkan untuknya rezeki, maka tak ada yang bisa menghalanginya.


Lagi pula yang diharapkan Sabar tak berlebihan,cukup untuk bisa pulang kampung membawa sekadar oleh-oleh dan beristirahat seminggu dua minggu tidak turun ke kali. Tapi adakah yang begitu ceroboh hingga benda berharga miliknya terjatuh, lalu dibawa air ke kali? Sungai-sungai atau yang biasa disebut kali yang merayap di tengah kepadatan penghuni kota terasa mengalir sabar seperti hidup yang dijalaninya, Sabar si pengayak got yang tekun dan teliti hingga sebiji peniti pun tak luput dari matanya.Apa yang sudah dia dapat memang tak ada artinya.


Potongan- potongan besi tanpa harga, sempalan benda-benda elektronik, barang- barang berkarat yang malah sangat berbahaya bila menusuk kakinya karena bisa menyebabkan tetanus. Tapi kesadaran menjadi orang yang sia-sia di rimba kota perlahan berhasil disingkirkannya jika tidak mendapatkan benda berharga seperti dalam angan-angannya. Kini dia sudah merasa cukup dengan potongan-potongan kuningan atau alumunium saja untuk dikumpulkan.


Dan menjadikan dirinya tawakal menjalani kehidupan. Hal yang selalu disukuri Sabar pula adalah inayah Allah yang selalu membimbingnya untuk tak pernah berhenti bersujud. Bila sudah terdengar azan,Sabar pasti akan menghentikan pekerjaannya itu,dia akan mencari tempat salat untuk berjamaah.Sabar tak pernah berani meninggalkan salat walau satu waktu pun.


Sebelumnya dia akan berwudu sesempurna mungkin, dia sadar seharian dirinya berkubang di aliran limbah pekat, dibenamkan oleh najis. Air yang mengalir di kali bisa jadi air bekas mencuci daging babi, atau bekas mandi dua orang penzina di losmen tempat pelacur murahan menanti lelaki hidung belang, sedangkan air kali itu saja sudah jelas-jelas adalah kotor dan najis.


Orang-orang menjulukinya manusia got, bahkan ketika dia sudah berada di dalam masjid. Satu dua orang yang mengenal siapa dirinya berbisikbisik seolah dia tak pantas berada di antara orang-orang di masjid.Memang rasanya aneh,kokmanusia yang keluar dari got bisa menjalankan salat.


Ketika dia salat menghadap Tuhannya, dia pasrah akan dirinya sebagai hamba, dia berdoa demi akhirat dan memohon suatu hari nanti bisa pulang kampung membawa oleh-oleh untuk anak dan istrinya yang sudah hampir sepuluh tahun tak pernah di-jenguknya, benda-benda yang didapatnya selama ini pun hanya untuk makan demi menyambung hidupnya sendiri,tak bisa dibelikan tiket kereta api pulang ke kampungnya,konon pula membeli oleh-oleh.


Sabar merasa dirinya begitu dekat dengan-Nya, hidayah yang mungkin tidak dimiliki banyak orang yang selalu berada di tempat yang bersih dan nyaman. Allah menuntunnya ke jalan yang dibentangkan-Nya, jalan yang penuh cahaya. Dia bersujud,memuji dan menyebut nama-Nya dengan ikhlas dan sabar.


Orang-orang yang mengenal dirinya boleh saja risi melihatnya berada di masjid, walau dia selalu menyembunyikan dirinya di pojok belakang,di balik tiang-tiang selasar atau di samping rak sepatu agar tak terlihat oleh orang yang mengenali dirinya. Sabar selalu ingat akan sebuah khotbah Jumat suatu hari di masjid besar di pinggiran kota, bahwa salatlah yang membedakan orang-orang mukmin dan orang-orang kafir.Orang yang tidak salat lebih hina dari seekor anjing.


Siapa yang mendirikan salat berarti dia menegakkan agama Allah. Amal wudu dan salat orang-orang yang beriman akan naik ke langit berupa cahaya-cahaya mahaindah,kemudian para malaikat yang melihat cahaya itu bertanya-tanya heran. “Cahaya indah apakah itu?” “Hai para malaikat berbarislah! Ini adalah cahaya seorang mukmin yang sedang salat menghadap-Ku! Muliakanlah dia!” Sabar sangat yakin dia memiliki cahaya-cahaya mahaindah itu.


Sabar adalah manusia berkubang najis, terik matahari memanggang tubuhnya setiap hari. Allah dan bala tentara malaikatnya telah lama melihat Sabar tersaruk-saruk melata di arus kali hitam yang berkelok-kelok merayapi tubuh kota demi mempertahankan hidup dan salatnya, dia tidak memakan uang yang haram. Tubuhnya makin menua dan lelah, tak satu hari pun dia berhenti sujud dengan memuji selalu nama-nama-Nya yang maha agung dan indah.


*** Di sebuah kali yang dangkal dengan air kecokelatan, sehabis banjir yang cukup besar melanda kota menjadikan hari ini kali sedikit bersih dari sampah. Sabar berharap mendapatkan banyak rezeki yang dibawa arus dari hulu.


Dia terus mengayak sejak pagi hari,beberapa potongan alumunium dan tembaga didapatkannya. Sendok, garpu dan potongan-potongan kabel seperti biasa bermunculan.Hingga dia kelelahan dan harus beristirahat. Sabar yang menua sangat cepat lelah kini. Dia tertidur di bawah sebuah pohon di pinggir sebuah got yang melintangi hiruk-pikuk kota.


Tubuhnya teronggok dibuai mimpi…. Tiba-tiba muncul sesosok makhluk dari atas pohon yang melindungi Sabar dari terik matahari, makhluk itu tersenyum membangunkan Sabar dan berkata: “Hai Sabar… aku diperintahkan Allah mengangkat sebuah tempat air bekas tentara kompeni yang lama terpendam di lumpur. Di dalam tempat air itu banyak permata dan mutiara berharga yang disembunyikan pemiliknya, dia seorang tentara Belanda yang licik dan serakah.


Dia sudah lama mengumpulkan benda-benda berharga yang didapatnya dari sultan-sultan dan orang-orang bermata sipit, dia ingin membawanya jika dia pulang ke negerinya, tapi pecah perang hebat. Kapten itu terluka di jalan dan membuang tempat air itu ke sungai untuk suatu saat akan diambilnya kembali, tapi dia keburu mati.Tempat air itu kemudian kami kuasai dan kami sembunyikan dari pandangan manusia… Hingga Allah mengizinkannya untukmu….” Sabar tetap tertidur…. “Hai Sabar… nyenyak sekali tidurmu.


Kini kau begitu tua dan kurus, Allah mengizinkan benda itu untuk kau miliki….” Lalu makhluk yang membisikkan itu mengguncang guncang tubuh sabar hingga sabar terbangun.Sabar tersentak, dia merasa malaikat baru saja berkata dengan marah dan meniupkan angin kencang ke telinganya bahkan sampai mengguncang-guncang tubuhnya.


Sabar langsung istigfar berkali-kali.Rupanya bayangan matahari sudah memanjang bertanda waktu zuhur telah lama lewat. Sabar bersyukur malaikat telah berbaik hati membangunkannya walau dengan cara yang kasar dan marah-marah. Sabar bergegas ke masjid dan sepanjang jalan masih terus istigfar mohon ampun karena menyesal telah keenakan tidur hingga telinganya tak menangkap lantunan azan.


*** Beberapa hari kemudian, dalam bimbingan malaikat, ayakan Sabar menyentuh benda yang keras dan berat, dia berusaha mengayak lebih dalam mengangkat benda itu,setelah diangkat ke permukaan, tampaklah sebuah tempat air yang biasa dipakai tentara, tempat air itu bertuliskan bahasa asing yang tidak dia mengerti, kecuali tahun dan tanggal yang sudah tertinggal begitu jauh di belakang.


Entah kenapa kali ini Sabar merasa jantungnya berdebar kencang memerhatikan benda yang didapatnya, segera dimasukkannya tempat air yang berat itu ke dalam karungnya,lalu dia cepat meninggalkan kali dan pulang. Di gubuk liar sewaannya, terus dengan dada berdebar dia membuka tutup tempat air tentara yang sudah berkarat itu dengan susah payah, dia harus memukul dan memalu benda itu berkali kali dengan martil hingga tetangga-tetangga di kiri kanan gubuknya berteriak-teriak agar Sabar menghentikan pekerjaannya itu.


Sabar tak peduli, dia sungguh tak sabar ingin mengetahui benda apa yang ada di dalam tempat air itu. Dan ketika tutup itu akhirnya terbuka, Sabar segera mengeluarkan isinya, suaranya bagaikan pasir dan kerikil yang dicurahkan. Sabar tercengang tak percaya, permata dan mutiara berkilauan beraneka cahaya terhampar di tangannya.


Dia teringat tentang khotbah Jumat yang pernah didengarnya bahwa amal wudu dan salat orang-orang beriman akan naik ke langit berupa cahaya- cahaya maha indah. Mungkinkah cahaya amal wudu dan salatnya telah berubah menjadi batu-batu bercahaya…?


GANDA PEKASIH

gandapekasih@yahoo.com

Menulis cerpen, novel, dan skenario. Bukunya yang best seller berjudul Cinta Wanita Berhati Cahaya. Saat ini tinggal di Jakarta.


Sumber: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/cerpen-puisi/batu-batu-bercahaya-3.html

2 komentar:

  1. Bagus banget nih ceritanya :)

    BalasHapus
  2. iya uni. ceritanya menyentuh. dalam kenyataannya masih ada orang yang hidup susah tapi tetap bijak dalam menjalani kehidupannya.
    :)

    BalasHapus